Saturday, December 26, 2009

Demokrat: Kaitkan SBY dengan Century Tidak Proporsional

Partai Demokrat angkat bicara mengenai berkembangnya spekulasi bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengetahui keputusan bailout Bank Century. Seperti diberitakan beberapa surat kabar hari ini, sejumlah dokumen mengindikasikan bahwa Presiden SBY dilaporkan mengenai keputusan pengucuran dana talangan Rp 6,7 triliun. Salah satunya, catatan rapat KSSK pada 21 November 2008 yang dihadiri Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R) saat itu, Marsillam Simanjuntak.

Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mengatakan, Presiden tidak mengetahui dan tidak mendapatkan laporan mengenai kehadiran Marsillam dalam rapat tersebut.

"Presiden tidak mengetahui atau dilapori tentang kehadiran Kepala UKP3R tersebut. Kepala UKP3R tidak melapor atau memberitahukan Presiden, baik sebelum dan sesudah pertemuan mengenai keikutsertaan sebagai narasumber dalam setiap pertemuan KSSK," kata Anas, di Jakarta, Kamis (24/12/2009).

Ia menambahkan, kehadiran Marsilam atas undangan KSSK dalam posisi sebagai narasumber. "Bukan mewakili Presiden atau atas instruksi Presiden," ujarnya.

Keputusan yang diambil BI dan KSSK, lanjut Anas, tidak memerlukan izin atau keterlibatan Presiden. "Karena itu, tidak pada tempatnya menarik-narik dan mengkaitkan Presiden dengan kebijakan penyelamatan Bank Century. Mengaitkan SBY dengan kasus Century adalah amat tidak proporsional dan sangat tendensius," kata Anas.

Demokrat menilai, menyeret SBY dalam kasus ini, merupakan upaya politisasi yang sangat transparan. "Jangan pansus (Pansus Hak Angket Bank Century) dijadikan media politisasi," tandasnya.

(Sumber: www.bunganas.com)

Monday, November 23, 2009

Demokrat Dukung Angket Century

Sikap Fraksi Partai Demokrat yang menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait skandal Bank Century akhirnya diputuskan. Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Anas Urbaningrum, menyatakan Demokrat mendukung hak angket Bank Century.

"Kesimpulannya ditemukan banyak kekurangan, kelemahan dan kesalahan penerapan standart aturan penanganan bank bermasalah," kata Anas, Senin 23 November 2009.

Anas dan Fraksi Demokrat telah menerima kopi hasil audit itu. Fraksi Demokrat sudah mempelajari Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Kasus Bank Century itu.

Atas dasar itu, maka Fraksi Demokrat menetapkan untuk mendukung usul angket kasus Bank Century. Seluruh anggota Fraksi Demokrat pun diinstruksikan untuk ikut tandatangan usul angket Bank Century.

"Setelah mempelajari dengan seksama hasil audit BPK, sbg Ketua FPD saya meminta semua anggota FPD mendukung usul hak angket. Demi tegaknya kebenaran dan keadilan. Kami akan mendukung seratus persen angket bank century," kata politisi yang juga mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini.

Anas menambahkan, dukungan terhadap hak angket itu merupakan wujud nyata Fraksi Partai Demokrat yang berprinsip bahwa kebenaran dan keadilan ditegakkan.

Friday, October 16, 2009

Koalisi dan Demokrasi

Menjelang terbentuknya Kabinet Presiden SBY Jilid II, wacana koalisi makin berkembang jauh. Ide membangun koalisi pemerintahan yang kuat, efektif dan produktif, termasuk dengan basis dukungan yang besar dan permanen dinilai berbeda. Ada yang menilai sebagai konsekuensi dari sistem presidensial yang berlatar demokrasi multipartai. Tanpa dukungan koalisi yang besar, kuat dan permanen, harapan bagi terbangunnya pemerintahan yang makin efektif dan produktif akan menemui kendala di lapangan.

Sebaliknya, ada yang mengkritik bahwa koalisi yang besar akan menjadi ancaman bagi demokrasi. Pemerintah akan terlalu kuat. Oposisi makin ringkih dan kehilangan daya kontrol. Karena itu, kata pandangan ini, politik akan bergerak ke pendulum otoritarianisme. Dan ini akan membahayakan masa depan demokrasi. Pemerintah dibayangkan akan berjalan sendirian tanpa tandingan.

Mari kita periksa konteksnya secara jernih dan proporsional. Presiden terpilih SBY jelas telah mendapatkan mandat politik untuk memimpin Indonesia untuk periode kedua. Angka dukungannya lebih meyakinkan ketimbang hasil Pilpres 2004. Maknanya adalah harapan rakyat makin besar. Ekspektasi publik menanjak. Rakyat mengharapkan Pemerintah bekerja keras untuk menghasilkan kinerja terbaik yang bermanfaat nyata.

Pemerintahan yang mampu bekerja jelas membutuhkan dua prasyarat pokok. Pertama, kecakapan untuk menjalankan kewenangan. Kedua, ketenangan dan konsentrasi dalam menunaikan tugas. Kecakapan Pemerintah, salah satunya, bisa dijamin oleh proses rekruitmen kabinet yang baik. Dalam konteks ini, kita mempunyai dasar keyakinan yang cukup bahwa SBY akan memilih para pembantunya dengan cermat dan tepat. Sekarang, kesempatan untuk memilih yang terbaik jauh lebih terbuka ketimbang pada masa pembentukan KIB tahun 2004 silam.

Ketenangan dan konsentrasi Pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik hanya bisa dijamin oleh koalisi politik yang kuat dan permanen. Tanpa koalisi yang kuat, ketenangan dan konsentrasi kerja Pemerintah bisa terganggu. Ketika politik bergolak, konsentrasi kerja Pemerintah akan berkurang. Kalau koalisi ringkih, rapuh dan “bergoyang-goyang”, jelas akan berkonsekuensi pada hilangnya ketenangan dan konsentrasi kerja.

Itulah konteks urgensi tentang koalisi politik pendukung Pemerintah. Koalisi bukan tujuan. Koalisi adalah sarana untuk menjamin peningkatan kinerja Pemerintah dan kebersamaan politik untuk mengurus bangsa dan negara. Kurang tepat jika menilai seakan-akan SBY bertujuan membangun koalisi kuat dan tanpa tanding. Mustinya lebih berani melihat sebagai komitmen SBY untuk membangun Pemerintahan yang makin kuat, efektif dan produktif bekerja demi kepentingan rakyat banyak. Dengan periode pertama yang baik dan diakui oleh rakyat, tentu opsi untuk periode kedua hanya satu. Berhasil dengan kualitas yang lebih bermakna. Sama sekali tidak ada opsi gagal.

Sebut saja ketika SBY membuka pintu bagi datangnya kekuatan baru dalam koalisi, semisal Golkar, maka mudah dipahami sebagai ikhtiar untuk membangun barisan politik Pemerintah agar makin kuat dan bertenaga. Bukan untuk menjinakkan. Bukan pula untuk menumpulkan kekuatan oposisi. Sebaliknya, juga karena Golkar mempunyai komitmen untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa. Golkar pasti ingin mengoptimalkan energi dan sumberdayanya untuk turut menyukseskan pemerintahan dan pembangunan.

Karena itu, membayangkan koalisi besar dan kuat sebagai embrio kembalinya otoritarianisme atau pilihan yang membahayakan masa depan demokrasi adalah berlebih-lebihan. Kurang berdasar dan jauh dari kondisi faktual. Konfigurasi politik nasional tidak memungkinkan terjadinya pemusatan kekuasaan menjadi otoriter. Begitu pula dengan kesadaran jaman, kesadaran rakyat dan peran pers. Apalagi tidak ada selera non demokratik pada diri para pemimpin kita.

Jaman otoritarian sudah berlalu. Kita semua sudah lupa jalan untuk kembali ke masa silam itu. Menilai masa kini dan menatap masa depan adalah pilihan yang terbaik. Bukan malah menakut-nakuti diri kita dengan bayangan masa lalu yang tidak menjanjikan. Lebih baik kita turut memastikan bahwa KIB II dengan dukungan koalisi politik yang lebih kuat akan menghasilkan faedah yang nyata, terutama untuk menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Wallahu a`lam

Friday, September 11, 2009

PELANTIKAN MINIMALIS, KERJA MAKSIMALIS

Anas Urbaningrum

Rencana pelantikan anggota baru DPR dan DPD menjadi heboh nasional. Pasalnya tunggal : biaya pelantikan dinilai terlalu besar. Pernik-pernik biaya dan fasilitas yang terkait juga terlalu banyak. Pelantikan kemudian lebih berwarna sebagai “pesta penyambutan” datangnya para anggota parlemen baru. Walhasil, para anggota baru seakan mendapatkan kado awal berupa cemooh publik. Ikhwal yang tentu saja kurang pada tempatnya.

Pelantikan sejatinya adalah peresmian dan pengukuhan. Keanggotaan seseorang di parlemen sudah ditetapkan oleh KPU. Sebutannya adalah calon terpilih. Untuk secara resmi memulai tugasnya sebagai wakil rakyat, para putra-putri pilihan itu dilantik sebagai tanda resmi sebagai anggota parlemen. Tidak lebih dan tidak kurang.

Karena itu, sebetulnya anggaran pelantikan tidak perlu berlebihan. Jika di masa silam, anggarannya besar dengan segala pernak-perniknya, baik jika mulai sekarang disederhanakan saja. Anggaran lebih baik dialokasikan untuk berbagai fasilitas yang terarah pada peningkatan kinerja parlemen. Bukan untuk “resepsi” datangnya para anggota parlemen baru.

Biaya transportasi, sebagai misal, tidaklah wajib. Masing-masing bisa tiba di Jakarta dengan kemampuannnya sendiri. Apalagi para anggota baru yang bermukim di Jakarta jumlahnya lebih banyak. Akomodasi juga bisa diatasi sendiri. Bebas mau menginap di hotel mana saja. Yang penting, semua bisa tiba di lokasi pelantikan tepat waktu. Seragam pelantikan cukup diberitahukan : misalnya memakai batik atau jas warna gelap. Selebihnya, tidak ada lagi yang diperlukan.

Yang paling penting adalah pelantikan berjalan secara khusyu dan khidmat. Para anggota parlemen mampu menyadari dengan sesadar-sadarnya telah dilantik sebagai para pejuang kepentingan rakyat. Di hadapannya terhampar tugas, kewajiban, fungsi dan kerja mulia untuk mengurus kepentingan publik dan memperjuangkan terselenggaranya kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Pelantikan bukanlah pertunjukan kekuasaan dan jabatan. Bukan pula kegiatan untuk mempertontonkan kehebatan dan kebanggaan politik. Pelantikan adalah ikrar untuk menjadi politisi yang dipercaya rakyat dengan niat “memenuhi panggilan”. Itulah permulaan tugas untuk menjadi “penyambung lidah” kepentingan dan aspirasi rakyat. Kehormatan politik belum tiba. Kehormatan politik baru tiba ketika para anggota parlemen telah menunaikan tugasnya dengan bersungguh-sungguh, berkeringat, lurus dan teguh memegang amanah. Kehormatan politik adalah produk dari kerja keras dan penuh tanggungjawab.

Karena itulah, sebaiknya resepsi datangnya para anggota parlemen baru 2009-2014 dilangsungkan secara sederhana saja. Tidak perlu mewah dan gebyar. Tidak ada urgensi untuk melestarikan tradisi lama “gaya pelantikan” yang wah dan berwarna setengah pesta. Tradisi baru yang sederhana tidak akan menggerogoti substansi pelantikan. Malahan justru bisa meninggikan maknanya. Minimal, rakyat lebih bersimpati pada kesederhanaan. Hemat dalam pelantikan, tetapi “meriah” dalam berkarya. Maksimalis dalam bekerja adalah pilihan yang paling etis. Wallahu a`lam

Thursday, August 27, 2009

JIRAN KITA MALAYSIA

Anas Urbaningrum

Malaysia kembali bikin geger. Tari Pendet, salah satu khasanah kultural Indonesia asal Bali, diklaim sebagai punya Malaysia. Jauh hari sebelumnya, negara tetangga kita ini juga mengaku lagu Rasa Sayange dan Reog Ponorogo (dan disebutnya Barongan) sebagai aset budayanya. Bahkan menjadi salah satu ikon pariwisata Malaysia yang serius berkampanye sebagai Truly Asia.

Tentu saja kasus Tari Pendet segera mengundang protes Pemerintah dan masyarakat Indonesia. Bahkan Presiden SBY ikut turun gunung. Kepada Malaysia SBY menegaskan pentingnya menghargai dan memperhatikan sensitifitas masyarakat Indonesia terhadap kasus-kasus klaim aset budaya.

Kalau kita perhatikan lebih jauh, ini sejatinya bukan sekadar soal Tari Pendet, lagu Rasa Sayange atau seni Reog Ponorogo. Ini terkait dengan sikap dasar Malaysia terhadap Indonesia. Karena itu, perkara ini terkait dengan lepasnya Sipadan dan Ligitan. Bartaut pula dengan perkara Ambalat. Juga dengan sikap umum majikan dan Pemerintah Malaysia kepada para TKI.

Ketika Dino Patti Djalal mengundang pertemuan dengan Khairy Jamaluddin, tokoh Pemuda UMNO yang juga menantu Abdullah Badawi, 27 November 2007 di Jakarta, saya sempat menyampaikan pentingnya semangat saling menghargai dan menghormati antara Indonesia dan Malaysia. Bukan saja dalam konteks hubungan antara Pemerintah dengan Pemerintah, tetapi juga pada level masyarakat.

Dengan telanjang saya menyebut contoh sebutan Indon kepada WNI, terutama TKI, di Malaysia amat pejoratif dan bermakna merendahkan. Itu mirip sebutan inlandeer kepada kaum pribumi pada masa kolonial Belanda. Sebagai bangsa serumpun, semangat saling mengangat, membantu dan menopang jauh lebih bermakna ketimbang saling merendahkan dan memelihara konflik.

Beberapa teman yang turut hadir, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Zulkieflimansyah, Noriyu, dan beberapa yang lain juga menyampaikan ide-ide yang intinya bersemangat agar Indonesia dan Malaysia benar-benar menjadi jiran yang sejati. Tetangga yang sesungguh-sungguhnya. Khairy Jamaluddin --sejauh dibaca dari yang disampaikan-- terkesan sangat terbuka dan menyambut baik gagasan-gagasan dalam diskusi kecil itu. Bahkan terhadap yang pedas dan sengak sekalipun.

