Sunday, May 31, 2009

Adu Panas Komentar Tim Sukses

(mediaindonesia.com ) Bukan cuma para kandidat yang saling menyindir dan berusaha menjatuhkan lawannya. Tim sukses pun ikutikutan saling menyerang.

”Tentunya hal-hal seperti ini harus segera dihentikan karena pembicaraan mereka (tim sukses) itu membodohi rakyat.”presiden (cawapres) Prabowo Subianto sebagai ‘tukang culik’. B Pendapatnya bukan personal.

Ruhut ialah anggota tim sukses pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan cawapres Boediono.

Mendengar komentar itu, Permadi tidak terima. Anggota tim sukses Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto itu pun membalas. Boediono disebutnya sebagai antek kaum neoliberal.

Suasana panas itu pun segera menuai komentar. Pakar politik Universitas Indonesia Arbi Sanit mengatakan tim sukses pasangan capres telah gagal dalam melakukan pendidikan politik bagi rakyat. Aksi saling sindir dan saling serang yang dipertontonkan itu, menurut Arbi, merupakan suatu bentuk upaya pembodohan publik.

“Tentunya hal seperti ini harus segera dihentikan karena pembicaraan mereka (tim sukses) itu membodohi rakyat,” ujar EBERAPAwaktu lalu dalam sebuah diskusi, Ruhut Sitompul menyebut calon wakil Arbi di Jakarta, kemarin.

Evaluasi internal Seolah ingin segera meredam panasnya saling sahut komentar, Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi menegaskan, “Kami akan melakukan evaluasi internal agar konsentrasi kerja tim pemenangan tidak terganggu. Kampanye harus dikembalikan ke rel yang benar yakni bertanding dengan program,” katanya.

Dia sepakat, kompetisi harus dilakukan secara benar dan santun sehingga aksi saling serang harus segera dihentikan.

“Kita sama-sama saling bertanding untuk menawarkan yang terbaik bagi rakyat, bukan masalah pribadi,” ujarnya.

Dari kubu Partai Demokrat, Ketua DPP Anas Urbaningrum menegaskan aksi saling sindir dan saling serang, apa pun alasannya, sangat tidak bijak dilakukan. “Pasangan capres dan cawapres berikut tim sukses seharusnya memberikan teladan yang baik melalui kompetisi kampanye yang sehat,” kata Anas.

Dia berharap agar pasangan calon beserta tim kampanye masing-masing ikut mendorong kampanye yang mengang kat isu-isu substantif, terutama fokus pada program kerja yang akan dilakukan dalam lima tahun ke depan.

“Ini kan harus dari semua pihak. Kalau tidak, nanti akan muncul hal seperti ini lagi.

Saya kira itu sesuatu yang kurang produktif dan faedahnya kurang,” imbuhnya.

Berdasarkan hasil evaluasi, lanjut Anas, dapat disimpulkan bahwa Partai Demokrat akan merespons semua isu secara lebih terukur, lebih tepat, dan lebih fokus. Pihaknya juga akan selalu mengevaluasi apakah setiap pemberitaan di media dan debat yang diselenggarakan masih segaris dengan kampanye cerdas dan santun.

“Mekanismenya, yang disebut pernyataan resmi adalah yang dilakukan di tempat resmi dan oleh tim yang resmi.

Di luar itu, diposisikan bukan sebagai pernyataan resmi.” Di sisi lain, juru bicara Tim Kampanye Nasional Pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto, Yuddy Chrisnandi, menyebutkan bahwa pihaknya tidak akan terjebak dalam konsep kampanye saling serang wacana. “Black campaign tidak ada dalam kamus kami. Karena kami ingin masyarakat memahami program dengan baik dan santun, tanpa harus merendahkan kandidat lain,” cetusnya.

Tim pemenangan JK-Wiranto, lanjutnya, tidak akan pernah menanggapi tudingan yang bersifat personal, serta persoalan yang mengarah pada isu suku, agama, ras, dan antargolongan.

(AO/DM/*/P-3) mayapuspita @mediaindonesia.com

PD: Jilbab Bisa Jadi Bumerang JK

INILAH.COM, Jakarta - Penggunaan jilbab yang dikenakan Mufidah Kalla dan Rugaiya Wiranto menjadi 'jualan' pasangan JK-Wiranto. Demokrat menilai, penggunaan simbol keagamaan itu hanya akan menjadi bumerang bagi JK bila terus dieksploitasi.

"Mengeksploitir jilbab, secara psikologis menunjukkan rendahnya religiusitas. Karena jilbab itu penutup aurat lahir, sementara agama lebih menekankan menutup aurat batin. Kalau itu terus dilakukan secara masif maka itu akan jadi hambar dan jadi bumerang bagi JK," ujar Waketum PD Achmad Mubarok kepada INILAH.COM di Jakarta, Senin (1/6).

Guru Besar Psikologi Islam UIN Jakarta ini mengatakan, bagi orang awam dan jangka pendek, politisasi jilbab bisa meriah dan menarik perhatian masyarakat pemilih. Tetapi pada akhirnya nurani masyarakat akan lebih tertarik kepada substansi aurat batin ketimbang simbol-simbol Islam yang dieksploitasi untuk kepentingan politik.

"Pada era reformasi pernah terjadi politisasi umat Islam. Segala sesuatu ukurannya untuk umat Islam. Tetapi ketika didirikan partai-partai umat Islam, pada Pemilu 1999 tak satupun partai Islam yang dapat kursi mewakili umat Islam. Jadi, kesantunan dan kesederhaan lebih menyentuh hati masyarakat termasuk masyarakat Islam dibanding memblow up politicking jilbab," terangnya.

Isu Jilbab Loro yang digunakan JK-Wiranto memang cukup menohok kubu SBY-Boediono. Beberapa waktu lalu, Ketua DPP PD Anas Urbaningrum mengimbau para kandidat Pilpres 2009 untuk tidak menjadikan agama sebagai alat politik. Menurutnya, agama apapun konteksnya termasuk yang terkait dengan simbolnya, syariatnya harus ditempatkan pada posisi yang terhormat. [mut/ana]

Hubungan Demokrat- PDIP Makin Membaik

JAKARTA (Seputar-Indonesia.com) – Kesediaan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri berjabat tangan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai akan berdampak baik bagi demokrasi.

Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum optimistis peristiwa salaman kedua tokoh tersebut akan berlanjut pada komunikasi dan silaturahmi politik yang positif. Karena itu, Anas mengimbau kepada semua pihak menerima hasil pemilu presiden (pilpres) secara legawa, dewasa, dan penuh martabat.

