Friday, September 11, 2009

PELANTIKAN MINIMALIS, KERJA MAKSIMALIS

Anas Urbaningrum

Rencana pelantikan anggota baru DPR dan DPD menjadi heboh nasional. Pasalnya tunggal : biaya pelantikan dinilai terlalu besar. Pernik-pernik biaya dan fasilitas yang terkait juga terlalu banyak. Pelantikan kemudian lebih berwarna sebagai “pesta penyambutan” datangnya para anggota parlemen baru. Walhasil, para anggota baru seakan mendapatkan kado awal berupa cemooh publik. Ikhwal yang tentu saja kurang pada tempatnya.

Pelantikan sejatinya adalah peresmian dan pengukuhan. Keanggotaan seseorang di parlemen sudah ditetapkan oleh KPU. Sebutannya adalah calon terpilih. Untuk secara resmi memulai tugasnya sebagai wakil rakyat, para putra-putri pilihan itu dilantik sebagai tanda resmi sebagai anggota parlemen. Tidak lebih dan tidak kurang.

Karena itu, sebetulnya anggaran pelantikan tidak perlu berlebihan. Jika di masa silam, anggarannya besar dengan segala pernak-perniknya, baik jika mulai sekarang disederhanakan saja. Anggaran lebih baik dialokasikan untuk berbagai fasilitas yang terarah pada peningkatan kinerja parlemen. Bukan untuk “resepsi” datangnya para anggota parlemen baru.

Biaya transportasi, sebagai misal, tidaklah wajib. Masing-masing bisa tiba di Jakarta dengan kemampuannnya sendiri. Apalagi para anggota baru yang bermukim di Jakarta jumlahnya lebih banyak. Akomodasi juga bisa diatasi sendiri. Bebas mau menginap di hotel mana saja. Yang penting, semua bisa tiba di lokasi pelantikan tepat waktu. Seragam pelantikan cukup diberitahukan : misalnya memakai batik atau jas warna gelap. Selebihnya, tidak ada lagi yang diperlukan.

Yang paling penting adalah pelantikan berjalan secara khusyu dan khidmat. Para anggota parlemen mampu menyadari dengan sesadar-sadarnya telah dilantik sebagai para pejuang kepentingan rakyat. Di hadapannya terhampar tugas, kewajiban, fungsi dan kerja mulia untuk mengurus kepentingan publik dan memperjuangkan terselenggaranya kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Pelantikan bukanlah pertunjukan kekuasaan dan jabatan. Bukan pula kegiatan untuk mempertontonkan kehebatan dan kebanggaan politik. Pelantikan adalah ikrar untuk menjadi politisi yang dipercaya rakyat dengan niat “memenuhi panggilan”. Itulah permulaan tugas untuk menjadi “penyambung lidah” kepentingan dan aspirasi rakyat. Kehormatan politik belum tiba. Kehormatan politik baru tiba ketika para anggota parlemen telah menunaikan tugasnya dengan bersungguh-sungguh, berkeringat, lurus dan teguh memegang amanah. Kehormatan politik adalah produk dari kerja keras dan penuh tanggungjawab.

Karena itulah, sebaiknya resepsi datangnya para anggota parlemen baru 2009-2014 dilangsungkan secara sederhana saja. Tidak perlu mewah dan gebyar. Tidak ada urgensi untuk melestarikan tradisi lama “gaya pelantikan” yang wah dan berwarna setengah pesta. Tradisi baru yang sederhana tidak akan menggerogoti substansi pelantikan. Malahan justru bisa meninggikan maknanya. Minimal, rakyat lebih bersimpati pada kesederhanaan. Hemat dalam pelantikan, tetapi “meriah” dalam berkarya. Maksimalis dalam bekerja adalah pilihan yang paling etis. Wallahu a`lam