Rupanya, sikap Khairy tersebut tidak representatif Malaysia. Jiran kita ini justru melanjutkan sikap usilnya. Kepongahan sebagai negara yang merasa lebih maju dan makmur telah menenggelamkan semangat bertetangga yang baik. Bahkan semangat serumpun tidak beranjak dari sekedar gincu pemanis hubungan saja.

Intinya sederhana. Malaysia cenderung melihat Indonesia secara remeh. Indonesia dipandang sebelah mata. Malaysia kurang menghargai Indonesia. Karena itu, kasus-kasus klaim aset budaya, kasus sikap terhadap TKI atau klaim atas Ambalat, adalah refleksi saja dari cara pandang itu. Malaysia merasa dalam posisi superior.

Saya termasuk yang kurang percaya bahwa Malaysia sengaja mengirim teroris untuk mengganggu masa depan Indonesia. Tetapi dengan rangkaian kasus dan juga cara pandang seperti itu, kita tidak perlu mematikan ruang kemungkinan “ekspor teroris” sebagai cara bertetangga yang tidak sejati.

Namun demikian, menyalahkan Malaysia saja tidak menolong kita. Perlu ikhtiar serius dari Indonesia sendiri agar kita makin menjadi negara yang bermartabat dan tidak disepelekan. Martabat kita ditentukan oleh kita sendiri. Bukan karena sikap negara lain. Karena itu, kita tidak perlu membalas dengan menyebarkan kebencian dengan “menggubah” Malaysia menjadi “Malingsia”. Wallahu a`lam

Wednesday, August 5, 2009

Menjegal Akal Sehat?

Anas Urbaningrum

Sejak lembaga-lembaga survei melansir hasil hitung cepat, sejatinya siapa yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden 2009-2014 sudah terang. Namun demikian, berdasarkan ketentuan Undang-undang, hasil rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan berjenjang oleh KPU adalah hasil akhir, final dan absah yang harus ditunggu oleh semua pihak. Benar saja, hasil hitung resmi KPU tidak berselisih jauh dengan hasil hitung cepat. Bedanya tipis sekali.

Yang layak kita dalami adalah mengapa SBY-Boediono menang dengan angka yang mengesankan ? Jawaban yang gampang adalah karena rakyat kenal, suka, percaya dan kemudian memilihnya. Dalam perkara popularitas, rakyat kenal semua pasangan calon. Tetapi belum tentu suka, percaya dan memilihnya. Popularitas tidak selalu pararel dengan elektabilitas.

Rakyat memilih karena rakyat percaya kepada SBY-Boediono. Kepemimpinan SBY sepanjang 2004-2009 dinilai telah mendatangkan perubahan yang berfaedah dan sekaligus tetap memelihara harapan akan masa depan yang lebih baik. Jika rakyat tidak merasakan faedah selama 5 tahun terakhir, rakyat pasti akan meninggalkan SBY. Kalau rakyat tidak melihat adanya fajar harapan pada pasangan SBY-Boediono, pasangan alternatif pasti akan lebih dilirik sebagai wakil dari ekspektasi masa depan.

Yang menarik adalah kemajuan cara berpikir para pemilih. Issu-issu “lama” yang cenderung simbolik makin tergeser oleh cara pandang baru yang cerdas dan rasional. Issu suku, agama, asal daerah, keormasan, dan sejenisnya, tidak mampu mengimbangi issu-issu substantif tentang kepemimpinan : kejujuran, kepedulian dan kecakapan.

Kampanye contrasting antara Pasangan Nusantara dengan sindiran “pasangan pilkada” dijawab dengan baik oleh rakyat. SBY-Boediono hanya kalah di Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo dan Maluku Utara. Di tiga daerah yang terakhir pun hanya kalah tipis. Issu pasangan Islam-Nasionalis atau Nasionalis-Islam tidak mendapatkan sambutan antusias dari para pemilih. Fitnah istri Boediono beragama Katholik juga tidak mampu menggoyahkan keyakinan pemilih. Rumor kontrak “politik syariah” tidak mempunyai dampak yang berarti. Dukungan terang-terangan dari para pemimpin ormas pun tidak diikuti oleh para warganya. Dhawuh para kyai juga makin mengecil setrumnya.

Beberapa contoh kecil tersebut adalah tanda kemajuan besar dalam demokrasi kita. Rakyat makin cerdas dan mandiri. Demos makin tercerahkan oleh dinamika wacana demokrasi dan kebebasan pasca reformasi. Para pemilih makin bisa mengkalkulasi pilihan politiknya. Kesadaran individu yang otonom makin tumbuh dan meninggalkan kesadaran komunal lama. Inilah kapital politik yang sangat kuat bagi pembangunan demokrasi kita ke depan.

Artinya, hasil pilpres 2009 adalah pantulan dari berkembangnya akal waras rakyat di dalam menentukan pilihan politik. Karena sifatnya yang mandiri dan berbasis kesadaran individual, maka pengaruh-pengaruh “lama” tidak lagi bisa diandalkan sebagai “penjaring” suara. Dan bagi yang percaya dengan ilmu dan akal sehat, gejala-gejala tersebut sesungguhnya sudah ditunjukkan oleh hasil-hasil survei, jauh-jauh hari sebelum pilpres digelar. Ilmu survei adalah kelanjutan dari bekerjanya akal. Dan survei yang kredibel bukan saja bisa memotret perkembangan rasionalitas politik pemilih, tetapi juga menolong banyak orang untuk menentukan pilihan yang kompatibel dengan akal sehat.

Inilah barangkali yang menjadi salah satu sisi dari ungkapan SBY tentang era politik akal sehat. Cara berpikir sederhana pun, asalkan tidak bengkok, bisa menjelaskan dan menerima realitas mengapa pemilu 2009 menghasilkan wajah politik seperti sekarang ini. Akal sehat juga bisa mencandra dan mencerna bagaimana proses pemungutan dan penghitungan suara berjalan sejak dari TPS-TPS sampai pada hasil rekapitulasi akhir di KPU. Ada kekurangan, tetapi tidak ada kecurangan yang disengaja. Apalagi untuk tujuan memenangkan pasangan calon tertentu.

Lantas, dari manakah asal gugatan adanya lebih dari 28 juta suara digelembungkan untuk pasangan SBY-Boediono? Dari mana pula statemen bahwa telah terjadi kecurangan secara masif dan sistematis? Belum lagi dengan permintaan untuk pilpres ulang. Agaknya, kita harus bekerja keras untuk membedakan pernyataan politik, kelakar atau kelanjutan dari kekecewaan yang tak tertanggung. Untuk menjaga mutu dan kehormatan urusan di MK, termasuk yang dinyatakan kepada publik, sebaiknya akal sehat dipertimbangkan dengan serius. Kecuali kita hanya ingin bergaduh dan berkelakar. Wallahu a`lam

Wednesday, July 22, 2009

Mau Jadi Menterinya SBY..., Simak Empat Kriteria Ini!

JAKARTA, KOMPAS.com - Walau proses pemilu pemilihan presiden (pilpres) belum selesai, dengan keunggulan SBY-Boediono untuk sementara, banyak kalangan ingin tahu kebijakan SBY dalam menyusun kabinetnya. Mirip tatkala melontarkan syarat bagi calon wakilnya untuk maju dalam pertarungan pilpres, kali ini SBY pun mengajukan kriteria bagi anggota kabinetnya sewaktu ia benar-benar menang dan dilantik menjadi presiden RI, kelak.

Ketua Bidang Politik Partai Demokrat Anas Urbaningrum menuturkan ada empat kriteria bagi siapapun yang dianggap layak oleh SBY menjabat menteri atau pejabat setingkat menteri. Kriterianya adalah orang tersebut harus memiliki kecakapan, integritas, loyalitas pada tugas, dan bisa membentuk team work yang baik yakni seirama dengan sistem presidensial yang hendak ditegakkan oleh SBY. "Sekalipun dari parpol tetap harus memenuhi kriteria tersebut," kata Anas pada Kompas.Com, Rabu (22/7).

Lebih lanjut, Anas mengatakan urusan kabinet secara penuh diserahkan kepada presiden terpilih. "Kita beri kebebasan dan keleluasaan penuh sesuai dengan sistem presidensial yang ada kaidah hak prerogatif itu untuk memilih para pembantu yang terbaik," tutur Anas.

Oleh karena itu, tambahnya, pemilihan para pembantu presiden tidak berdasarkan titipan atau rekomendasi partai politik termasuk kesembilan belas koalisi partai yang mengusung pasangan SBY-Boediono. "Jadi saya kira tidak ada rekomendasi-rekomendasilah ya. Kontrak politik ada, tapi itu isinya platform dan agenda kerja. Presiden terpilih sudah tahu semua tokoh-tokoh terbaik yang cocok yang bisa membantu tugas presiden," kata Anas.

Terkait dengan hal tersebut, Anas mengaku di Partai Demokrat belum ada pembicaraan soal kabinet. Mereka berkomitmen tidak bicarakan kabinet. "Kami serahkan penuh pada presiden terpilih," ucap Anas.

Salah satu bukti SBY akan memegang empat kriteria dalam menyaring para pembantunya, terang Anas adalah ketika SBY memilih Boediono sebagai wakilnya. Menurut hematnya, itu sebuah terobosan. "Logikanya bukan logika politik, kabinetnya itu bukan kabinet politik tapi kabinet kerja. Membantu presiden agar pemerintahan berjalan efektif," pungkas Anas

Anas: SBY Intip Menteri Oktober

INILAH.COM, Jakarta - Sampai saat ini susunan menteri dalam kabinet SBY-Boediono masih belum dirancang karena beberapa hal penting masih belum selesai. Sebagai presiden terpilih, SBY baru akan membagi-bagikan jatah menteri pada Oktober mendatang.

"Pak SBY punya waktu panjang untuk mnyusun kabinet. Saat ini kan beliau masih akan fokus untuk menuntaskan tugas-tugas dengan Pak JK, ya paling cepat bulan Oktober mulai di lihat-lihat oleh Pak SBY," kata Ketua DPP PD Anas Urbaningrum kepada INILAH.COM di Jakarta, Kamis (23/7).

Maka kabar susunan kabinet menteri yang selama ini sudah beredar luas, diyakini tidak benar. Anas mengatakan, saat ini SBY belum melakukan pembicaraan dengan siapapun terkait jatah kursi menteri dalam kabinetnya kelak.

"Urusan kabinet kita serahkan penuh ke presidn terpilih, kita berikan kekuasan penuh. Beliau kan punya kaidah hak prerogaitif menentukan," ujarnya.

Menurutnya, kriteria calon menteri yang bakal dibidik SBY itu pasti terbaik dan sosok yang punya kecakapan. Dari mulai kecakapan dalam segi loyalitas kepada tugas-tugas yang akan diemban.

"Kami tidak ada rekomendasii-rekomendasi dari kami, itu sepenuhnya hak presiden terpilih. Lagi pula proses pelaksanaan pilpres kan belum selesai, kita masih menunggu hasil rekap manual dari KPU," tandasnya. [ikl/ana]

Demokrat Upayakan Konsolidasi Pasca Pilpres

Kapanlagi.com - Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mengatakan, Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Demokrat di Jakarta, Rabu (22/07), bertujuan mengevaluasi pelaksanaan dan target Pilpres 2009.

"Selain itu, kami berupaya melakukan konsolidasi pasca pilpres dan pendalaman kasus-kasus pelanggaran dan kecurangan, meskipun telah menyerahkan dan mempercayakan masalah ini kepada lembaga yang berwenang," ungkapnya di Jakarta, Rabu (22/07).

Anas Urbaningrum juga mengungkapkan, dalam Rakornas Partai Demokrat itu, akan ada pembekalan dari Ketua Umum DPP Partai demokrat Hadi Utomo dan Ketua Dewan Pembina, Susilo Bambang Yudhoyono.

Khusus menyangkut upaya pendalaman kasus-kasus pelanggaran dan kecurangan pilpres, menurutnya, hal itu akan dilakukan secara detail, dan nantinya akan ada tim khusus untuk menindaklanjutinya.

Sedangkan menyangkut evaluasi target pilpres, lanjutnya, amat berkaitan dengan beberapa dinamika politik yang terus berkembang, termasuk menyangkut penguatan koalisi.

"Kami memang harus terus melakukan konsolidasi, agar bisa melahirkan suatu format politik yang semakin bagus ke depan," kata eks Ketua Umum PB HMI ini yang digadang-gadang oleh partainya untuk menjadi Ketua DPR RI periode mendatang.

Anas Urbaningrum juga mengharapkan, berbagai pelanggaran dan kecurangan dalam Pilpres 2009 bisa dituntaskan menurut aturan yang berlaku.

Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Hadi Utomo mengatakan, Rapat Koordinasi Nasional itu akan membahas tiga agenda utama yaitu konsolidasi partai, evaluasi mengenai kinerja Partai Demokrat, dan menyusun berbagai program partai ke depan dalam rangka membesarkan dan memajukan Partai Demokrat.

Rakornas yang mengangkat tema "Evaluasi dan Konsolidasi Pasca Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden" itu rencananya akan dihadiri sekitar 150 orang pengurus partai, baik dari pusat maupun daerah. (kpl/bee)

Rakornas Demokrat Bahas Kecurangan Pemilu 2009

Jakarta, beritabaru.com - Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Demokrat di Jakarta, Rabu (22/7), bertujuan mengevaluasi pelaksanaan dan target Pilpres 2009. Rakornas akan diisi pembekalan dari Ketua Umum Hadi Utomo dan Ketua Dewan Pembina, Susilo Bambang Yudhoyono.

"Selain itu, kami berupaya melakukan konsolidasi pasca-pilpres dan pendalaman kasus-kasus pelanggaran dan kecurangan, meskipun telah menyerahkan dan mempercayakan masalah ini kepada lembaga berwenang," kata Anas Urbaningrum di Jakarta, Rabu.

Khusus menyangkut upaya pendalaman kasus-kasus pelanggaran dan kecurangan pilpres, Anas mengatakan, akan dilakukan secara detil. Akan ada tim khusus untuk menindaklanjutinya.
Anas mengharapkan, berbagai pelanggaran dan kecurangan dalam Pilpres 2009 bisa dituntaskan menurut aturan yang berlaku.Soal evaluasi target pilpres, berkaitan dengan beberapa dinamika politik yang terus berkembang, termasuk menyangkut penguatan koalisi.