”Kalau ini bisa dijalankan, maka salaman antara SBY dan Megawati akan berlanjut menjadi komunikasi dan silaturahmi politik yang sehat,wajar, dan berspirit saling menghormati,”katanya. Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum ini berharap,kalaupun nantinya ada yang menjadi oposisi, hubungan keduanya tetap baik.Dengan demikian, bisa menjadi pendidikan politik yang positif.

”Sudah waktunya dikubur dalam-dalam tradisi dendam,ketidakdewasaan, permusuhan,putus silaturahmi,dan sejenisnya. Kita buka lembaran baru yang lebih indah,”ujar mantan Ketua Umum PB HMI ini. Sabtu (30/5) pagi, di luar dugaan, keduanya bersalaman di Kantor Komisi Pemilihan Umum Jalan Imam Bonjol Jakarta.

Sementara itu, Ketua DPP PDIP Firman Jaya Daeli menganggap prosesi jabat tangan antara Mega-SBY hal yang biasa dan wajar. ”Biasa saja bertemu kemudian salaman, tidak ada sesuatu yang luar biasa,”tandasnya.

Dia menjelaskan, hubungan Megawati selaku Ketua Umum DPP PDIP ataupun sebagai mantan presiden dengan SBY tetap terjalin baik. Pihaknya meminta soal jabat tangan tidak perlu dibesar-besarkan. (ahmad baidowi)

DPR Tak Bisa Diharapkan

Jakarta, Kompas - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Dewan Perwakilan Rakyat sudah tidak dapat lagi diharapkan hasilnya. Dengan demikian, DPR perlu segera mengembalikan mandat penyelesaian peraturan itu ke Presiden.

Presiden kemudian diminta untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

”Jika Presiden Yudhoyono masih ingin menyelamatkan keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan memenuhi janji kampanyenya pada Pemilu 2004, yaitu akan memberantas korupsi, perppu yang menjadi landasan hukum keberadaan pengadilan itu sudah harus keluar pada September 2009,” kata Febri Diansyah dari Koalisi Masyarakat Selamatkan Pemberantasan Korupsi, Minggu (31/5) di Jakarta.

Hilangnya harapan atas pembahasan RUU Tipikor di DPR, lanjut Febri, muncul karena waktu efektif mereka untuk membahas peraturan itu tinggal 2,5 bulan. Hal itu karena masa sidang DPR hanya pada Juni hingga 3 Juli dan kemudian pada pertengahan Agustus sampai 20 September. Masa sidang itu pun juga dikhawatirkan tidak akan sepenuhnya efektif karena bersamaan dengan pemilihan umum presiden.

Pada saat yang sama, ujar Febri, juga tak terlihat dukungan dari partai politik yang wakilnya ada di DPR untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU Tipikor. Ini terlihat dari belum adanya pimpinan parpol yang memerintahkan wakilnya di DPR, untuk serius membahas RUU Tipikor.

”Jika sampai September pembahasan RUU Tipikor belum selesai, itu berarti DPR gagal menyelesaikan pembahasan peraturan itu sehingga perppu layak dikeluarkan meski batas waktu yang diberikan Mahkamah Konstitusi hingga 19 Desember 2009. Hal itu karena hampir tidak mungkin DPR 2009-2014 dapat menyelesaikan pembahasan RUU tersebut sampai Desember 2009 karena mereka baru efektif bekerja mungkin pada awal 2010,” tutur Febri.

Dengan keluarnya perppu pada September, pemerintah dan Mahkamah Agung memiliki waktu tiga bulan untuk menata keberadaan Pengadilan Tipikor, sesuai dengan isi perppu.

Demokrat merespons

Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan, salah satu agenda aksi yang diusung Presiden Yudhoyono adalah membangun pemerintahan yang baik melalui pemberantasan korupsi. Ini membutuhkan dukungan dan sinergi garis politik partai-partai pendukung di parlemen, terutama Partai Demokrat.

”Karena itu, Partai Demokrat akan mendukung, mendorong, dan berjuang agar UU Pengadilan Tipikor bisa dituntaskan oleh DPR,” kata Anas, Minggu. Demokrat adalah pemenang kursi mayoritas DPR 2009-2014, memperoleh 150 kursi.

Anas yang terpilih sebagai anggota DPR 2009-2014 dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI menambahkan, yang dibutuhkan adalah UU Tipikor yang lengkap, kuat, tajam, dan menjamin sinergi dengan kerja-kerja lembaga penegak hukum lainnya, seperti kejaksaan dan kepolisian.

Dihubungi terpisah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy menyampaikan, kejaksaan berharap tidak ada diskriminasi pemeriksaan perkara-perkara tindak pidana korupsi di depan pengadilan, baik yang disidik penyidik Polri, kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi.

Namun, lanjut Marwan, sekiranya UU Pengadilan Tipikor tak selesai dibahas, Mahkamah Konstitusi sudah memberikan jalan keluar bahwa perkara korupsi yang disidik KPK dapat diperiksa dan diadili di pengadilan umum. Jadi tidak ada persoalan yang membuat resah. (NWO/IDR

Tafsir Salaman Mega-SBY, Demokrat dan PDIP Berbeda

TEMPO Interaktif, Jakarta: Jabat tangan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan presiden Megawati Soekarnoputri ditafsirkan bergam oleh pendukung masing-masing. Tafsir kubu Partai Demokrat, pengusung SBY sebagai calon presiden, menganggap salaman itu pintu masuk komunikasi keduanya.

"Meski hanya salaman, tetapi peristiwa tadi mempunyai makna simbolik yang mendalam," kata Anas Urbaningrum, salah satu petinggi Demokrat yang juga tim kampanye pasangan SBY-Boediono dalam Pemilu Presiden 8 Juli mendatang.

Mega-SBY hampir lima tahun berseteru. Selama putus komunikasi, berbagai upaya rujuk ditempuh, namun gagal. Begitu renggangnya hubungan keduanya, ketika SBY dilantik menjadi presiden pada 2004, Megawati tidak datang. Terakhir, upaya SBY mendekati Mega dengan mengutus Hatta Rajasa, Menteri Sekretaris Negara. "Kurir" Hatta Rajasa pun gagal mempertemukan keduanya.

Sabtu (30/5) pagi, diluar dugaan, keduanya bersalaman di Kantor Komisi Pemilihan Umum Jalan Imam Bonjol Jakarta. Bahkan keduanya bertatap muka ketika mengikuti undian nomor pencalonan presiden dan wakil presiden. Jabatan tanpa diiringi kata-kata itu berlangsung dua kali.

Salaman pertama SBY yang lebih dulu menghampiri Megawati dan menyorongkan tangannya. Salaman kedua giliran Megawati yang menyalami SBY. "Sejak lima tahun silam, baru tadi terjadi pertemuan dan salaman, meskipun SBY sudah lama berinisiatif," ungkap Anas.