"Kami memang harus terus berkonsolidasi, agar bisa melahirkan suatu format politik yang semakin bagus ke depan," kata eks Ketua Umum PB HMI yang digadang-gadang partainya untuk menjadi Ketua DPR periode mendatang.

Sebelumnya, Hadi Utomo mengatakan, Rapat Koordinasi Nasional itu akan membahas tiga agenda utama yaitu konsolidasi partai, evaluasi kinerja Partai Demokrat, dan menyusun berbagai program partai ke depan dalam rangka membesarkan dan memajukan partai.

Rakornas yang mengangkat tema "Evaluasi dan Konsolidasi Pasca Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden" itu rencananya dihadiri sekitar 150 orang pengurus partai, baik dari pusat maupun daerah. (*).

Rakornas PD Tak Bahas Calon Ketua DPR

(detik.com) Jakarta - Sebagai partai politik yang memperoleh suara terbanyak dalam Pileg 2009, Partai Demokrat (PD) berhak menduduki kursi Ketua DPR-RI. Siapa kader yang pantas di pos penting itu, Rakornas PD tidak membahasnya.

Demikian dikatakan Ketua Umum PD Hadi Utomo saat menjawab pertanyaan tentang bakal calon ketua DPR. Hal ini disampaikan seusai membuka Rakornas PD, Rabu (22/7/2009), di PRJ Kemayoran, Jakarta.

"Masalah tersebut dibahas secara internal nanti, bukan sekarang," ujar Hadi.

Berdasar hitungan sementara dari KPU, PD akan menempatkan kadernya di parlemen untuk periode 2009-2014 sebanyak sekitar 150 kursi. Jumlah ini sangat berpeluang untuk mendudukkan kader PD sebagai ketua DPR jika sistem yang diatur dalam susduk DPR bersifat proporsional.

"Itu dibahas intern karena bagaimana pun posisi itu merupakan kepanjangan partai," sambung Hadi.

Ajang Rakornas PD ini tidak lepas dari kasak-kusuk para caleg terpilih terkait bursa bakal calon ketua DPR. Salah seorang caleg terpilih menyatakan ada dua nama kader utama PD yang mencuat, yakni E.E. Mangindaan dan Anas Urbaningrum.

"Dari kami yang muda-muda, jagokan Mas Anas. Tapi yang senior lebih ke sosok Pak Mangindaan," ujar caleg muda yang meminta namanya tidak disebutkan itu.

( lh / yid )

Partai Demokrat Evaluasi Target Pilpres

Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mengatakan, Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Demokrat di Jakarta, Rabu, bertujuan mengevaluasi pelaksanaan dan target Pilpres 2009.

"Selain itu, kami berupaya melakukan konsolidasi pasca pilpres dan pendalaman kasus-kasus pelanggaran dan kecurangan, meskipun telah menyerahkan dan mempercayakan masalah ini kepada lembaga yang berwenang," ungkapnya di Jakarta, Rabu.

Anas Urbaningrum juga mengungkapkan, dalam Rakornas Partai Demokrat itu, akan ada pembekalan dari Ketua Umum DPP Partai demokrat Hadi Utomo dan Ketua Dewan Pembina, Susilo Bambang Yudhoyono.

Khusus menyangkut upaya pendalaman kasus-kasus pelanggaran dan kecurangan pilpres, menurutnya, hal itu akan dilakukan secara detil, dan nantinya akan ada tim khusus untuk menindaklanjutinya.

Sedangkan menyangkut evaluasi target pilpres, lanjutnya, amat berkaitan dengan beberapa dinamika politik yang terus berkembang, termasuk menyangkut penguatan koalisi.

"Kami memang harus terus melakukan konsolidasi, agar bisa melahirkan suatu format politik yang semakin bagus ke depan," kata eks Ketua Umum PB HMI ini yang digadang-gadang oleh partainya untuk menjadi Ketua DPR RI periode mendatang.

Anas Urbaningrum juga mengharapkan, berbagai pelanggaran dan kecurangan dalam Pilpres 2009 bisa dituntaskan menurut aturan yang berlaku.

Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Hadi Utomo mengatakan, Rapat Koordinasi Nasional itu akan membahas tiga agenda utama yaitu konsolidasi partai, evaluasi mengenai kinerja Partai Demokrat, dan menyusun berbagai program partai ke depan dalam rangka membesarkan dan memajukan Partai Demokrat.

Rakornas yang mengangkat tema "Evaluasi dan Konsolidasi Pasca Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden" itu rencananya akan dihadiri sekitar 150 orang pengurus partai, baik dari pusat maupun daerah. (*)

Rakornas PD Bahas Langkah ke Depan

(matanews.com) Partai Demokrat menggelar Rapat Koordinasi Nasional hari ini Rabu, di Jakarta. Menurut keterangan Anas Urbaningrum, Ketua Bidang Politik DPP Partai Demokrat, Rakornas akan membahas konsolidasi partai paska pilpres, perumusan langkah-langkah ke depan Partai Demokrat, dan perbaikan-perbaikan yang harus ditempuh.

Namun ketika didesak perbaikan-perbaikan yang dimaksud, Anas Urbaningrum tidak memberi jawaban yang pasti. “Ya itu yang akan dibahas dalam Rakornas,” ujar Anas saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Anas juga menambahkan, dalam Rakornas kali ini mungkin juga akan ada pendalaman terhadap kasus-kasus kecurangan yang merugikan bagi Partai Demokrat. “Walaupun sudah kita sampaikan kepada institusi yang berwenang, nanti juga akan dibahas di Rakornas,” kata Anas.

Ketika ditanya apakah akan ada pembahasan mengenai struktur kepemimpinan Partai Demokrat, Anas hanya menjawab,”belum itu, memang bukan agendanya”.

Rakornas yang tadinya dijadwalkan tanggal 21 Juli ini, digelar di Ruang Semeru, Gedung Jakarta International Expo lantai 6. Rakornas rencananya akan dibuka pada pukul 15.00 WIB, dan akan langsung menggelar rapat sampai malam nanti.

Anas juga menambahkan bahwa Rakornas akan dimulai dengan arahan dari Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

Rakornas Partai Demokrat bertema “Evaluasi dan Konsolidasi Pasca Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden” ini akan dihadiri sekitar 150 perserta, baik unsur pimpinan Partai Demokrat dari daerah dan pusat.(*z/rik)

PD Rakornas, Bahas Evaluasi Pilpres

(republika.co.id) JAKARTA -- Partai Demokrat (PD) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (rakornas), Rabu (22/7) di Arena Pekan Raya Jakarta. Ketua Dewan Pembina PD, Susilo Bambang Yudhoyono akan membuka Rakornas pada Rabu sore.

Rakornas PD membahas sejumlah hal, seperti konsolidasi partai pascapemilihan presiden 2009, mendalami pelanggaran dan kecurangan yang merugikan PD serta pasangan SBY - Boediono, dan evaluasi pilpres.

Ketua DPP PD, Anas Urbaningrum, membantah ada agenda Rakornas seperti kemungkinan bergabungnya PArtai Golkar ke PD di DPR, ataupun proyeksi kepemimpinan PD lima tahun ke depan. Semestinya Rakornas PD mulai Senin (21/7). Namun akhir pekan lalu, usai ledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton Jakarta, rencana ini diundur.

PD adalah 'double winner' pemilu di Indonesia. Partai yang mengkultuskan SBY ini menang Pemilu Legislatif dan Pilpres 2009. Di DPR, PD menempatkan 148 kadernya di kursi dewan. Bersama sejumlah parpol seperti PKS, PAN, PKB, dan PPP, mereka menjadi 'penguasa' suara.

Begitu juga di Pilpres. Meski tabulasi suara di Komisi Pemilihan Umum belum berakhir, capres usungan PD SBY - Boediono unggul telak atas Megawati Soekarnoputri - Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla Wiranto. PD mengklaim, kemenangan di DPR dan menguasai pemerintah tidak akan membuat proses 'check and balances' jalannya roda pemerintahan terganggu. (evy/rin)

Evaluasi Pilpres, PD Gelar Rakornas

(detik.com) Jakarta - Partai Demokrat (PD) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) untuk mengevaluasi pelaksanaan Pilpres dalam menggalang dukungan untuk SBY-Boediono. Dalam acara ini, SBY akan memberikan pembekalan pada petinggi PD.

Rakornas akan digelar di Jakarta Expo Centre, Pekan Raya Jakarta (PRJ) , Rabu (22/7/2009). Acara tersebut akan ditutup hari ini juga.

"Agenda Rakornas untuk mengevaluasi pelaksanaan dan target Pilpres, " ujar Ketua DPP PD, Anas Urbaningrum, dalam pesan singkat kepada detikcom,

Selain itu, dalam Rakornas itu juga akan dibahas mengenai dugaan pelanggaran pemilu yang gencar dilaporkan melibatkan PD. Anas mengaku menyerahkan proses hukum pelanggaran pemilu kepada pihak berwajib.

"Konsolidasi ulang pasca Pilpres dan pendalaman kasus-kasus pelanggaran dan kecurangan, meskipun telah menyerahkan dan mempercayakan kepada lembaga yang berwenang," kata Anas.

Ketua Dewan Pembina PD SBY akan memberikan bekal kepada struktur PD. "Selain ada pembekalan dari ketua umum, juga akan ada pembekalan dan arahan dari ketua dewan pembina," pungkasnya.

( van / iy )

Tuesday, July 21, 2009

Pos Menteri Pendidikan, Jatah Parpol atau Ormas?

(jawapos.co.id) Salah satu pos menteri strategis adalah menteri pendidikan nasional. SBY harus memilih sosok yang sangat kompeten untuk menempati pos itu dalam kabinet mendatang.

---

Konstitusi secara tegas menyebutkan anggaran pendidikan 20 persen. Bila kita merujuk kepada APBN sekarang yang sekitar Rp 1.000 triliun, maka anggaran pendidikan mencapai angka Rp 200 triliun. Angka ini terbesar jika dibandingkan dengan angka di pos lain seperti infrastruktur, pertahanan, atau kesehatan.

Sosok yang bakal menduduki pos Mendiknas sudah muncul sebelum pilpres. Saat membangun koalisi, PKS yang menjadi mitra utama pernah dikabarkan memasang bargaining untuk mendapatkan posisi menteri yang mengurus masalah pendidikan itu. Permintaan kursi Mendiknas tersebut disebut-sebut terjadi dalam lobi terakhir PKS.

Beberapa nama tokoh PKS seper­ti Irwan Prayitno (ketua Komisi X DPR, yang menangani bidang pen­didikan) dan mantan Presiden PKS Hidayat Nur Wahid pernah disebut-sebut beberapa sumber sebagai sosok yang cocok dengan pos itu.

Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq yang dihubungi kemarin membantah pihaknya telah memberikan tekanan kepada SBY dengan meminta pos Mendiknas. ''Ah, itu hanya spekulasi di luar saja. PKS siap membantu pemerintahan di pos mana pun yang dipercayakan SBY,'' kata Mahfudz.

Menurut dia, sebaiknya jabatan Mendiknas tidak ditradisikan untuk menjadi jatah kelompok sosial tertentu. Dalam tiga kabinet terakhir, Mendiknas selalu dijabat kader Muhammadiyah. Pada era Gus Dur, pos itu ditempati Yahya Muhaimin (dosen UGM/Muhammadiyah). Pada zaman Megawati, Mendiknas dijabat Malik Fadjar, dan pada era SBY ini, Mendiknas dijabat Bambang Soedibyo.

''Setiap jabatan politik berhak diduduki siapa pun selama dia punya kompetensi dan diinginkan presiden,'' kata Mahfudz di Jakarta, kemarin (20/7).

Dalam pandangan Mahfudz, fakta diberikannya posisi Mendiknas kepada kader Muhammadiyah selama sepuluh tahun terakhir ini sekadar ''kebetulan politik'' yang terjadi berulang-ulang.

Fenomena serupa, imbuhnya, muncul di posisi menteri agama yang umumnya dijabat kader NU. ''Semua itu hanya kebetulan politik, bukan desain atau keharusan politik. Tidak ada satu pun hal yang mendasarinya,'' tegas Mahfudz yang juga ketua FPKS di DPR tersebut.

Apakah itu berarti Mendiknas ke depan tidak harus dari kalangan Muhammadiyah? ''Siapa yang nanti mengisi, saya kira, kembali kepada hak prerogatif presiden.''

Pandangan senada juga disampaikan Ketua DPP PPP Lukman Hakim Syaifuddin. Menurut dia, tidak pernah ada tradisi posisi Mendiknas harus diisi kader Muhammadiyah. ''Kalau saya boleh bilang, itu faktor kebetulan saja,'' katanya.

''Kalau diambil dari Muhammadiyah, (itu) bagus-bagus saja. Tapi, tidak harus. Kalau sampai dibakukan, itu sangat tidak sehat. Yang penting profesional,'' imbuh putra mantan Menteri Agama KH Syaifudin Zuhri itu.

Menurut Lukman, praktik politik harus terus diarahkan kepada penguatan sistem presidensial. Termasuk dalam penyusunan kabinet. Kewenangan sepenuhnya berada di tangan presiden. Seorang menteri, yang penting, memiliki kemampuan dan menguasai bidangnya.' 'Soal latar belakangnya dari mana, itu faktor yang kesekian,'' kata Lukman yang juga ketua FPPP di DPR itu.

Dia menambahkan, menteri merupakan jabatan politik, bukan karir. Karena itu, proses rekrutmennya mau tidak mau juga berbasis politik. ''Bukan hanya soal profesionalitas dan kapasitas yang akan ditimbang-timbang, tapi macam-macam,'' jelasnya.

Kabinet Kerja

Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, SBY igin membangun kabinet kerja, bukan kabinet politik, bukan pula kabinet representasi ormas. Pertimbangan utama tetap pada kecakapan, integritas, dan loyalitas menteri yang akan direkrut.

''Bahwa biasanya Mendiknas dari kalangan Muhammadiyah atau Menteri Agama dari kultur NU, itu juga bukan kebiasaan yang buruk,'' kata Anas di Jakarta kemarin (20/7). Menurut dia, 'wajah masyarakat' biasanya juga menjadi salah satu pertimbangan. Tapi, itu tidak berlaku mutlak.''Nah, apakah yang sudah menjadi mirip tradisi itu terus berlanjut, kami serahkan kepada presiden terpilih,'' ujar mantan ketua umum PB HMI itu.

Anas menyebut SBY pasti memiliki kearifan dan pertimbangan matang untuk memilih para pembantunya. Meski begitu, Anas menambahkan, SBY masih menunggu penghitungan suara KPU sampai penetapan hasil. (pri/tof)

Sunday, July 19, 2009

Kriteria Kandidat Menteri dan Cawapres SBY Sama

JAKARTA (jawapos.com) - Para politikus dan profesional yang berambisi menjadi menteri dalam kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus menyelami kriteria tertentu. Bocoran dari tim kampanye nasional SBY, kriteria calon menteri pada 2009-2014 tidak jauh berbeda dari lima kriteria saat capres SBY menyeleksi cawapresnya.

''Saya yakin cara berpikir Pak SBY dalam menentukan cawapres akan dilanjutkan dalam memilih menteri kabinet. Semangat yang kami tangkap, logika itu yang akan diteruskan,'' kata anggota tim kampanye nasional SBY-Boediono yang juga Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Jakarta kemarin (16/7).

Saat memilih cawapres, SBY mengumumkan lima kriteria. Di antaranya, calon pendamping capres incumbent itu harus memiliki integritas kepribadian yang baik yang ditandai oleh kekuatan moral, termasuk moral berpolitik. Mereka juga harus memiliki kapabilitas serta loyalitas kepada presiden sebagai kepala pemerintahan, bukan sebagai pribadi. Yang tak kalah penting, mampu meningkatkan kekukuhan dan efektivitas koalisi yang terbangun pada pemerintahan serta secara pribadi bisa diterima masyarakat luas.

Menurut Anas, SBY akan menyeleksi ketat kandidat pembantunya dalam kabinet. Dengan mandat hasil pilpres, SBY tentu memiliki komitmen kuat agar kabinet yang dibentuk ke depan lebih baik dan efektif. Bagaimanapun, periode kedua adalah perio­de terakhir SBY yang tidak mungkin disia-siakan untuk mencatatkan hasil kerja yang baik bagi rakyat dan bangsa secara luas.

Sebagaimana pernah ditegaskan SBY saat deklarasi di Gedung Sabuga, Bandung, beberapa waktu lalu, menurut Anas, kabinet mendatang ditampilkan sebagai kabinet kerja, bukannya kabinet politik seperti saat ini.

Dia mengakui, belakangan ada desakan agar SBY juga membentuk kabinet ahli. Namun, kata dia, desakan itu kurang realistis. Mengingat, dalam sistem multipartai dan sistem presidensial tidak penuh seperti saat ini, tidak mungkin memunculkan pemenang tunggal mayoritas, sehingga mewajibkan semua parpol untuk berkoalisi. (did/pri/jpnn/agm)

Friday, July 17, 2009

Anas: SBY Tidak Politisasi Bom

(matanews.com) Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum membantah tudingan yang dialamatkan kepada Presiden SBY telah mempolitisasi ledakan bom di kawasan Kuningan, Jakarta, terkait keterangan SBY soal bom itu kemarin.

Menurut Anas, pernyataan SBY hanya merefleksikan kemarahan kepada terorisme yang jelas-jelas amat merusak kerja keras yang dibangun bersama selama bertahun-tahun. “Dengan dampak yang sangat luas dari pemboman ini, wajar jika Presiden mengungkapkan kemarahannya dan meminta agar pelaku teror bom itu diusut setuntas-tuntasnya,” ujar Anas di Jakarta, Sabtu (18/7).

Presiden Yudhoyono dalam pernyataan mengenai pemboman itu Jumat (17/7) juga memaparkan adanya laporan intelijen mengenai rencana sekelompok teroris yang akan melakukan tindakan kekerasaan dan melawan hukum untuk menolak hasil Pemilu 2009.

“Akan ada rencana pendudukan KPU pada saat hasil pemungutan suara, ada pernyataan akan ada revolusi kalau SBY menang, kita bikin Indonesia seperti Iran, dan terakhir ada pernyataan bagaimanapun SBY tidak boleh dan tidak bisa dilantik,” kata SBY.

Pernyataan yang seakan-akan menghubung-hubungkan peristiwa pemboman dengan hasil pilpres disesalkan berbagai pihak terutama pesaing SBY dalam pilpres yaitu Jusuf Kalla dan Megawati Soekarnoputri.

Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati dalam jumpa pers di kediamannya meminta agar ledakan bom di kawasan Mega Kuningan, jangan dipolitisasi dengan mengaitkannya dengan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2009.

“Saya meminta semua pihak termasuk pemerintah untuk tidak mempolitisasi dan memperkeruh suasana dengan mengkaitkan aksi itu dengan pelaksanaan Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden,” katanya.

Sedangkan JK juga menepis anggapan kalau pemboman itu terkait dengan hasil pilpres 8 Juli lalu. “Ini tak ada hubungan sama sekali (dengan pilpres), yang ngebom pasti direncanakan jauh sebelumnya berbulan-bulan. Kalau pilpres kan baru dua minggu lalu,” kata Wapres.

Anas menambahkan bahwa perkataan Presiden yang menyinggung hasil pilpres itu justru sebagai upaya untuk memacu pihak Kepolisian untuk bekerja lebih cepat dan trengginas. (*Bo/an)

Tim SBY: Jangan Rusak Kegembiraan Rakyat

(detik.com) Jakarta - Pelampiasan rasa tidak puas terhadap hasil dan pelaksaan tahapan Pilpres 2009 hendaknya tidak perlu berlebih-lebihan. Jangan sampai merusak kegembiraan rakyat atas proses politik nasional yang berlangsung damai dan tertib itu.

Demikan tanggapan Ketua DPP PD Anas Urbaningrum atas hasil jajak pendapat terbaru LSI yang menyebut 80% masyarakat menilai Pilpres 2009 berlangsung jujur dan adil. Tanggapan disampaikannya melalui telepon petang ini, Kamis (16/7/2009).

"Jangan berlebih-lebihan karena tidak puas. Jika pro rakyat, mari dengarkan suara dan pandangan rakyat," ujar dia.

Secara faktual seluruh pelaksanaan tahapan Pilpres 2009 berlangsung aman, tertib, lancar dan damai. Bagi rakyat, fakta ini merupakan indikator kuat bahwa kompetisi pemilihan calon Presiden RI 2009-2014 yang jujur dan adil.

Di dalam setiap proses politik, memang sering terjadi perbedaan pandangan antara rakyat dengan kalangan elit politisi. Menurut Anas, apa yang jadi pandangan rakyat lebih bisa dijadikan pedoman karena pasti terkait dengan realitas.

Sebaliknya tidak demikian dengan pandangan elit politisi. Apa yang menjadi pandangan kalangan politisi yang sudah pasti berangkat dari kepentingan politik pribadi dan partai politik yang menjadi afiliasi masing-masing.

"Karenanya kami menyarankan agar pihak-pihak yang masih menyoal pilpres agar bertindak proprorsional. Jika ada dugaan kecurangan dan pelanggaran, mari diproses lewat lembaga dan mekanisme yang diatur UU," sambung mantan anggota KPU ini.

Lebih lanjut Anas menyatakan pihaknya mengambil sikap demikian. Segala laporan temuan tindak pelanggaran Pemilu 2009 disalurkan tim kampanye daerah masing-masing ke jalur hukum melalui mekanisme yang sudah ditentukan.

"Termasuk tindak penganiayaan terhadap anggota tim di Way Kanan, Lampung," pungkasnya.
( lh / mad )

Anas : Tidak Boleh Gentar Melawan Kaum Teroris

Jakarta (ANTARA) - Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, di Jakarta, Jumat, menyatakan semua pihak tidak boleh gentar melawan kaum teroris, apalagi kalah menghadapinya.

"Kita harus kompak dan bersatu. Dan kami minta Pemerintah dan aparat keamanan untuk menemukan dalang dan pelaku `teror bom Jakarta`, serta mengadili dan menghukum dengan hukuman yang berat dan adil," katanya menanggapi ledakan bom di Hotel JW Mariott dan Ritz Carlton yang mengakibatkan sembilan korban tewas dan puluhan luka-luka.

Anas Urbaningrum atasnama partainya juga meminta kepada semua pihak untuk tetap tenang dan waspada, tidak mudah terpancing dengan rumor serta spekulasi yang bisa merusak persatuan nasional.

"Mari kita percayakan kepada aparat keamanan dan hukum untuk menyelidiki dan memproses dengan tuntas. Hukum harus ditegakkan secara tegas dan adil," tegasnya.

Partai Demokrat Mengutuk Atasnama partainya, Anas Urbaningrum juga mengutuk keras terjadinya peristiwa pemboman di kawasan `Mega Kuningan` tersebut`.

"Bagi kami, dalang dan pelakunya itu adalah telah melakukan kebiadaban yang nyata dan tindakan perlawanan telanjang terhadap kemanusiaan," tandasnya.

Anas Urbaningrum juga menyatakan, tidak ada alasan apa pun yang bisa membenarkan terorisme dan tindakan keji lainnya dengan memandang enteng jiwa orang lain.

"Hanya ketidakwarasan yang bisa bersahabat dengan kekerasan dan terorisme," ujar Anas Urbaningrum lagi.

Pemerintah Didesak Ungkap Pelaku Peledakan

JAKARTA (SI) – Elite politik mendesak pemerintah mengungkap otak pelaku dibalik peledakan Hotel JW Marriott dan The Ritz Carlton.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono menyatakan, pemerintah harus mengungkap dugaan keterkaitan pelaku bom dengan jaringan teroris internasional ataupun kelompok lain. “Kami tak mendugaduga, aparat keamanan harus menuntaskan kasus ini.

Kami mengutuk keras pelaku pengeboman yang terjadi di kedua hotel itu yang telah menelan korban jiwa itu,” tegas Agung di Jakarta kemarin. Hal senada diungkapkan Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali. Menurut dia, aksi pengeboman itu merupakan tindakan biadab yang tak termaafkan. “PPP mengutuk keras kejadian ini.

Apa pun alasannya, pengeboman tak bisa dimaafkan,” kata Suryadharma kepada harian Seputar Indonesia (SI) di Jakarta kemarin. Karena itu, dia mendesak aparat kepolisian mengungkap pelaku kejahatan tersebut. Sebab, kata dia, pengeboman itu telah mencoreng muka Indonesia di mata dunia. Terlebih, Indonesia baru saja menggelar pesta demokrasi.

Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum menyatakan, aksi pengeboman merupakan kebiadaban yang nyata dan perlawanan terhadap kemanusiaan. Karena itu, dia meminta kepada pemerintah dan aparat keamanan untuk menemukan dalang dan pelakunya. Menurut dia, pelaku harus diberi hukuman yang seberat-beratnya. (ahmad baidowi)

Siap Sowan SBY, PD Hargai Prabowo

Jakarta (detik.com) - Pernyataan cawapres Prabowo Subianto yang bersedia menghadap Presiden SBY untuk berbicara soal keamanan negara dan terorisme pascaledakan di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton layak dihargai. Namun saat ini, hal yang menjadi prioritas utama adalah mengungkap tuntas kasus ledakan.

Demikian kata Ketua DPP PD Anas Urbaningrum tentang tanggapan Prabowo atas
pidato Presiden SBY. Hal ini dia sampaikan pada detikcom melalui telepon, Jumat (17/7/2009).

"Soal sowan itu hal yang baik. Silahturahmi bernilai positif," ujar dia.

Ledakan yang mengguncang kawasan Mega Kuningan, Jakarta, merenggut 8 korban jiwa dan enam puluhan orang luka-luka. Maka prioritas pemerintah saat ini adalah menemukan dan menangkap pelaku peledakan serta dalang yang ada di belakangnya.

Di dalam kaitan tersebut Presiden SBY menyampaikan pidatonya. Yaitu untuk
menegaskan agar rakyat mempercayakan proses hukum kasus tersebut pada aparat
yang berwajib.

"Statement SBY adalah pelecut agar aparat keamanan terpacu kerjanya," tandas Anas.

Sebelumnya cawapres Prabowo dalam keterangan pers menyatakan dirinya siap
menghadap pada Presiden SBY. Dirinya akan menegaskan bahwa meski berbeda
pandangan politik tapi berkomitmen kuat mendukung kuat mendukung pemerintah
dalam setiap upaya penegakan hukum, menjaga keamanan dan mempertahankan NKRI.

"Saya siap menghadap, sowan kepada bapak presiden. Dalam menghadapi terorisme kita mendukung pemerintah," kata Prabowo.

(lh/lrn)

Pidato SBY Bukan Politisasi Ledakan Bom

JAKARTA - Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya merefleksikan kemarahan kepada terorisme. Menurut Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, pernyataan yang dikeluarkan pascaledakan Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton bukanlah politisasi ledakan yang diduga merupakan aksi bom bunuh diri.

"Pernyataan SBY merefleksikan kemarahan kepada terorisme yang jelas-jelas amat besar daya destruktifnya," demikian ujar Anas dalam pesan singkatnya yang diterima okezone, Sabtu (18/7/2009).

Dia menjelaskan, kerja keras yang dibangun selama bertahun-tahun kembali rusak karena perilaku tidak waras dari para teroris. Menurut Anas, bangsa Indonesia harus bersatu melawan terorisme yang kembali mengganggu ketenangan bangsa.

"Wajar jika SBY dan kita semua marah, karena itulah harus segera diurus dengan setuntas-tuntasnya," ujarnya. (nov)

Kabinet 2009-2014 SBY prioritaskan profesional

Jakarta (Espos) Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menegaskan, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan lebih menggunakan pertimbangan profesionalitas dan bukan latar belakang partai.

”Kami yakin cara berpikir SBY seperti memilih Cawapres (Boediono) itu akan dilanjutkan dalam membentuk formasi kabinet,” ujar Anas dalam diskusi bertajuk Hitung-hitung jatah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7).
Seperti salah satu kalimat yang diucapkan SBY pada deklarasi di Sabuga, Bandung, kabinet adalah forum untuk bekerja, bukan berpolitik sendiri-sendiri. ”Boleh dikatakan kabinet yang dikatakan akan lebih tampil sebagai kabinet kerja bukan kabinet politik,” jelas Anas.