Ia mengatakan, jabat tangan ini akan membuka pintu komunikasi dan silahturahim antara keduanya. Menurut Anas, rakyat berharap kedua tokoh politik tersebut tetap akur dan menjalin komunikasi meski salah satu pihak menjadi oposisi. "Saya kira akan menjadi pintu pembuka bagi komunikasi dan silaturrahim selanjutnya," katanya.


Tafsir berbeda diutarakan Ketua Dewan Pengurus Pusat PDI Perjuangan Firman Jaya Daeli. Menurut dia, prosesi jabat tangan antara Mega-SBY hal yang biasa dan wajar. "Biasa saja bertemu kemudian salam, tidak ada sesuatu yang luar biasa," kata Firman.

Firman menjelaskan, hubungan Megawati selaku Ketua Umum PDI Perjuangan ataupun sebagai mantan presiden dengan SBY tetap terjalin baik. "Tidak ada yang spesial." Kedatangan Mega dan Prabowo ke KPU, kata dia, atas undingan untuk mendapatkan nomor pencalonan presiden dan wakil presiden. "Calon wajib hadir, undang undang mengatakan demikian," kata dia.

Menurut dia, soal jabat tangan tidak perlu dibesar-besarkan. "Yang peting bagi kami persiapan kampanye dan pemenangan pilpres," katanya. "Soal salaman itu diluar subtantif." Ditanya apakah jabat tangan menjadi titik awal mencairnya hubungan Mega-SBY? "Tafsirkan saja sendiri," kata Firman.

Tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden telah mendapatkan nomor urut. Pasangan Mega-Prabowo mendapat nomor 1, pasangan SBY-Boediono nomor 2, dan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto nomor 3.

EKO ARI WIBOWO|NININ DAMAYANTI

Sehari Kampanye di 11 Provinsi

(fajar.co.id) JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi menetapkan nomor urut pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Pilpres 2009. Pasangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto mendapatkan nomor urut satu, sementara pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono mendapatkan nomor urut dua.

Pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto mendapatkan nomor urut terakhir, atau nomor urut tiga.
Dengan penetapan itu, tahapan yang telah menunggu para pasangan calon adalah masa kampanye. Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary menyatakan, masa kampanye akan dibuka pada 2 Juni.

Kampanye pada 2 Juni tersebut adalah masa kampanye terbatas. "Dalam arti, belum diperbolehkan untuk kampanye terbuka atau dalam bentuk rapat umum," kata Hafiz di gedung KPU, Jakarta, Sabtu 30 Mei.

Kampanye yang dimaksud Hafiz tersebut meliputi pertemuan terbatas, tatap muka, dan dialog. Selain itu, pasangan calon juga sudah diperbolehkan untuk melakukan penyebaran tanda gambar pasangan calon di berbagai media dan kepada umum. Ketentuan itu sesuai dengan pasal 38 Undang Undang Pilpres nomor 42 tahun 2008.

Hafiz menyatakan, gong kampanye terbuka akan dimulai pada 11 Juni. Masing-masing pasangan calon dalam satu hari dijadwalkan akan berkampanye di sebelas provinsi. KPU sendiri sudah menetapkan jadwal kampanye yang juga telah ditandatangani perwakilan tim kampanye pasangan calon. "Kampanye terbuka itu sampai 4 Juli," terangnya.

Berdasarkan jadwal yang dirilis KPU, 33 provinsi di Indonesia dibagi rata untuk tiga pasangan calon. Masing-masing pasangan calon memiliki wilayah kampanye tersendiri setiap harinya. Jika berganti hari, setiap pasangan calon bertukar lokasi kampanye.

Sebagai contoh, jadwal kampanye di hari pertama atau 11 Juni. Di pulau Jawa, pasangan Mega-Prabowo akan berkampanye pertama kali di Jawa Barat dan Jawa Timur. Pasangan SBY-Boediono dijadwalkan berkampanye di Jawa Tengah dan Banten. Sementara, pasangan JK-Wiranto, untuk kampanye perdana di Jawa dijadwalkan di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.

Hafiz kembali mengingatkan, sebelum memasuki masa kampanye, setiap pasangan calon yang sudah ditetapkan dilarang untuk memasang atribut kampanye. Sebelumnya, saat masih berstatus bakal calon, KPU tidak bisa menjerat secara hukum aksi curi start kampanye.

Kini, karena statusnya sudah sebagai peserta Pilpres, dilarang untuk memasang alat peraga dalam bentuk apapun sebelum masuk masa kampanye.

Ketua DPP Bidang Politik Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan, tim kampanye nasional SBY-Boediono sudah mendapatkan jadwal kampanye yang ditetapkan KPU. Sejumlah persiapan tengah dilakukan tim kampanye nasional, terkait provinsi mana yang bakal dikunjungi sesuai jadwal kampanye KPU.

Anas menyatakan, presiden SBY dipastikan akan mengambil satu hari cuti setiap pekannya untuk ikut berkampanye. Jadwal yang kemungkinan besar diambil adalah cuti setiap hari Jumat. Jadwal itu sama seperti hari cuti yang diambil SBY saat kampanye Pemilu Legislatif. "Kalau Pak Boed (Boediono, red) kan nggak perlu cuti. Tinggal jadwal (cuti) pak SBY yang disusun," kata Anas.

Pertemuan SBY-Mega

Pengundian dan penetapan nomor urut peserta Pilpres kemarin, berlangsung di ruang sidang gedung KPU, Jakarta. Di balik prosesi itu, ternyata momen yang ditunggu adalah pertemuan capres yang juga incumbent Presiden SBY dengan Megawati.

Sebagaimana diketahui, dua sosok itu selama ini kerap berseteru. Megawati suka melontarkan kritik kepada kinerja pemerintah. Tak tinggal diam, SBY juga dalam sejumlah kesempatan langsung menanggapi kritikan tersebut.

Pasangan SBY-Boediono sendiri adalah pasangan capres dan cawapres yang tiba paling awal di ruang sidang gedung KPU. SBY yang mengenakan batik warna cokelat tiba bersama Boediono pada pukul 08.48. SBY dan Boediono duduk di meja sebelah kanan menghadap meja para anggota KPU.

Kedatangan SBY-Boediono juga didampingi sejumlah petinggi parpol koalisi dan tim kampanye nasional mereka. Tampak, Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali, Ketua Dewan Tanfidz Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, dan Sekjen DPP Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.

Dari Demokrat, tampak Ketua Umum Hadi Utomo, Ketua DPP Bidang Politik Anas Urbaningrum, serta putra SBY Edhie Baskoro Yudhoyono.

Dua menit kemudian, giliran pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto tiba di gedung KPU. Pasangan itu datang lengkap dengan anggota tim kampanyenya. SBY yang melihat kedatangan JK-Wiranto, lantas beranjak dari tempat duduknya untuk menyalami pasangan tersebut, disusul Boediono. JK-Wiranto sendiri juga mengenakan busana serba batik. Mereka ditempatkan untuk duduk di sebelah kiri.

Tinggal pasangan Megawati dan Prabowo yang belum datang. Keduanya baru tampak di ruang sidang gedung KPU sekitar pukul 09.08, terlambat dari jadwal yang disampaikan KPU. Megawati tiba dengan mengenakan busana khasnya, baju warna merah. Demikian halnya dengan Prabowo dengan baju serba putihnya.

Mengetahui kedatangan Mega, SBY dan Boediono langsung beranjak menghampiri. Namun, Megawati terkesan pura-pura tidak tahu. Dia hanya melambai-lambaikan tangan ke arah para fotografer, dan memunggungi SBY.

Prabowo yang melihat SBY, langsung menghampiri. Keduanya langsung saling hormat terlebih dahulu dan kemudian berjabat tangan. Megawati sendiri, baru berjabat tangan dengan SBY setelah Prabowo. Itupun hanya sesaat, tanpa basa-basi apapun.

Prosesi pengambilan nomor urut kemarin berlangsung cepat. Terlebih dahulu, anggota KPU Samsulbahri dan Andi Nurpati menunjukkan kotak kaca yang sudah tertutup kain hitam. Kotak kaca itu berisi tiga gulungan surat berisi nomor urut. Setelah gulungan itu ditunjukkan, kotak kaca itu ditutup kembali dengan kain yang sama.

Barulah masing-masing pasangan calon dipersilakan untuk mengambil. Cara mengambil gulungan itu adalah dengan acak sambil ditutup kain tersebut. Sesuai nomor urut pendaftaran, pasangan JK Win adalah yang mengambil pertama kali, disusul dengan Mega Prabowo dan terakhir SBY Boediono.

Setelah masing-masing pasangan calon mendapatkan gulungan, barulah kotak itu dibuka. Ternyata, Mega Prabowo mendapat nomor urut satu, disusul SBY-Boediono dan JK-Wiranto. Uniknya, pasangan JK-Wiranto ternyata sudah menyiapkan poster yang bertuliskan tiga. Nomor tiga lengkap dengan logo gambar JK-Wiranto itu diacung-acungkan.

Lantas, apa komentar tim kampanye atas perolehan nomor urut calon itu? Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan, nomor pasangan calon itu sejatinya hanyalah identitas peserta Pilpres. Yang menentukan nantinya adalah persepsi pemilih terhadap kualitas calon. "Yang dilihat nanti calonnya, bukan nomornya," ujarnya.

Namun, jika dikaitkan dengan calon, Anas menilai nomor dua adalah inspirasi numerik. Artinya, nomor itu cocok dengan slogan "lanjutkan" yang selama ini diusung pasangan SBY-Boediono. "Itu menandakan proses lanjutan pemerintahan dari periode pertama ke periode kedua," ujarnya berharap.

Sementara, tim kampanye Mega-Prabowo menilai angka satu memiliki arti kemenangan. Wakil Ketua Umum partai Gerakan Indonesia Raya Fadli Zon menyatakan, nomor satu adalah tanda bahwa Mega Prabowo akan muncul sebagai capres nomor satu. "Itu yang kami harapkan dan doakan selaku pendukung Mega Prabowo," kata Fadli.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menyebut nomor tiga adalah sosok presiden yang bakal dipilih untuk Pilpres nanti. "Kita kan selama ini pernah punya presiden yang nomor satu (Megawati), nomor dua (SBY) yang sekarang. Nah nomor tiga (Jusuf Kalla) ini yang masa depan," kata Priyo. (bay/dra)

Saturday, May 30, 2009

SBY-Boediono Sempurnakan Jadwal Kampanye

JAKARTA, KOMPAS.com — Pasangan capres dan cawapres Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono tengah mengatur kembali jadwal kampanye menyusul dimajukannya pelaksanaan kampanye oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi tanggal 2 Juni-4 Juli 2009.

Hal tersebut disampaikan Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, seusai pengundian dan penetapan nomor urut pasangan capres dan cawapres, di Kantor KPU, Jakarta, Sabtu (30/5). "Sudah disiapkan berdasarkan ketetapan KPU dari tanggal 12 Juni-4 Juli yang lalu. Tetapi karena kampanye dimajukan, tentu akan ada penyempurnaan," kata Anas.

Anas mengatakan, nantinya kampanye akan diatur dan dibagi antara capres dan cawapres untuk masing-masing daerah kampanye.

"Kampanye diatur yang bareng dan harus sendiri-sendiri. Pembagian ke daerah-daerah kampanye sudah diatur. Untuk kampanye yang harus pasangan itu sudah diatur rapi mulai dari minggu pertama sampai minggu keempat," ujarnya.

Untuk kampanye yang dilakukan secara sendiri-sendiri, Anas menambahkan, akan diatur berdasarkan kebutuhan riil di lapangan.

ANI

SBY Cuti Tiap Jumat, Boediono Selamanya

(banjarmasinpost.co.id) JAKARTA, SABTU - Menghadapi masa kampanye, Partai Demokrat mengatur jadwal cuti SBY-Boediono. Kemungkinan SBY akan cuti tiap hari Jumat, sementara Boediono sudah cuti selamanya.

"Pak SBY biasanya hari Jumat. Kalau Pak Boediono sudah berhenti. Dia cuti terus sejak berhenti dari Gubernur BI," kata Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Gedung KPU, Jakarta, Sabtu (30/5).

Mengenai pengaturan kampanye, menurut Anas, ada yang disetting bersama, ada yang sendiri-sendiri. Pembagian ke daerah-daerah kampanye sudah diatur.

"Untuk kampanye, yang harus pasangan itu sudah diatur rapi mulai dari minggu pertama sampai minggu keempat. Tapi yang sendiri-sendiri diatur berdasaarkan kebutuhah riil di lapangan," terangnya.

Cuti SBY, lanjut Anas, sebenarnya sudah dipersiapkan sebelumnya, yakni 12 Juni - 4Juli. Tetapi karena jadwal kampanye dimajukan, maka cuti SBY juga direvisi.

"Tapi yang 12 Juni - 4 Juli sudah diatur masing-masing 1 minggu satu hari tapi ada waktu tambahan mungkin akan ditambah satu hari lagi," pungkasnya.

(INLC/ana)

Yudhoyono dan Boediono Tak Selalu Kampanye Bersama

TEMPO Interaktif, Jakarta: Setelah pengundian nomor urut, para calon presiden dan wakil presiden menyatakan siap berkampanye. Ketua Bidang Politik Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, mengatakan tim sukses Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono telah mengatur jadwal keduanya untuk berkampanye. “Sudah ada jadwal yang rapi mulai dari pekan pertama sampai keempat,” kata Anas usai acara pengundian nomor urut di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Sabtu (30/5).