Oleh karena itu, dalam menyusun calon, SBY akan menetapkan syarat solid internal. Di antaranya adalah loyalitas dalam tugas, kecakapan dan keterampilan dalam menyampaikan hal-hal teknis di dalam program-program pemerintahan. Anas membayangkan, kabinet kerja yang akan diramu SBY akan mewakili partai dan kecakapan dari para calon anggota kabinet. ”Untuk merangkul itu tak terlalu sulit karena partai-partai mempunyai (kader) kecakapan dan profesional itu,” ujar Anas.
Anas menambahkan, SBY mempunyai wewenang untuk menyusun kabinet dari partai mana pun. Kendati partai koalisi akan lebih diutamakan, bukan berarti kader partai dari luar koalisi tidak bisa diikutsertakan.

”Misalkan kalau dengan Golkar bukan semata-mata tergantung pendirian SBY. Tapi juga terganggu sikap dan pendirian Golkar, jadi minimal dari kedua belah pihak,” jelas Anas.
Anas menegaskan, pemilihan menteri partai di luar partai koalisi bukan untuk menambah atau mengurangi jatah partai koalisi. Namun Anas enggan membocorkan siapa calon menteri terkait sebab menunggu hasil resmi Pilpres dari KPU.

Sementara kasak-kusuk yang beredar, Partai Golkar sudah disediakan dua kursi menteri. ”Dukungan untuk SBY tinggal ketok palu saja. Karena Agustus sudah pasti ada pergantian pucuk pimpinan Golkar. Ical (Aburizal Bakrie) sudah bisa dipastikan jadi ketua umum,” kata sumber di lingkungan Golkar.
Bila Ical menjadi ketua umum Partai Golkar, sudah pasti Partai Beringin itu akan menyokong SBY. Karena itu, Golkar sudah disediakan dua kursi bagi Parpol peraih 14,5 persen suara pada Pemilu legislatif 2009 itu.

Belum diketahui dua kursi menteri apa yang telah disediakan untuk Golkar. ”Yang jelas, dua calon menteri dari Golkar nanti ditunjuk Pak Ical,” jelas dia. Beberapa kader Golkar yang disebut-sebut menjadi calon menteri adalah Agung Laksono, Theo L Sambuaga, dan Muladi. Ketiga tokoh Golkar ini dikenal dari awal sebagai pendukung SBY.

Sementara Ketua DPP Golkar Priyo Budi Santoso mengatakan, selama ini Golkar merasa nyaman bekerja sama dengan SBY ataupun Partai Demokrat selama lima tahun pemerintahan ini. ”Figur SBY nyaman di mata kami.”
Menurutnya, duduk bersama-sama dengan Demokrat untuk mendukung pemerintahan adalah legal dan masuk akal karena tidak ada penghalang untuk itu. ”Karena psikologis Pilpres kemarin, Golkar tidak bisa menawarkan diri dalam kabinet. Tapi, saya bersedia untuk bergabung jika diajak dan itu halal,” ucapnya. Hingga kini Golkar belum memutuskan apakah akan oposisi atau merapat.

Pada bagian lain, PDIP diterpa isu yang beredar melalui SMS bahwa Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP Taufik Kiemas (TK) menginstruksikan agar PDIP merapat ke pemerintahaan SBY. Sekjen DPP PDIP Pramono Anung mengaku sudah mengetahui SMS itu. Namun dia menyatakan, SMS itu ngawur. Dalam SMS itu disebutkan alasan PDIP sebaiknya merapat ke pemerintah karena peran oposisi yang dijalankan PDIP selama lima tahun tidak efektif. - Oleh : dtc/Ant

Anas: Ekspresi Kemarahan, Bukan Politisasi

(detik.com) Jakarta - Pidato Presiden SBY yang seolah mengaitkan ledakan bom Marriot dan Ritz Carlton dengan Pilpres 2009, bukan tindak politisasi. Hal itu merupakan ekspresi kemarahan dan memacu aparat keamanan untuk menggulung jaringan kelompok teroris.

"SBY tidak politisasi pengeboman. Statemen itu merefleksikan kemarahan pada terorisme yang jelas-jelas amat besar daya rusaknya," ujar Ketua DPP PD Anas Urbaningrum melalui telepon, Jumat (17/7/2009).

Menurutnya rakyat Indonesia tentu sama marahnya seperti SBY atas peledakan bom yang merenggut 8 nyawa orang tidak berdosa tersebut. Kerja keras semua pihak selama bertahun-tahun untuk memulihkan keamanan nasional dan gerakkan ekonomi lima tahun terakhir jadi rusak gara-gara aksi terorisme itu.

"Karena itulah, harus segera diurus dengan setuntas-tuntasnya," sambung Anas.
(lh/asy)

Formasi Kabinet SBY 50:50

JAKARTA (SI) – Formasi kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terus digagas.Selain harus profesional,komposisi seimbang antara partai dan nonpartai dinilai bisa memuaskan semua pihak. Ketua DPP Partai Demokrat M Jafar Hafsah mengatakan, kabinet yang disusun nanti haruslah sesuai kebutuhan.

Menurut dia, kabinet itu mampu bekerja secara optimal, sehingga apa yang dijanjikan pada saat kampanye dulu bisa tercapai. “Jadi, ukuran kabinet itu jangan berdasarkan jumlah menteri.Kan itu sudah diatur dalam UU No 39/- 2008. Saya kira, jumlah yang sekarang itu masih sesuai. Masih belum waktunya ada perampingan.

Negara Indonesia ini kan besar, banyak hal yang memang harus diatur,”ungkap doktor lulusan IPB bidang pertanian dan pengelolaan wilayah ini. Dia mengatakan, agar kabinet bisa bekerja dengan baik, orang yang masuk nanti harus profesional, artinya menguasai bidangnya, baik dalam arti latar belakang keilmuan juga memiliki pengalaman praktik yang menunjang bidangnya nanti.

Jafar menyadari bahwa komposisi asal para profesional yang bakal mengisi kabinet nanti akan jadi salah satu hal yang mendapat sorotan banyak pihak.Terutama berkaitan dengan kontribusi yang diberikan oleh partai mitra koalisi Demokrat yang mengusung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono.

“Pertama yang harus disadari adalah urusan kabinet ini menjadi hak prerogatif presiden. Kalau saya dimintai pendapat bagaimana komposisinya yang ideal,saya kira yang paling adil adalah 50:50, separuh dari partai,separuh nonpartai.Asal semua yang diusulkan memenuhi syarat profesional itu,”katanya.

Dengan formasi itu, Jafar menilai kabinet yang akan datang akan lebih solid dan lebih optimal dalam bekerja. Kepentingan semua pihak akan terakomodasi dengan baik, konflik kepentingan akan lebih bisa ditekan, dan pada akhirnya tujuan besar untuk membuat rakyat lebih sejahtera akan lebih bisa dicapai.

“Kita tidak bisa mengesampingkan peran partai politik begitu saja. Mereka salah satu pilar dalam demokrasi.Mereka punya struktur dan konstituen yang besar. Partai politik juga memiliki sumber daya yang bagus,”katanya. Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Utomo mengatakan, SBY tentu akan menampung semua masukan yang terkait dengan pembentukan kabinet ke depan.

Terlebih SBY sudah punya pengalaman dalam membentuk kabinet pada 2004 lalu, sehingga akan lebih mudah untuk menentukan yang terbaik. Hadi menambahkan, kepentingan rakyat tentu akan jadi pedoman utama dalam penyusunan kabinet. Namun, SBY akan mempertimbangkan kepentingan partai politik mitra koalisi.

Sebab, pada dasarnya, semuanya memberikan jasa dalam mengantarkan kemenangan dalam Pilpres 2009 lalu. Soal sinyal Partai Golkar yang hendak masuk dalam koalisi Demokrat dan mendapat jatah kursi di kabinet, Hadi enggan berandaiandai. Hadi hanya mengatakan bahwa Demokrat masih membuka pintu bagi semua partai, sebab koalisi itu tidak hanya dibangun sebelum pilpres, tapi juga setelah pilpres.

“Untuk membangun bangsa yang lebih baik, semua elemen bangsa harus ikut terlibat. Dulu saya katakan, koalisi bukan hanya saat menjelang pilpres, tapi juga setelah pilpres,”katanya. Kalangan pengamat politik menilai pos penting dalam kabinet pemerintahan mendatang lebih baik diisi dari kalangan profesional dibanding perwakilan parpol.

Menurut pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris, kabinet akan bekerja lebih efektif jika banyak diisi kalangan profesional. Dia mengatakan, kalangan profesional harus mengisi pospos penting yang membutuhkan keahlian, seperti perekonomian, pertanian, pekerjaan umum, dan beberapa pos lainnya. Meski demikian, pihaknya menduga kalangan partai juga membidik pospos penting tersebut.

Dia mengakui jika efektivitas itu akan dibayar oleh tekanan dari parlemen. Sebab, partai politik pendukung tidak akan diam jika kader mereka tidak diakomodasi dalam kabinet nanti.“Tapi kalau banyak diisi politikus, kabinet itu tidak akan pernah bisa efektif juga. Sebab, peluang untuk direcoki di Senayan tetap sama,”katanya di Jakarta kemarin.

Hal itu diungkapkan Syamsuddin terkait Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jika ditetapkan sebagai pemenang pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Charta Politika Bima Arya Sugiharto memprediksi,SBY akan memaksimalkan sistem presidensial yang sedikit intervensi partai politik.

Karena itu,kemungkinan besar kabinet akan diisi oleh kalangan profesional.“Memang, parpol pendukung tetap akan diperhatikan. Tapi, parpol tidak bisa lagi melakukan tekanan politik agar kadernya diakomodir dalam kabinet,”kata Bima kepada SI kemarin. Pengajar di Universitas Paramadina ini menambahkan, dalam menyusun komposisi kabinet mendatang SBY-Boediono harus memerhatikan dua hal penting,yakni kualitas dan regenerasi.

Menurut dia, kualitas sangat penting karena para menteri bakal mengurusi persoalan bangsa. Sedangkan, regenerasi diperlukan untuk menyiapkan sumber daya manusia pada masa mendatang. “Kalau SDM sudah dipersiapkan mulai dari sekarang,maka ke depan akan mudah.Nah,anak-anak muda yang potensial layak diberi kesempatan agar punya pengalaman di birokrasi,” ungkapnya.

Ditanya mengenai siapa saja kalangan profesional yang memenuhi kualifikasi sebagai menteri, dia enggan membeberkan secara detail. Dia hanya menyebutkan bahwa lima orang moderator debat capres-cawapres beberapa waktu lalu layak duduk di kabinet.

Kelima orang tersebut yakni, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat, pengamat ekonomi Alviani,Ketua IDI Fachmi Idris, dan Dekan Fisipol UGM Pratikno.

Kabinet SBY Bukan Kabinet Politik

Dalam menyusun kabinet mendatang SBY akan fokus dalam menyusun kabinet yang berbasis kinerja. Sebab, di periode kedua pemerintahannya dia ingin membuat kerja pemerintahan lebih baik lagi. Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, atas alasan itulah kabinet yang akan disusun bukanlah kabinet hasil bagi-bagi kekuasaan politik.

“Kabinet mendatang adalah kabinet kerja, bukan kabinet politik,” kata Anas, saat diskusi Dialektika Demokrasi, di Gedung DPR,Jakarta,kemarin. Anas mengatakan, SBY ingin mencatat prestasi gemilang baik dirinya maupun lembaga kepresidenan. Karena itu, kabinet mendatang harus lebih efektif dan lebih baik dari saat ini.

Menurut dia,kabinet kerja ini sudah sering dikemukakan SBY, misalnya saat deklarasi di Bandung. Sementara, partai pendukung menyambut baik hal tersebut. Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir mengatakan, SBY sudah punya potret siapa saja kader PAN yang bakal direkrut menjadi pembantunya dalam kabinet nanti.

Atas dasar itu,dia menyerahkan semua keputusan itu kepada SBY. “Ini kan sistem presidensial. Presidenlah yang berhak memilih para pembantunya. Presiden tentu akan mengambil calon dari parpol maupun nonparpol.Untuk yang parpol, presiden terpilih tentunya sudah ada potret calon yang ada di partai tersebut,” katanya.

SBY, kata Soetrisno, sebagai presiden yang dipilih rakyat secara langsung, memiliki kekuatan untuk membentuk kabinet menteri yang profesional. Sebab, kata dia, kabinet inilah yang nantinya dapat membantu SBY membawa keluar Indonesia dari krisis keuangan global. Wasekjen DPP PKS Zulkieflimansyah mengatakan, kabinet mendatang memang harus memperhatikan kompetensi.

Dia mengatakan, dalam penyusunannya juga tidak bisa hanya memperhatikan kepentingan politik semata.“Koalisi ini kansejak awal memang dibangun untuk kerja bukan hanya untuk oportunisme kekuasaan saja,”tegasnya. ( helmi firdaus/ ahmad baidowi/ dian widiyanarko)

PKS Tantang Golkar Menjadi Oposisi

(korantempo.com) JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera berkeberatan Susilo Bambang Yudhoyono memasukkan kader Partai Golkar. Keberadaan menteri dari Partai Golkar dinilai mengesankan partai tersebut sangat pragmatis.

"Alangkah indahnya jika Golkar di pihak oposisi," kata Ketua PKS Zulkieflimansyah dalam diskusi “Menghitung Jatah Koalisi” di gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Zulkieflimansyah menampik anggapan bahwa tantangan Golkar menjadi oposisi menunjukkan kekhawatiran jatah menterinya di kabinet berkurang. Selama ini santer beredar kabar bahwa PKS membidik setidaknya empat kursi menteri di kabinet. "Bukan karena kami takut kehilangan kemewahan sebagai koalisi awal," kata dia.

Hingga kini Partai Golkar belum bersikap terhadap pemerintah Yudhoyono-Boediono, jika terpilih. Pasangan ini berdasarkan hasil hitung cepat mendapat suara lebih dari setengah suara sah. Yudhoyono-Boediono diperkirakan menang dalam satu putaran. Meski sampai kini KPU belum menetapkan calon terpilih.

Partai Golkar merupakan partai pengusung Jusuf Kalla-Wiranto. Saat ini ada pertentangan dua pendapat di lingkup internal Golkar. Sebagian elite Golkar menginginkan partainya beroposisi terhadap pemerintah. Mereka yang mendukung opsi ini menyorongkan Surya Paloh sebagai pengganti Kalla dalam musyawarah nasional yang dijadwalkan baru dilaksanakan pada medio Agustus nanti.

Sebagian elite Golkar lainnya menginginkan partai ini mendukung pemerintah. Mereka menyorongkan Aburizal Bakrie sebagai pengganti Kalla. Namun, sampai kini baru Yuddy Chrisnandi yang resmi direstui Jusuf Kalla sebagai calon penggantinya.