Menurut Anas, Yudhoyono dan Boediono tak selalu kampanye berbarengan. Tim sukses telah mengatur pembagian daerah Yudhoyono dan Boediono. “Diatur berdasarkan kebutuhan riil di lapangan,” ujarnya.

Yudhoyono, kata Anas, akan mengajukan cuti. Menurut dia, cuti Yudhoyono kebanyakan diajukan untuk hari Jumat. “Kalau Boediono kan sudah mundur sehingga tak perlu cuti,” katanya. Setelah deklarasi pasangan itu, Boediono mengajukan pengunduran diri sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya, Fadli Zon, mengatakan Mega-Prabowo juga akan segera berkampanye. “Nanti kami atur jadwalnya. Terutama di daerah yang padat penduduk,” katanya.

Kampanye berlangsung mulai 2 Juni hingga 4 Juli. Kampanye akan dibuka dengan deklarasi kampanye damai saat 2 Juni. Sedangkan kampanye terbuka dimulai 11 Juni hingga 4 Juli. Antara 2-12 Juni, para calon boleh berkampanye dengan pertemuan terbatas atau tatap muka. Tapi, para calon tak boleh berkampanye rapat umum yang bersifat mengerahkan massa. Setelah kampanye selesai, berlaku masa tenang, yaitu 5-7 Juli. Sehari kemudian, pemungutan suara dilaksanakan.

Komisi Pemilihan juga telah menyiapkan lima kali debat, terdiri dari tiga kali debat calon presiden dan dua kali debat wakil presiden. Debat pertama akan dimulai untuk para calon presiden pada 18 Juni.

Anas membantah Yudhoyono-Boediono tak mau mengikuti debat tersebut. Menurut Anas, debat terbuka itu mampu memberi gambaran ke masyarakat soal kapasitas calon yang bertarung dalam pemilihan presiden. “Kami termasuk kalangan yang mendukung kampanye dengan cara debat,” katanya.

PRAMONO

PD : Mudah-Mudahan Ini Awal yang Baik

(detik.com) Jakarta - Partai Demokrat (PD) bersuka ria melihat SBY bersalaman dengan Megawati. PD berharap tali silaturahmi antar keduanya dapat terjalin baik dalam pertemuan selanjutnya.

"Alhamdulilah Ibu Mega Menyambut Uluran Tangan SBY, mudah-mudahan ini jadi awal baik," tutur Ketua DPP PD, Anas Urbaningrum.

Hal ini disampaikan Anas seuisai pengundian nomor urut pasangan capres-cawapres peserta pemilu 2009, di Gedung KPU, Jl. Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Sabtu (30/5/2009).

Menurut Anas, SBY sudah ingin bertemu mega sejak dulu. Namun demikian Megawati tidak kunjung meluangkan waktu untuk bertemu dengan Presiden RI ini.

"Alhamdulilah SBY punya inisiatif mendatangi Ibu Mega, itu adalah refleksi keinginan SBY yang lama untuk bertemu dengan Ibu Mega," tutur Anas.

Anas berharap pertemuan kali ini dapat membawa manfaat diantara keduanya dan tali silaturahmi dapat terus dijalin.

"Mudah-mudahan di waktu yang akan datang Ibu Mega mau menyambut uluran tangan SBY," ungkap Anas.

( van / djo )

PD: Nomor 2 Nyambung dengan Lanjutkan

INILAH.COM, Jakarta - Penetapan nomor urut telah selesai dan pasangan SBY-Boediono telah mendapatkan nomor urut 2. Nomor urut 2 ini dinilai Demokrat sangat mudah disambungkan dengan lanjutkan.

"Sekali lagi kalau nomor urut tidak ada yang khusus, semua baik. Tapi sekali lagi kalau nomor 2 ini sangat mudah disambungkan dengan kata-kata lanjutkan, lanjutkan untuk tahap 2," kata Ketua DPP PD Anas Urmaningrum usai pengundian nomor urut di Gedung KPU, Jakarta, Sabtu (30/5).

Menurut dia, nomor 2 ini akan disosialisasikan keseluruh jajaran partai dan jajaran partai pendukung. Sejak hari ini sampai 4 Juni 2009 Demokrat dan partai pendukung akan fokus pada pemenangan.

"Yang akan datang itu akan optimal betul dalam proses pemenangan, sehingga pada 8 Juli betul-betul sejarah yang baik bagi pasangan SBY-Boediono untuk mendapatkan mandat dari rakyat," ujarnya.

Anas yakin rakyat tidak akan memilih berdasarkan nomor urut saja. Tapi rakyat akan memilih berdasarkan pengetahuannya masing-masing pasangan calon.

"Jadi kami optimis berapapun nomor urutnya Insya Allah rakyat akan percaya kepada SBY-Boediono," pungkasnya. [win/ana]

PD: Debat HAM Hanya Visi Misi

JAKARTA (Dtc/Lampost): Partai Demokrat menyambut baik rencana Komnas HAM menggelar debat capres-cawapres bertemakan HAM. Namun, partai pemenang pemilu legislatif itu berharap debat hanya tentang visi misi bukan mengungkit masa lalu.

"Kalau ada debat dengan topik HAM sebaiknya bukan untuk mengangkat masa lalu seseorang, melainkan untuk memastikan visi tentang penegakan dan memajukan penyelenggaraan HAM di Indonesia," kata Ketua DPP PD, Anas Urbaningrum, Jumat (29-5).

Komisioner Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue pada Kamis, 28 Mei 2009, mengatakan Komnas HAM berencana mengadakan dialog dengan para capres-cawapres. Debat bertemakan visi dan misi mereka mengenai penegakan HAM.

Untuk itu Anas mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menentukan topik resmi debat capres-cawapres. Semua pasangan capres-cawapres diharapkan hadir mengutarakan visi misinya.

"Materi debat sudah ditetapkan KPU. Kalau pun ada yang menilai kurang sempurna, itulah yang mesti dilaksanakan oleh semua pihak. Mudah-mudahan semua hadir," ujar Anas.

Anas mengharapkan debat capres-cawapres membawa manfaat baik bagi demokrasi Indonesia. Rakyat Indonesia menjadi lebih memahami siapa capres pilihannya.

"Kita harapkan berjalan baik dan mampu menggeledah secara dalam visi, misi dan agenda aksi pasangan calon," kata eks anggota KPU ini.

Formalitas

Sementara itu, pengamat berpandangan debat capres-cawapres yang diadakan KPU sekadar formalitas dan penuh rasa sopan santun. Sebab itu, KPU diharapkan juga membuka kemungkinan debat di ruang publik lain, misalnya di universitas.