Ketua Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengatakan elite partainya masih bertarung antara kubu pendukung Yudhoyono dan kubu pendukung oposisi. "Terlalu pagi kalau kami memutuskan akan bertahan di pemerintahan atau menjadi oposisi," kata Priyo.

Menurut dia, saat ini Partai Golkar tak dalam posisi menawarkan diri bergabung ke pemerintah. Partai Golkar hanya menunggu tawaran dari Partai Demokrat.

Meski kehadiran Golkar dalam pemerintahan ditolak PKS, Demokrat merelakan kursi menteri diberikan kepada tokoh di luar koalisi pengusung Yudhoyono-Boediono. Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan kabinet tak harus diisi partai koalisi.

"Presiden terpilih punya hak mengambil kader di luar koalisi," kata dia. Anas mengatakan, dalam sistem presidensial, pembentukan kabinet menjadi hak mutlak presiden terpilih. Kader di luar koalisi bisa masuk kabinet jika presiden merasa tak cukup dengan kader dari koalisi.

Anas memastikan masuknya kader dari luar partai koalisi, jika ada, bukan dalam rangka mengurangi jatah kursi partai lain. Namun, kata dia, presiden bertujuan memperkuat sistem pemerintahan. Meski begitu, Anas menegaskan perlunya oposisi sebagai pengimbang.

Kabinet akan dipilih layaknya pemilihan calon wakil presiden saat Yudhoyono mencari pendamping. "Bukan kabinet politik," kata Anas. Ia mendukung kabinet berbasis profesional, walaupun dianggap tak realistis. "Kabinet kerja nanti meramu fungsi representasi partai di koalisi dan fungsi kecakapan," katanya. DWI RIYANTO AGUSTIAR

Kriteria Kandidat Menteri dan Cawapres SBY Sama

(jawapos.com) JAKARTA - Para politikus dan profesional yang berambisi menjadi menteri dalam kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus menyelami kriteria tertentu. Bocoran dari tim kampanye nasional SBY, kriteria calon menteri pada 2009-2014 tidak jauh berbeda dari lima kriteria saat capres SBY menyeleksi cawapresnya.

''Saya yakin cara berpikir Pak SBY dalam menentukan cawapres akan dilanjutkan dalam memilih menteri kabinet. Semangat yang kami tangkap, logika itu yang akan diteruskan,'' kata anggota tim kampanye nasional SBY-Boediono yang juga Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Jakarta kemarin (16/7).

Saat memilih cawapres, SBY mengumumkan lima kriteria. Di antaranya, calon pendamping capres incumbent itu harus memiliki integritas kepribadian yang baik yang ditandai oleh kekuatan moral, termasuk moral berpolitik. Mereka juga harus memiliki kapabilitas serta loyalitas kepada presiden sebagai kepala pemerintahan, bukan sebagai pribadi. Yang tak kalah penting, mampu meningkatkan kekukuhan dan efektivitas koalisi yang terbangun pada pemerintahan serta secara pribadi bisa diterima masyarakat luas.

Menurut Anas, SBY akan menyeleksi ketat kandidat pembantunya dalam kabinet. Dengan mandat hasil pilpres, SBY tentu memiliki komitmen kuat agar kabinet yang dibentuk ke depan lebih baik dan efektif. Bagaimanapun, periode kedua adalah perio­de terakhir SBY yang tidak mungkin disia-siakan untuk mencatatkan hasil kerja yang baik bagi rakyat dan bangsa secara luas.

Sebagaimana pernah ditegaskan SBY saat deklarasi di Gedung Sabuga, Bandung, beberapa waktu lalu, menurut Anas, kabinet mendatang ditampilkan sebagai kabinet kerja, bukannya kabinet politik seperti saat ini.

Dia mengakui, belakangan ada desakan agar SBY juga membentuk kabinet ahli. Namun, kata dia, desakan itu kurang realistis. Mengingat, dalam sistem multipartai dan sistem presidensial tidak penuh seperti saat ini, tidak mungkin memunculkan pemenang tunggal mayoritas, sehingga mewajibkan semua parpol untuk berkoalisi. (did/pri/jpnn/agm)

Perkuat Sistem Presidensial SBY Siapkan Kabinet Kerja

(mediaindonesia.com) PRESIDEN terpilih versi hitung cepat Susilo Bambang Yudhoyo no mempersiapkan kabinet yang lebih efektif dan produktif jika dibandingkan dengan kabinet 2004. Kabinet itu adalah kabinet kerja, bukan kabinet politik.

Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum menyampaikan hal itu, dalam diskusi bertajuk Menghitung Jatah Koalisi di Gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin.

Hadir dalam diskusi antara lain Ketua DPP PAN Totok Daryanto dan Wakil Sekjen PKS Zulkieflimansyah.

Menurut Anas, semangat Yudhoyono dalam menyusun kabinet adalah memperkuat sistem presidensial. Semangat inilah yang juga mengemuka ketika Yudhoyono memilih Boediono sebagai cawapres.

Dia menyebutkan bahwa logika agar sistem presidensial berjalan efektif akan digunakan SBY sebagai logika untuk menyusun kabinet. `'Oleh karenanya, kabinet itu disebut kabinet kerja bukan politik. Bahwa kabinet adalah forum untuk bekerja, bukan berpolitik sendirisendiri." Kabinet kerja tersebut, lanjut Anas, akan dibangun berbasis solidaritas, loyalitas, kecakapan, dan keterampilan dalam menyampaikan hal-hal teknis dalam program-program pemerintah.

Dia menyatakan, kabinet yang dibentuk Yudhoyono juga bukan kabinet ahli. Karena, tidak bisa dimungkiri bahwa kabinet yang dibentuk nanti merupakan produk koalisi. Representasi kader partai dalam kabinet itu, kata dia, hal yang mutlak.

Menurut Anas, itulah yang menjadi tantangan bagi Yu dhoyono untuk meramu antara fungsi representasi politik partai koalisi dan fungsi kecakapan dan profesionalisme serta kredibilitas para calon anggota kabinet.

Dia menambahkan, bahwa secara politik, presiden terpilih memiliki hak prerogatif untuk memilih `pembantunya' dari partai mana pun. Termasuk dari partai lain yang tidak tergabung dalam koalisi. Namun, kata Anas, hal itu tidak bisa semata-mata dari sikap dan pendirian presiden terpilih tapi juga bergantung pada sikap dan pendirian partai itu. "Misalnya saja, jika Pak SBY mau mengambil kader Golkar untuk masuk kabinet itu boleh-boleh saja, tapi keinginan ini tentu tidak bisa sepihak dari Pak SBY, tapi tergantung pada sikap dan pendirian Golkar." Dia menegaskan, bergabungnya partai lain seperti Golkar dan PDIP dalam koalisi yang dimotori oleh Partai Demokrat itu tidak dalam konteks menambah atau mengurangi `jatah' parpol koalisi. Melainkan, dalam kon teksagar kabinet bisa berjalan lebih efektif dan produktif.

Terkait dengan komposisi kabinet, Partai Demokrat dan seluruh partai koalisi, lanjut Anas, sepakat menyerahkan sepenuhnya hak penyusunan kepada presiden terpilih selaku formatur tunggal kabinet.
Penyusunannya disepakati setelah pengumuman resmi hasil pilpres oleh KPU.

Tidak elegan Sementara itu, terkait dengan sikap PKS yang dikesankan enggan jika Partai Golkar bergabung dalam koalisi, Zulkieflimansyah menegaskan, PKS tidak ingin dipersepsikan sebagai partai yang takut kehilangan kemewahan sebagai mitra koalisi awal.

Namun, dia mengakui bahwa bila Golkar jadi bergabung dalam koalisi akan menyebabkan cita-cita memperkuat sistem presidensial kandas. Karena, akan menyebabkan partai-partai yang berkoalisi dengan Partai Demokrat kehilangan mitra oposisi di parlemen.

"Maka, alangkah eloknya, untuk memperkuat sistem presidensial jika Golkar menjadi oposisi saja." Dihubungi terpisah, politikus muda Partai Golkar Ferry Mursyidan Baldan mengingatkan, sebagian elite Golkar tidak perlu mengesankan partai dalam posisi yang dilematis untuk menentukan sikap. "Jika kesan itu yang dikedepankan, mencerminkan adanya elite Golkar yang sedang tergoda menjadi bagian dari pemenang pilpres.'' Dia menyebut, sikap yang ingin merapat pada partai pemenang pilpres itu tidak sportif, dan tidak elegan, bahkan mengecewakan konstituen.

Namun, menurut dia, jika ada kader Golkar yang akan direkrut presiden terpilih, Ferry mengatakan itu penghormatan pada Golkar. Tapi, biarlah Ketua umum Jusuf Kalla yang berbicara dengan capres terpilih. (P-2) mayapuspita@ mediaindonesia.com

Tim SBY: Sejukkan dengan Langkah Hukum

Jakarta - Presiden SBY yang mengaitkan ledakan bom Marriott dan Ritz Carlton dengan Pilpres 2009 mendapatkan reaksi negatif. Sejumlah pihak menilainya sebagai politisasi dan menambah panas suasana menjelang pengumuman hasil final Pilpres 2009.

Lalu bagaimana cara menyejukkan kembali suasana?

"Langkah menyejukkan adalah segera menangkap sutradara dan aktor pemboman. Lebih cepat, lebih baik," jawab Ketua DPP PD Anas Urbaningrum pada detikcom, Jumat (17/7/2009).

Polisi saat ini masih mengumpulkan barang bukti di lapangan. Mantan anggota KPU ini minta agar rakyat mempercayakan proses hukum kasus yang menewaskan 9 orang tersebut hingga pengadilannya kelak kepada pihak berwenang.

"Kepada pemerintah dan aparat keamanan untuk menemukan dalang dan pelakunya serta mengadili dan menghukumnya dengan berat," sambung Anas.

(lh/iy)

Anas: Temukan Dalang Bom Marriott-Ritz!

INILAH.COM, Jakarta - Ledakan di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton membuat geram. Ketua DPP PD Anas Urbaningrum meminta agar aparat menemukan dalang dan pelakunya.

"Pemerintah dan aparat keamanan untuk menemukan dalang dan pelakunya, serta mengadili dan menghukum dengan hukuman yang berat dan adil," ujar Anas kepada INILAH.COM melalui SMS di Jakarta, Jumat (17/7).

Anas mengutuk keras terjadinya peristiwa pemboman di Mega Kuningan yang dinilai sebagai kebiadaban yang nyata dan perlawanan telanjang terhadap kemanusiaan.

"Tidak ada alasan apapun yg bisa membenarkan terorisme dan tindakan keji yang memandang enteng jiwa orang lain. Hanya ketidakwarasan yang bisa bersahabat dengan kekerasan dan terorisme," cetus Anas.

Anas meminta kepada semua pihak untuk tetap tenang dan waspada, tidak mudah terpancing dengan rumor dan spekulasi yang bisa merusak persatuan nasional. Segala sesuatu dipercayakan kepada aparat keamanan dan hukum untuk menyelidiki dan memproses dengan tuntas. Hukum harus ditegakkan secara tegas dan adil.

"Kita harus kompak dan bersatu. Kita tidak boleh gentar dan kalah dari kaum teroris," tandas Anas. [sss]

Demokrat Minta Dalang Pemboman Ditangkap

VIVAnews – DPP Partai Demokrat mendorong aparat keamanan untuk menyelidiki dan memproses dengan tuntas pelaku dan motivasi pemboman Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton yang terjadi Jumat 17 Juli 2001 pukul 7.40 tadi.

“Hukum harus ditegakkan secara tegas dan adil,” kata Anas Urbaningrum, Ketua DPP Partai Demokrat.

Partai yang mengusung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu juga meminta semua masyarakat tetap tenang dan waspada. Selain itu tidak mudah terpancing dengan rumor dan spekulasi yang dapat merusak persatuan nasional.

Partai Demokrat mengutuk keras dalang dan pelaku pemboman. Anas mengatakan perbuatan yang mengakibatkan sembilan orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka itu sebagai kebiadaban yang nyata.

Itu sebabnya, Anas mengatakan tidak ada alasan apapun yang dapat membenarkan terorisme dan tindakan keji yang memandang enteng jiwa orang lain.

“Hanya ketidakwarasan yang bisa bersahabat dengan kekerasan dan terorisme.”

Partai Demokrat meminta kepada pemerintah dan aparat keamanan untuk menemukan dalang dan pelakunya. Kemudian mengadili dan menghukum dengan hukuman yang berat dan adil

Partai Demokrat juga mengimbau agar masyarakat Indonesia tetap kompak dan bersatu. “Tidak boleh gentar dan kalah dari kaum teroris,” kata Anas.

SBY Tak Akan Bentuk Kabinet Politik

VIVAnews - Format penyusunan kabinet mulai terungkap. Gonjang-ganjing soal prospek portofolio kabinet antara salah satu partai mitra koalisi Susilo Bambang Yudhoyono dengan partai nonkoalisi yang berniat kembali ke pemerintahan, kemungkinan tidak sampai mempengaruhi keputusan yang kelak dipilih SBY sebagai presiden terpilih.

SBY rupanya telah bertekad membentuk kabinet yang berorientasi kepada kompetensi kerja, bukan kepentingan politik semata. Hal itu diungkapkan Ketua DPP Demokrat, Anas Urbaningrum, ketika menjadi pembicara dalam dialektika demokrasi “Menghitung Jatah Koalisi” di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

“Kabinet mendatang akan tampil sebagai kabinet kerja, bukan kabinet politik,” ujar Anas.

Dia menjelaskan ketika deklarasi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden SBY-Boediono di Sabuga, Bandung, sebenarnya dalam pidato, SBY telah mengemukakan pandangannya bahwa kabinet adalah forum untuk bekerja, bukan berpolitik.

Pandangan itu pulalah yang menjadi dasar pemikiran SBY untuk memilih Boediono sebagai wakilnya. Boediono yang merupakan mantan Gubernur Bank Indonesia dan mantan Menko Perekonomian, memang berasal dari kalangan ekonom profesional yang sama sekali tidak memiliki latar belakang politik.

Anas memastikan cara berpikir SBY waktu menunjuk Boediono itu akan dilanjutkan dalam pembentukan formasi kabinet. SBY ingin mengedepankan keahlian, kecakapan, dan loyalitas personal. Keinginan semacam itu akan terwujud dalam bentuk kabinet kerja.

Hal itu, lanjut Anas, juga menunjukkan bahwa SBY memegang teguh sistem presidensial secara efektif, di mana presidenlah yang berwenang penuh atas kabinetnya.

Thursday, July 16, 2009

PD: SBY Tak Perlu Ajak Golkar & PDIP

INILAH.COM, Jakarta – Isu akan merapatnya Partai Golkar dan PDIP di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ditanggapi dingin Partai Demokrat. Dalam hal penyusunan kabinet nanti, SBY disebut tidak dalam posisi mengajak partai lain untuk bergabung.

Menurut Ketua DPP PD Anas Urbaningrum, modal politik awal koalisi SBY sudah cukup lumayan. "Partai mitra koalisi SBY menguasai 50% lebih kursi DPR RI periode mendatang. Artinya, koalisi Pak SBY menjadi kubu mayoritas di parlemen," katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat (17/7).

Mitra koalisi awal SBY, menurut dia, tidak memiliki kekurangan apapun. Sehingga, dia menilai isu PDIP dan Golkar akan merapat ke SBY tidak relevan. "Pak SBY tidak dalam posisi mengajak Golkar, PDIP, atau partai-partai lain untuk bergabung ke kubu pemerintahan," ujarnya.

Apabila soliditas koalisi di antara lima parpol koalisi bisa benar-benar dijaga selama lima tahun ke depan, Anas memastikan akan menjadi kekuatan yang tangguh menghadapi rintangan apapun di parlemen. Sebab, kebutuhan membangun pemerintahan yang stabil dan efektif, lebih besar dibanding dengan kebutuhan untuk membentuk oposisi yang kuat.

"Bagaimanapun oposisi tetap dibutuhkan. Oposisi yang cukup kuat dan tidak terlalu kuat, sehingga dapat mengganjal program-program pemerintah," tandas mantan anggpta KPU ini. [ikl/nuz]

PD: SBY Ramu Kabinet Kerja

INILAH.COM, Jakarta - Kriteria menteri yang ideal untuk mengisi kursi di kabinet akan dipatok SBY. Tak harus dari partai koalisi saja, di luar itu pun bisa, asalkan cakap. Sebab kabinet yang akan diramu SBY adalah kabinet kerja, bukan kabinet politik.

"Kabinet yang akan datang akan tampil sebagai kabinet kerja, bukan kabinet politik. Kabinet adalah untuk bekerja, bukan forum berpolitik sendiri-sendiri," kata Ketua DPP PD Anas Urbaningrum dalam dialog 'Menghitung jatah koalisi' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7).

Kriteria soliditas internal, sambung dia, akan diperlukan. Selain itu juga loyalitas profesional, dan ketrampilan di dalam menyampaikan hal-hal teknis dalam program-program kepemerintahan.

"Kabinet kerja yang dapat dibayangkan adalah meramu fungsi kecakapan kredibilitas dan kemampuan. Untuk meramu itu tak terlalu sulit, karena saya yakin partai-partai punya kader-kader yang memiliki kecakapan dan profesional," tandasnya. [ikl/sss]

"SBY Tak dalam Posisi Mengajak Golkar & PDIP"

VIVAnews - Formasi pemerintahan mendatang masih menjadi tanda tanya bagi banyak kalangan. Setelah Golkar disinyalir mendekat kembali ke kubu SBY, kini Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan juga dikabarkan mencoba merapat ke SBY meskipun dibantah oleh sejumlah petinggi partai banteng tersebut.

Kalau SBY sendiri bagaimana sikapnya? "Pak SBY tidak dalam posisi mengajak Golkar, PDIP, atau partai-partai lain untuk bergabung ke kubu pemerintahan," ujar Anas Urbaningrum, Ketua DPP Partai Demokrat di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 16 Juli 2009.

Anas menjelaskan, mitra koalisi awal SBY tidak kurang suatu apapun. "Yang bisa saya katakan, modal politik awal koalisi SBY sudah cukup lumayan," tutur Anas yang akan segera bergabung di DPR periode 2009-2014. Menurutnya, partai mitra koalisi SBY menguasai 50 persen lebih kursi DPR RI periode mendatang.

Artinya, koalisi SBY menjadi kubu mayoritas di parlemen. Bila soliditas koalisi ini bisa benar-benar dijaga selama lima tahun ke depan, maka dipastikan mereka akan menjadi kekuatan yang tangguh untuk menghadapi rintangan apapun di parlemen.

"Kebutuhan untuk membangun pemerintahan yang stabil dan efektif, lebih besar dibanding dengan kebutuhan untuk membentuk oposisi yang kuat," kata Anas. Bagaimanapun, sambungnya, oposisi tetap dibutuhkan, tapi oposisi yang cukup kuat, dan tidak terlalu kuat sehingga dapat mengganjal program-program pemerintah.

"SBY Bisa Ambil Menteri dari Luar Koalisi"

VIVAnews - Wacana seputar penyusunan kabinet makin panas. Partai nonkoalisi Susilo Bambang Yudhoyono diindikasikan mendekat ke kubu pemerintah, sementara partai mitra koalisi SBY tampak khawatir dengan kemungkinan perubahan portofolio kabinet.

Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, menegaskan SBY - sebagai presiden mendatang - mempunyai hak prerogatif dan kewenangan penuh untuk mengambil anggota kabinet dari partai manapun. "Tidak ada halangan apapun bagi presiden untuk mengambil calon (menteri) dari luar partai koalisi," ujar Anas dalam diskusi "Menghitung Jatah Koalisi" di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 16 Juli 2009.

Bagaimanapun, Anas meyakinkan bahwa berdasarkan etika politik, maka partai mitra koalisi awal pasti dihormati posisinya. Tetapi soal proporsi dan formasi kabinet, Anas kembali menegaskan bahwa hal itu merupakan otoritas presiden terpilih. "Partai Demokrat tidak dalam posisi mendesak presiden atau melakukan intervensi dalam menentukan susunan kabinet," tuturnya.

Anas mengingatkan, susunan kabinet tidak hanya bergantung kepada SBY. Menurutnya, hal itu juga tergantung pada pendirian partai lain (nonkoalisi) yang akan diajak bekerja sama. "Jadi kabinet ditentukan atas kesepakatan dua pihak, bukan sepihak," sahut Anas yang bulan Oktober 2009 akan mulai berkantor di DPR sebagai wakil rakyat.

Persoalan penyusunan kabinet bukanlah tentang menambah atau mengurangi jatah partai koalisi, tapi untuk membentuk pemerintah yang baik. "Pembentukan kabinet tidak seperti pembagian dividen," kata Anas. Ia menjelaskan, ekspektasi rakyat terhadap pemerintahan SBY pada periode keduanya, jelas jauh lebih besar dibanding pada periode pertama. Hal itu tampak pada kemenangan SBY yang nyaris mutlak.

Oleh karena itu, pemerintahan mendatang mutlak memerlukan kemampuan untuk merealisasikan janji-janjinya. Dalam konteks itulah, sambung Anas, maka dibutuhkan suatu pemerintahan yang kokoh. Presiden membutuhkan kader-kader dengan kecakapan tinggi dan profesionalitas teruju, baik berasal dari dalam atau luar partai koalisi.

Anas: SBY Pilih Kabinet Kerja Bukan Politik

(detik.com) Jakarta - Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Demokrat Anas Urbaningrum meyakinkan, SBY akan menggunakan cara yang sama seperti ketika memilih Boediono sebagai wakilnya. Kabinet mendatang adalah kabinet kerja bukan kabinet politik.

"Kami yakin cara berfikir SBY seperti memilih cawapres itu akan dilanjutkan dalam membentuk formasi kabinet," ujar Anas dalam diskusi bertajuk 'Hitung-hitung Jatah' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7/2009).

Seperti salah satu kalimat yang diucapkan SBY pada deklarasi di Sabuga, Bandung, kabinet adalah forum untuk bekerja, bukan berpolitik sendiri-sendiri. "Boleh dikatakan kabinet yang dikatakan akan lebih tampil sebagai kabinet kerja bukan kabinet politik," jelas Anas.

Oleh karena itu, dalam menyusun calon, SBY akan menetapkan syarat solid internal. Di antaranya adalah loyalitas dalam tugas, kecakapan dan keterampilan dalam menyampaikan hal-hal teknis di dalam program-program pemerintahan.

Anas membayangkan, kabinet kerja yang akan diramu SBY akan mewakili partai dan kecakapan dari para calon anggota kabinet. "Untuk merangkul itu tak terlalu sulit karena partai-partai mempunyai (kader) kecakapan dan profesional itu," pungkasnya.
( amd / mad )

Anas: Masuknya Menteri dari Luar Koalisi agar Pemerintah Kuat

TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan kursi kabinet yang akan disusun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak harus diisi dari partai koalisi. Yudhoyono dinilai memiliki hak mengambil menteri dari partai diluar koalisi.

"Presiden terpilih punya hak mengambil kader di luar partai koalisi," kata Anas dalam diskusi 'Menghitung Jatah Koalisi' di Gedung DPR, Kamis (16/7).

Wacana komposisi kabinet muncul setelah pasangan Yudhoyono - Boediono unggul dalam hitung cepat. Anas mengatakan, dalam sistem presidensial, pembentukkan kabinet adalah hak mutlak presiden terpilih. Kader di luar partai peserta koalisi bisa dimasukkan ke dalam komposisi kabinet jika presiden merasa tak cukup dengan dukungan koalisi yang telah ada. "Itu hak presiden," kata Anas.

Anas memastikan masuknya kader dari luar partai koalisi dalam komposisi komposisi kabinet, jika ada, bukan dalam rangka mengurangi jatah kursi partai peserta koalisi melainkan untuk menciptakan sistem pemerintahan yang kuat.

Namun, Anas menambahkan, "Pembentukkan kabinet tidak boleh menutup ruang adanya oposisi agar terjadi keseimbangan."

DWI RIYANTO AGUSTIAR

Demokrat Ajak Semua Partai Terima Pilpres

VIVAnews – Hasil exit poll Lembaga Survei Indonesia yang menyebutkan mayoritas pemilih Indonesia menilai pelaksanaan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2009 berlangsung jujur dan adil dinilai telah mementahkan pandangan kaum elit yang selama ini menyatakan sebaliknya.

“Exit poll 80 persen pemilih menyatakan Pilpres jurdil menunjukkan memang acapkali ada jarak antara pandangan rakyat dan kaum elit. Termasuk dalam konteks Pilpres,” kata Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, Kamis 16 Juli 2009.

Exit poll LSI itu dilaksanakan pada 9 April 2009 dan 8 Juli 2009 serta postelection survey 20-27 April 2009. Selain menganggap Pemilihan Umum dilaksanakan secara jujur dan adil. Mereka juga menyatakan puas terhadap pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Anas mengatakan pandangan rakyat lebih dapat dipedomani karena mereka tidak terkait dengan kepentingan politik. Pandangan itu, kata Anas, berangkat dari realitasi yang dekat dengan masyarakat.

Pilpres yang berjalan lancar, aman tertib dan damai, bagi Anas merupakan indikator kuat tentang Pemilu yang luber dan jurdil

Selanjutnya Anas menyarankan kepada partai politik yang masih terus menyoal hasil Pilpres agar bertindak proporsional.

Anas mengapresiasi upaya partai-partai itu untuk menemukan kecurangan dan pelanggaran. Tapi, Anas berharap semua itu diproses lewat lembaga dan mekanisme yang diatur oleh UU.

“Jangan berlebih-lebihan karena tidak puas. Jangan sampai merusak kegembiraan dan kebahagiaan politik rakyat,” katanya. “Jika pro rakyat, mari dengarkan suara pandangan rakyat.”

Ajakan Anas ini agaknya ditujukan kepada tim sukses duet Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto dan tim sukses Jusuf Kalla-Wiranto untuk sama-sama menerima hasil Pilpres.

Seperti diketahui, kedua tim sukses pasangan itu getol memperkarakan hasil Pilpres. Mereka menilai ada pelanggaran dan kecurangan selama pelaksanaan Pilpres.

PD: SBY Pilih Menteri Seperti Pilih Boediono

INILAH.COM, Jakarta - Tak berbeda jauh ketika menentukan cawapres Boediono, SBY kali ini juga akan mematok kriteria menteri yang ideal untuk mengisi kursi di kabinet. Upaya ini adalah untuk menorehkan catatan SBY di periode kedua masa kepemimpinannya.

"Cara berpikir Pak SBY memilih cawapres itu akan dilanjutkan dalam memilih menteri kabinet. Jadi semangat yang kita tangkap, logika ini akan diteruskan dalam membentuk kabinet," kata Ketua DPP PD Anas Urbaningrum dalam dialog 'Menghitung jatah koalisi' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7).

Anas mengatakan, komposisinya seperti, apa itu otoritas presiden terpilih. Demokrat tak mendesak presiden untuk menentukan jatah dan siapa yang menempati kursi di kabinet itu.

"Kami meyakini presiden mengerti persis dapur partai. Presiden terpilih punya kesempatan untuk mengambil pembantu di kabinet dari partai manapun juga. Partai pendukung secara etika politik, pasti akan dihormati. Tetapi tidak menutup kemungkinan partai di luar partai koalisi, bila ia cakap dan berpotensi baik," paparnya.

Karena sebagai capres yang unggul, lanjut dia, SBY punya cita-cita dan komitmen yang kuat agar kabinet yang akan datang lebih efektif dan produktif dari yang sekarang. Karena periode yang kedua diharapkan menjadi catatan yang baik, buat SBY sendiri, maupun lembaga kepresidenan.

"Periode kedua adalah catatan emas untuk mencatatkan sejarah yang indah dalam perjalanan republik ini. Siapapun capresnya punya janji, itulah kontrak politik kepada rakyat. Kontrak politik itu harus ditunaikan dengan baik," ujar Anas. [ikl/sss]

Anas: Kabinet SBY Kabinet Kerja

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum mengungkapkan, cara berpikir calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menyusun kabinet mendatang akan sama dengan cara berpikir saat memilih calon wakil presiden.

"Salah satu semangat memilih Boediono untuk membentuk sistem presidensil yang lebih efektif dan itu akan dilanjutkan dalam menyusun kabinet mendatang," ungkapnya saat diskusi "Menghitung Jatah Koalisi" di Gedung DPR Jakarta, Kamis (16/7). Ikut hadir Ketua DPP PAN Toto Daryanto, Wasekjen DPP PKS Zulkiflimansyah, dan Ketua DPP Golkar Priyo Budi Santoso.