"Artinya begini, di samping yang wajib, KPU juga buka kemungkinan para capres melakukan debat dengan difasilitasi, misalnya, di perguruan tinggi, seperti lazimnya di negara-negara modern," kata Koordinator Pemilu dari Komite Pemilih Indonesia (TePi), Jeirry Sumampow, Kamis (28-5).

Debat di luar kewajiban UU itu, lanjut Jeirry, tetap pada prinsip-prinsip yang sama dengan debat KPU. Hal itu untuk menghindari supaya tidak ada kepentingan untuk memenangkan salah satu pasangan calon.

Jeirry mengatakan usulannya tersebut berdasar pada debat KPU yang dinilai tidak akan memuaskan keingintahuan pemilih terhadap kualitas ide dan sikap para kandidat.

Tema Normatif

Jeirry menyayangkan tema yang dimunculkan dalam debat itu sangat umum dan normatif, tidak menyangkut hal-hal yang bersifat aktual.

"Isu-isu misalnya kasus Ambalat itu harusnya diangkat. Ini kasus aktual dan sangat serius. Nah kalau kita mau contoh negara-negara seperti Amerika, mereka mengangkat tema soal penjara Guantanamo, Timur Tengah, itu lebih konkret," kata dia.

Kemudian Jeirry yakin debat yang akan dimulai pada 18 Juni itu sengaja dirancang untuk menyelamatkan para calon. Hal itu terlihat dari isu-isu tertentu yang tidak diakomodasi sebagai materi debat, padahal sangat erat kaitannya dengan ketiga pasangan capres-cawapres.

"Apa itu? Yakni tidak ada isu tentang HAM. Ini saya kira ini didesain untuk menyelamatkan calon-calon. Ini saya yakin merupakan kesepakatan dengan para tim sukses dan KPU telah terlibat pengamanan calon itu," tegasnya.

Masih menurut mantan Koordinator Jaringan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) itu, metodologi debat KPU kurang tepat. Moderator tidak diberi kesempatan bertanya, sedangkan moderator juga dapat berperan memperdalam permasalahan.

"Menurut saya, debat ini hanya akan menjadi bagaimana calon memperlihatkan citranya. Ini soal penampilan dan pencitraan, bukan pandalaman substansi. Bukan mengukur kemampuan untuk bagaimana calon memahami persoalan bangsa dan memberi sikap terhadap itu," cetusnya. n K-3.

Anas: Artinya Lanjutkan dari Periode 1 ke 2

VIVAnews - Salah satu Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum tidak mempermasalahkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono mendapatkan nomor urut dua. Semua nomor dinilainya baik.

"Kami tentu lebih bersyukur mendapat nomor dua ini, karena itu bisa menjadi inspirasi numerik. Inspirasi numerik maksudnya, nomor dua itu simbol dan cocok dengan kata-kata lanjutkan. Berarti lanjutkan dari periode pertama ke periode kedua ha ha ha," kata Anas di Gedung KPU, Jakarta, Sabtu 30 Mei 2009.

Terlepas dari itu, kata dia, semua nomor baik. Karena ia menilai rakyat memilih bukan berdasarkan nomor, tapi berdasarkan siapa yang menjadi pasangan calon.

Sebelumnya pasangan ini, kata Anas, tidak memiliki ekspektasi khusus untuk mendapatkan nomor berapa. "Semua nomor itu pada dasarnya baik. Nomor dua ini lebih memudahkan identifikasi dengan pasangan lain, dan cocok dengan kata-kata lanjutkan," kata dia.

Dalam proses pengundian di KPU pagi tadi pasangan Megawati-Prabowo mendapatkan nomor urut satu, SBY-Boediono nomor urut dua, dan Jusuf Kalla-Wiranto mendapatkan nomor urut tiga.

Anas: Lanjutkan untuk Periode ke 2

(detik.com) Jakarta - Tim sukses pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono tidak ingin ketinggalan mempromosikan nomor urut jagoan mereka. Menurut Ketua DPP Demokrat Anas Urbaningrum, nomor urut 2 berarti melanjutkan SBY untuk kedua kalinya.

"Jika disambungkan, lanjutkan untuk periode ke dua," kata Anas di Gedung KPU, Jl Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/5/2009).

Menurut Anas, nantinya slogan tersebut akan disosialisasikan dalam masa kampanye. Seluruh jajaran partai pendukung SBY-Boediono akan diinformasikan juga tentang hal yang sama.

"Semoga akan lebih baik nantinya," tutup Anas.
( mad / mok )

Friday, May 29, 2009

Demokrat Yakin Koalisi Tak Terganggu Hak Angket

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Bidang Politik DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, kekompakan koalisi partainya dengan dengan 23 parpol lainnya tidak terpengaruh oleh keputusan beberapa fraksi dari partai koalisinya yang mendukung penggunaan hak angket Daftar Pemilih Tetap(DPT) di DPR.

"Partai Demokrat yakin 100 persen bahwa persetujuan (terhadap hak angket DPT) beberapa fraksi dari partai yang berkoalisi dengan kami tidak akan menganggu kesolidan (kekompakan, red) koalisi 24 partai politik yang mendukung SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) - Boediono," kata Anas di Jakarta, Jumat (29/5), saat ditanya wartawan.

Fraksi PAN dan PPP di DPR ternyata mendukung penggunaan hak angket DPT tersebut, padahal DPP PAN dan DPP PPP secara resmi telah menyatakan masuk kelompok koalisi dengan Partai Demokrat yang mengusung calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono - calon wakil presiden Boediono. Penggunaan hak angket DPT itu didukung PDI Perjuangan dan Partai Golongan Karya.

Sementara itu, Sekjen DPP Partai Demokrat Marzuki Alie di tempat yang sama mengatakan pihaknya yakin bahwa penggunaan hak angket itu hanya bertujuan untuk menanyakan apakah penyusunan DPT itu wewenang KPU ataukah pemerintah.

"Kami sadar bahwa teman-teman di DPR hanya ingin penjelasan apakah penyusunan DPT itu merupakan domain (wewenang, red) KPU ataukah pemerintah," kata Marzuki Alie.

Marzuki mengatakan DPT disusun KPU berdasarkan data kependudukan yang diberikan pemerintah, dalam hal ini Departemen Dalam Negeri.

Ia mengingatkan bahwa lemahnya penyusunan DPT itu tidak hanya merugikan banyak partai politik lainnya tapi juga Partai Demokrat yang menjadi pemenang pemilihan anggota legislatif pada 9 April 2009.

"Banyak kader Demokrat yang tidak terdaftar atau namanya tidak tercantum dalam DPT padahal suara mereka bisa menambah perolehan suara kami," kata Marzuki.