Anas menjelaskan, kabinet mendatang akan tampil sebagai kabinet kerja bukan kabinet politik karena adanya komitmen SBY yang kuat agar kabinet mendatang lebih baik dari kabinet sekarang. "Kabinet adalah forum untuk bekerja bukan untuk berpolitik sendiri-sendiri," tegasnya.

Pertimbangan awal SBY, paparnya, dalam memilih seseorang dalam kabinet adalah soliditas internal, loyalitas kepada tugas, kecakapan, serta keterampilan menjalankan hal-hal teknis. "Idealnya membangun kabinet yang ahli tapi kurang realistis dengan sistem multipartai yang mewajibkan adanya koalisi," ucapnya.

Dengan modal awal koalisi besar yang terdiri dari 5 partai di parlemen dan 19 partai yang tidak lolos parlemen, tambah Anas, tidak sulit bagi SBY untuk meramu kabinet mendatang. "Partai punya banyak kader yang ahli. Namun, komposisi dan persentasenya untuk menyusun kabinet itu otoritas presiden terpilih. Demokrat pun tidak bisa mendesak presiden dalam penyusunan kabinet," ucapnya.

Namun, kata Anas, tidak menutup kemungkinan untuk presiden mengambil kader-kader terbaik untuk kabinet yang berasal dari luar koalisi mengingat banyak kader yang berkualitas. "Tidak ada halangan untuk mengambil dari luar koalisi. Tapi tergantung pada sikap partai tersebut. Walaupun berangkat dari partai, dia tetap pembantu presiden dan harus loyal kepada presiden," ujarnya.

Ekspektasi politik SBY saat ini, tambah Anas, lebih besar ketimbang pada tahun 2004 lalu sehingga dalam merealisasikan janji dapat lebih baik. "Atmosfer dalam membentuk kabinet kali ini berbeda dengan 2004. Periode kedua ini kesempatan emas untuk mencetak sejarah yang indah di republik ini," tegasnya.

Anas: SBY Bisa Ambil Menteri dari Partai di Luar Koalisi

(detik.com) Jakarta - Capres terpilih versi quick count Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempunyai wewenang untuk menyusun kabinet dari partai mana pun. Kendati partai koalisi akan lebih diutamakan, bukan berarti kader partai dari luar koalisi tidak bisa diikutsertakan.

"Tentu untuk partai koalisi secara etika politik itu lebih dihormati. Tapi tidak ada halangan untuk mengambil kader yang cakap dan profesional dan mempunyai kemampuan dari partai di luar partai koalisi," ujar Ketua DPP PD Anas Urbaningrum.

Anas mengatakan itu usai diskusi 'Hitung Jatah Kursi' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7/2009).

Meski demikian, menurut Anas pemilihan menteri partai di luar partai koalisi harus melalui kesepakatan kedua belah pihak dan ditentukan oleh kondisi partai di luar partai koalisi.

"Misalkan kalau dengan Golkar bukan semata-mata tergantung pendirian SBY. Tapi juga terganggu sikap dan pendirian Golkar, jadi minimal dari kedua belah pihak," jelas mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini.

Anas menegaskan, pemilihan menteri partai di luar partai koalisi bukan untuk menambah atau mengurangi jatah partai koalisi. Namun Anas enggan membocorkan siapa calon menteri terkait sebab menunggu hasil resmi Pilpres dari KPU.

Anas juga mengingatkan agar penyusunan kabinet tidak mematikan ruang gerak oposisi. Hal ini akan mengganggu stabilitas pemerintahan.

"Kebutuhan membangun pemerintah yang kuat sedikit lebih besar ketimbang membangun oposisi yang kuat," tandasnya.

( nik / nwk )

Model Memilih Boediono Diterapkan Lagi Untuk Kabinet

Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menegaskan, cara berfikir Susilo Bambang Yudhoyono saat memilih Boediono sebagai calon pendampingnya di pilpres akan diterapkan untuk membentuk kabinet pemerintahan mendatang.

Saat menjadi pembicara dalam diskusi "Menghitung Jatah Koalisi" di ruang wartawan DPR Jakarta, Kamis, Anas menjelaskan bahwa pada masa kedua pemerintahannya, SBY menginginkan terbentuknya kabinet yang lebih kuat dan efektif dalam bekerja.

"Karenanya cara berfikir SBY saat memilih cawapresnya akan dilanjutkan untuk membentuk kabinet," ujar Anas.

Lebih lanjut Anas mengatakan bahwa kabinet pemerintahan mendatang akan lebih menonjolkan postur kabinet kerja dan bukan kabinet politik.

Hal tersebut, menurut dia, akan lebih menjamin adanya soliditas internal, loyalitas dan kecakapan atau keterampilan dalam melaksanakan berbagai program kerja pemerintahan.

Namun demikian, ujar Anas, untuk komposisi, jumlah dan siapa-siapa yang akan bergabung dalam kabinet pemerintahan mendatang menjadi otoritas presiden terpilih dengan hak prerogatifnya.

Pada bagian lain Anas mengatakan bahwa periode kedua pemerintahan SBY itu merupakan masa-masa baginya untuk mencatatkan tinta emas dalam sejarah bangsa ini.

Selain itu, harapan masyarakat terhadap pemerintahan SBY kali ini juga lebih besar ketimbang pada saat ia mendapat kesempatan memimpin bangsa ini lewat pilpres 2004 lalu.

"Karena ekspektasi publik jauh lebih besar kepada SBY pada saat ini, maka kabinet mendatang juga harus lebih kuat dan efektif dalam men-`deliver` berbagai program kerja yang menguntungkan rakyat," katanya.

Sementara fungsionaris PKS yang juga menjadi pembicara dalam diskusi itu, Zulkieflimansyah mengatakan bahwa partainya tidak ingin terjebak wacana terkait komposisi dan jatah menjatah kursi kabinet.

Presiden SBY, ujarnya, sudah mengatakan bahwa persoalan pembentukan kabinet baru akan dibicarakannya bersama partai-partai pendukung koalisi setelah KPU secara resmi mengumumkan pemenang pilpres.

"Karenanya berbagai wacana tentang pembentukkan kabinet pada saat ini sifatntya spekulatif dan PKS ingin menghindar dari jebakan-jebakan itu," ujarnya.

Zulkieflimansyah mengatakan pula bahwa PKS merasa cocok berkoalisi dengan SBY karena dia berkomitmen untuk memperkokoh sistem presidensil yang juga akan berjalan baik jika ditopang oleh partner oposisi yang juga kuat di DPR.

Anas: SBY Bebas Pilih Menteri

(matanews.com) SBY berkomitmen kabinet mendatang lebih baik dan produktif dari kabinet sekarang. Periode kedua SBY sebagai presiden mempunyai cita-cita mencatat sejarah indah bagi SBY sendiri maupun perjalanan republik ini.

“Cara berpikir SBY dalam memilih wapres Boediono juga akan tercermin ketika membentuk formasi kabinet. Bisa disebut kabinet nanti tampil sebagai kabinet kerja bukan kabinet politik. Kabinet kerja yang mempunyai soliditas internal, loyalitas, kecakapan dan ketrampilan men-deliver program-program pemerintahan,” kata Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam dalam diskusi di Gedung DPR, Kamis (16/7).

Menurut Ketua DPP PD bidang politik ini, nantinya SBY sebagai presiden terpilih bisa mengambil calon menteri dari mana pun. Secara etika partai pendukung koalisi akan dihormati, tapi tidak ada halangan mengambil kader yang profesional dari partai diluar koalisi.

“Namun hal itu tidak bisa dilakukan sepihak harus juga melihat sikap dan pendirian Partai Golkar. Bukan dalam konteks menambah atau mengurangi jatah mitra koalisi tapi bagaimana kabinet bekerja lebih baik pada periode ke dua,” ujar Anas.

Ditambahkannya, ekspektasi politik dari masyarakat kepada SBY lebih besar dalam pemilu sekarang daripada pemilu lalu. Jadi, SBY membutuhkan kabinet yang mampu men-deliver janji dan visi misi yang lebih baik. “Jadi kebutuhan membangun pemerintahan yang kuat lebih tinggi daripada membangun koalisi yang kuat supaya tidak mengganggu pemerintah,” tambah Anas.

Sementara Ketua DPP PAN Totok Daryanto menyangkut wacana susunan kabinet yang paling tahu hanya presiden terpilih. PAN tidak akan sampaikan berapa dan siapa orang yang diajukan. “Namun koalisi di kabinet dan di parlemen seharusnya sejalan. Koalisi juga tidak akan memandulkan fraksi-fraksi,” ujar Totok.

Ketua DPP Partai Golkar(PG) Priyo Budisantoso mengatakan terlalu pagi menilai PG akan masuk atau tidak ke pemerintahan karena saat ini sedang dalam menghadapi penentuan masa depannya.

“Ada dua mahzab di PG yang cepat atau lambat akan bertarung secara terbuka. Mahzab pertama memilih oposan dan yang kedua bergabung ke pemerintahan,” tutur Priyo.

Namun secara pribadi Priyo menyebut meski kemarin bertarung di pilpres, PG tidak punya penghalang psikologis unyuk duduk dalam satu meja dengan PD.

“Menurut saya, terhadap dua kutub ini, bersama-sama di pemerintahan adalah hal masuk akal dan nyaman di sana. Kami lebih dalam posisi menunggu manakala ada keinginan SBY apakah PG dibutuhkan atau tidak,” tambahnya. (*MO)

Wednesday, July 15, 2009

Kabinet Pelangi, Oposisi Mati Suri

Dinamika politik memasuki bursa komposisi kabinet. Didukung banyak partai, SBY dihadapkan pada tantangan untuk mengakomodasi kepentingan politik di parlemen.

Sejumlah lingkaran dekat SBY, yang dihubungi Gatra di Cikeas pekan lalu, cenderung menunjukkan sinyal bakal merangkul mantan penantang. Sosok dan karakter SBY dipercaya akan menggandeng dua pesaingnya dalam pemerintahan.

Ketua Demokrat Bidang Politik, Anas Urbaningrum, menyebut peluang bergabungnya Golkar dan PDI Perjuangan tergantung dua pihak. "Tergantung bagaimana Pak SBY menerjemahkan hak prerogatifnya, serta sikap Golkar dan PDI-P," kata Anas.

Bukankah mitra koalisi Demokrat yang ada sudah cukup besar? "Kalau dibilang cukup dengan modal dasar koalisi, ya, cukup. Kalau dibilang butuh menggandeng salah satu, ya, butuh," ujar Anas, diplomatis. Ia memberi batasan, PDI Perjuangan dan Golkar tidak bisa digaet sekaligus, cukup salah satu. Power sharing tidak hanya di kabinet. Bisa juga di parlemen dalam bentuk penetapan pimpinan DPR.

Tim SBY: Ada Yang Rewel Berlebihan

Jakarta (detik.com) - Tim pemenangan SBY-Boediono membantah pihaknya menekan KPU untuk menghentikan proses tabulasi Pilpres 2009. Menurut mereka justru tim salah satu pasangan kontestan lain yang nyata-nyata suka melakukan tekanan pada KPU.

Demikian bantahan Ketua DPP Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum atas isu yang menyebut perolehan suara SBY-Boediono di bawah 50 persen dalam real count KPU. Tim Mega-Prabowo menuding bahwa itu pula penyebab tabulasi KPU dihentikan.

"Silahkan dicatat tim mana yang rewel berlebihan dan suka menekan KPU. Pasti itu bukan dari SBY-Boediono," kata dia.

Anas menegaskan, pihaknya selama punya pendirian jelas untuk menghormati bahkan mendukung kemandirian KPU. Segala bentuk intervensi dan tekanan terhadap jajaran KPU tidak saja merendahkan martabat, tetapi juga tanda dari rasa tidak percaya diri.

"Tidak ada intervensi dalam kamus kami," tegas mantan anggota KPU ini.

Ketua DPP PD Andi Mallarangeng yang dihubungi secara terpisah, menyatakan sedari awal tim pemenangan SBY-Boediono punya kebijakan tidak mencampuri kewenangan KPU. Termasuk pelaksaan tabulasi dan penghitungan manual yang sedang berlangsung di seluruh KPUD propinsi dan kab/kota.

"Urusan tabulasi adalah urusan KPU. Kami tidak mau ikut campur!" tandas Mallarangeng.

( lh / lrn )

Tuesday, July 14, 2009

Kursi Kabinet Jabatan Bagian dari Kontrak Politik

Jakarta, Kompas - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa yang masih menjabat sebagai Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman Eddy mengemukakan, pembagian jabatan secara proporsional kepada mitra koalisi pendukung SBY-Boediono merupakan bagian dari kontrak politik yang ditandatangani di Puri Cikeas Indah, Bogor, Jawa Barat.

”Pembagian secara proporsional kepada mitra koalisi merupakan bagian dari kontrak politik. Namun, bagaimana proporsinya, terserah dan kami serahkan kepada SBY dengan kearifan dan kebijaksanaannya,” ujar Lukman sebelum rapat kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/7).

Lukman menjelaskan, dalam kontrak politik yang ditandatangani PKB terdapat tiga pokok hal, yaitu mengirimkan kader terbaik; kader terbaik yang dikirim adalah yang memiliki kemampuan, kompeten, dan profesional; dan komposisi perolehan jabatannya proporsional.

”Sampai sekarang, secara formal, PKB belum mengirimkan kader ke SBY. Namun, begitu kami diminta, segara kami kirimkan. Dalam jajaran DPP PKB, setidaknya ada 10 kader yang siap kami kirim dan kemudian terserah SBY,” ujar Lukman.

Saat menjelaskan, Ketua Tim Kampanye JK-Wiranto yang juga Menteri Perindustrian Fahmi Idris melintas dan berujar sambil tertawa, ”PKB minta lima jabatan menteri.” Lukman sambil tersenyum membantahnya.

Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum menjelaskan, kontrak politik yang ditandatangani adalah platform dan agenda aksi, termasuk mekanisme untuk menjaga soliditas koalisi selama lima tahun.

”Tidak ada kontrak jatah kursi menteri. Urusan menteri itu kewenangan Presiden. Namun, partai-partai koalisi menaruh kepercayaan bahwa Presiden pasti memilih yang terbaik bagi rakyat,” katanya.

Dasar penentuan jabatan menteri adalah political trust dan komitmen untuk mendukung pemerintahan presidensial yang kuat, stabil, dan efektif. (INU)