Dalam jumpa pers ini, Anas Urbaningrum mengajak pasangan-pasangan capres dan cawapres serta tim kampanye mereka untuk tidak menggunakan tema-tema keagamaan dalam masa kampanye yang akan berlangsung 2 Juni - 4 Juli 2009, apalagi kegiatan kampanye ini hanya bersifat jangka pendek.

"Kami mengimbau atau mengajak koalisi kami atau kompetitor kami, siapa pun juga agar tidak menggunakan agama sebagai alat kampanye," kata Anas yang merupakan mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). (*)

Embuskan Isu Jilbab, Demokrat Tegur PKS

Jakarta, Tribun - Ketua DPP Partai Demokrat (PD), Anas Urbaningrum, menyatakan, agar semua partai politik, baik pendukung pasangan SBY-Berboedi maupun pasangan lainnya, tidak mempolitisasi atribut dan simbol agama pada pilpres ini.

Anas menanggapi isu jilbab yang awalnya diembuskan PKS. "Janganlah atribut agama dijadikan alat politik untuk kepentingan jangka pendek. Ini merusak pluralitas pemahaman agama dan menodai keberagaman agama sebagai bagian dari kekayaan Bhinneka Tunggal Ika," ujar mantan anggota KPU ini, Jumat (29/5), di Bravo Media Center, Jakarta.

Ia mengimbau semua kontestan dan tim pendukungnya menitikberatkan perdebatan pada hal-hal yang lebih substantif, seperti platform partai, agenda kerja, dan agenda aksi. Menurutnya, hal ini perlu diperdalam sehingga pada akhirnya rakyat, sebagai pemilih, dapat diuntungkan.
Debat ketiga hal di atas, menurut Anas, dapat membuat rakyat lebih memahami hal-hal yang diusung masing-masing pasangan calon.

Kendati Kristiani Herawati, istri calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tidak berjilbab, PD yakin tidak memiliki efek elektoral terhadap SBY. Partai Demokrat tetap optimistis calonnya unggul di Pemilu Presiden pada 8 Juli mendatang. "Insya Allah, kita optimistis Pak SBY memang capres yang dikehendaki rakyat," katanya.

Tegur PKS
PD telah menegur Presiden PKS, Tifatul Sembiring, karena salah satu kadernya mengembuskan isu jilbab istri-istri pasangan calon presiden dan wakil presiden yang menyudutkan pasangan SBY-Berboedi.

"Hal ini sebenarnya urusan dapur partai orang lain. Saya langsung menghubungi Pak Tifatul. Pak Tifatul sendiri mengatakan, hal tersebut sebagai opini pribadi dan akan menegur kader yang bersangkutan," ujar Sekretaris Jenderal PD Marzuki Alie.
Marzuki menambahkan, hal tersebut hanyalah teguran agar hal tersebut tidak terjadi lagi di masa mendatang. Terlebih, ia melanjutkan, PD dan PKS adalah parpol pengusung pasangan SBY-Berboedi.

Dari kubu PD, Marzuki melanjutkan, hal itu dianggap sebagai ajakan moral. Dia membantah hal tersebut ditujukan untuk menjatuhkan citra SBY-Boediono.(lim)

Koalisi Tak Terpengaruh Hak Angket
PERBEDAAN pendapat terkait hak angket antara anggota di antara parpol anggota koalisi yang mengusung pasangan capres-cawapres SBY-Berboedi tidak ada kaitannya dengan soliditas di tubuh koalisi.

Demikian dikatakan Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. "Terlebih, ke-24 parpol telah diikat oleh kesamaan platform yang secara administratif diterjemahkan menjadi visi-misi dan proker yang diserahkan ke KPU," tambah Anas, Jumat (29/5) di Bravo Media Center, Jakarta.

Disetujuinya hak angket DPR tentang pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam Pemilu Legislatif 2009 dinilai Partai Demokrat sebagai upaya fraksi-fraksi di parlemen untuk memperjelas pihak yang paling bertanggung jawab akibat ricuhnya DPT.

Anas Urbaningrum menegaskan, ricuhnya DPT sepenuhnya domain penyelenggara pemilihan umum, yakni KPU. Hal ini didasarkan oleh UU 10/2008 tentang Pemilu Legislatif. "Hal ini sangat terang benderang," tegas Anas.(lim)

Mundur dari Jabatan, Boediono Lebih Nasionalis

(okezone.com) JAKARTA - Kritik sejumlah kalangan mengenai Boediono yang dianggap terlalu ambisius dengan jabatan sebagai wakil presiden, ditanggapi santai Partai Demokrat, pengusung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono.

Seperti diketahui, Boediono langsung menanggalkan jabatannya sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI), sesaat setelah SBY memilihnya sebagai calon pendamping pada Pilpres 8 Juli mendatang.

"Saya kira ini komitmen nyata dari Boediono untuk menomorsatukan dan berkonsentrasi pada politik pemenangan pilpres serta posisinya sebagai cawapres," ujar Ketua DPP partai Demokrat Anas Urbaningrum di Bravo Media center, Jalan Teuku Umar, Jakarta, Jumat (29/5/2009).

Boedino juga dinilai beberapa pengamat, lebih baik merangkap sementara jabatannya sebagai gubernur BI dan baru melepaskannya setelah resmi terpilih sebagai calon pendamping SBY.

"Tapi kan Boediono lebih mementingkan panggilan tugas yang tidak kalah nasionalis," imbuh Anas.

Ditanya soal keyakinan Demokrat akan meloloskan pasangan SBY-Boediono pada putaran pertama, Anas mengaku belum berani menargetkan hal itu. "Kami belum bisa menyebut satu atau dua putaran. Itu tidak terlalu penting. Saat ini kami konsentrasi untuk Pilpres dulu," pungkas Anas. (ded)

Realitas Politik yang Harus Dihadapi Demokrat

JAKARTA--MI: Keluarnya hak angket daftar pemilih tetap (DPT) dari DPR dinilai oleh ketua DPP Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum sebagai realitas politik yang harus dihadapi. Tidak ada permasalahan serius dalam konteks angket.

"Posisi kami jelas sekali DPT itu kewenangan penyelengara pemilu. Berdasarkan UU penyelengara pemilu dan UU pileg kewenangan pada KPU, itu amat jelas. Tapi itu realitas politik, harus dihadapi. Tidak ada soal serius dalam konteks angket itu," ujar Anas di Bravo Media Center (BMC), Jakarta, Jumat (29/5).

Sekjen PD dan juga sekretaris tim sukses SBY-Boediono Marzuki Alie menyatakan semua partai termasuk PD juga mengalami hal yang sama. Bila DPT sesuai dengan harapan, mungkin PD bisa lebih besar yang didapatkan saat ini.

PD, lanjut Marzuki menerima dan sadar tindakan DPR ingin memperjelas dalam konteks politik. Masalah DPT itu tidak mengandung unsur politis dan domainnya KPU. "Proses updating KPU tidak dilakukan dengan baik," ujar Marzuki.

Demokrat Tak Politisasi Agama Dalam Kampanye

VIVAnews - Ketua Dewan Pimpinan Partai Demokrat Anas Urbaningrum menegaskan, Partai Demokrat tidak akan terbawa isu masalah jilbab di kalangan isteri capres dan cawapres.

Menurut Anas, pada prinsipnya Demokrat sangat menghormati agama manapun, sehingga tidak akan menggunakan simbol-simbol agama untuk berkampanye.

"Pasangan SBY-Boediono tidak akan menggunakan simbol-simbol agama sebagai alat kampanye dan tidak akan mempolitisasi agama atau simbol-simbolnya itu untuk pemenangan pemilu," kata Anas saat ditemui di kantor Bravo Media Center, Jumat 29 Mei 2009.

Karena itu, dia meminta kepada siapapun baik sahabat dikoalisi maupun pasangan lainnya dapat menerima jalan pikiran tersebut, karena ini untuk menjaga dan kedudukan agama yang paling tinggi.

Demokrat Minta Jilbab Jangan Dipolitisasi

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPP PD Anas Urbaningrum mengingatkan agar semua partai politik, baik yang mendukung pasangan calon SBY-Boediono maupun pasangan lainnya, agar tidak memolitisasi atribut dan simbol agama pada pilpres ini. Hal ini menanggapi isu jilbab yang berembus akhir-akhir ini.

"Janganlah atribut agama dijadikan alat politik untuk kepentingan jangka pendek. Hal ini merusak pluralitas pemahaman agama dan menodai keberagaman agama sebagai bagian dari kekayaan Bhinneka Tunggal Ika," ujar mantan anggota KPU ini kepada para wartawan, Jumat (29/5) di Bravo Media Center, Jakarta.

Ia mengimbau agar para kontestan dan tim pendukungnya menitikberatkan perdebatan pada hal-hal yang lebih substantif, seperti platform partai, agenda kerja, dan agenda aksi. Menurutnya, hal ini perlu diperdalam sehingga pada akhirnya rakyat, sebagai pemilih, dapat diuntungkan. Debat ketiga hal di atas, menurut Anas, dapat membuat rakyat lebih memahami hal-hal yang diusung masing-masing pasangan calon.

Kendati Kristiani Herawati, istri calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tidak berjilbab, Partai Demokrat yakin tidak memiliki efek elektoral terhadap SBY. Partai Demokrat tetap optimistis calonnya tetap unggul pada pemilu presiden pada tanggal 8 Juli mendatang. "Insya Allah, kita optimis Pak SBY memang capres yang dikehendaki rakyat," katanya.

Demokrat Yakin Hak Angket Tak Ganggu Komitmen

VIVAnews - Partai Demokrat optimis hak angket Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak akan mengganggu komitmen antar partai koalisi pendukung Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Meskipun, kata dia, ada sejumlah partai koalisi yang mendukung hak angket itu.

"Konteks fraksi partai sahabat adalah untuk membuat persoalan DPT jadi jelas," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Bravo Media Center, Jumat 29 Mei 2009.

Anas yakin bahwa hak angket tersebut tidak akan mengganggu komitmen 24 partai koalisi untuk mendukung SBY-Boediono. "Jadi tidak ada kamus konflik dalam konteks ini," kata Anas kepada wartawan. Partai koalisi itu, kata dia, memiliki kesepakatan dan pondasi yang kuat untuk berjalan bersama, lima tahun ke depan.

Senada dengan Anas, Sekjen Demokrat Marzuki Alie menambahkan Demokrat juga mengalami kerugian akibat ketidakakuratan DPT pada Pemilu Legislatif lalu. "Ada kader dan tim sukses yang tidak masuk DPT," kata dia.

Namun, kata Marzuki wacana hak angket seolah-olah menempatkan Demokrat sebagai pembela kesalahan Komisi Pemilihan Umum.

Anas: Pondasi Koalisi Kuat

(matanews.com) Ketua DPP Partai Demokrat bidang Politik, Anas Urbaningrum menepis anggapan beberapa pihak yang menyebutkan koalisi yang dibangun partainya bersama 24 parpol lainnya lemah. Dia berkeyakinan bahwa koalisi yang dibangun partainya justru memiliki pondasi kuat dalam lima tahun ke depan.

“Kami bersama partai sahabat memiliki pondasi kuat untuk membangun koalisi lima tahun ke depan,” katanya kepada wartawan di BMC Jakarta, Jum’at (29/5).

Golnya hak angket DPR atas Daftar Pemilih Tetap (DPT), Anas yakin tidak akan mengganggu kesepakatan berkoalisi yang mengusung pasangan capres-cawapres SBY-Boediono. Karena hak angket yang didukung PPP, PAN, dan PKB bertujuan untuk mendapat penjelasan dari pemerintah duduk persoalan DPT itu sebenarnya.

Anas menambahkan pada dasarnya pemerintah siap untuk memberi penjelasan permasalahan hak angket. Karena pada dasarnya persoalan DPT adalah kewenangan atau domain dari KPU selaku penyelenggara pemilu. “Bagi kami sangat terang sekali bahwa kewenangan DPT berada di KPU, sesuai dengan konstitusi dan undang-undang pemilu,” terangnya.

Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PD, Marzuki Alie menambahkan untuk mengkonsolidasi kekuatan pendukung SBY-Boediono partainya akan menggelar acara Silaturahmi Nasional (silatnas), yang nakan digelar pada 29-30 Mei besok, di PRJ Kemayoran Jakarta.

Pada silatnas yang diadakan dua hari itu, lanjut Marzuki kita akan mensosialisasikan apa yang telah menjadi kesepakatan antara Demokrat dan partai-partai pendukung. “Kita akan menyamakan visi berkoalisi agar tidak timbul riak-riak dalam kesepakatan lima tahun ke depan,” ujarnya.(*z/rob)

Anas: Soliditas Koalisi Tak Terpengaruh Hak Angket

JAKARTA, KOMPAS.com — Perbedaan pendapat terkait hak angket antara anggota di antara parpol anggota koalisi yang mengusung pasangan capres-cawapres SBY-Boediono tidak ada kaitannya dengan soliditas di tubuh koalisi tersebut. Demikian dikatakan Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

"Terlebih, ke-24 parpol telah diikat oleh kesamaan platform yang secara administratif diterjemahkan menjadi visi-misi dan proker yang diserahkan ke KPU," tambah Anas, Jumat (29/5) di Bravo Media Center, Jakarta.

Disetujuinya hak angket DPR tentang pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam Pemilu Legislatif 2009 dinilai Partai Demokrat sebagai upaya fraksi-fraksi di parlemen untuk memperjelas pihak yang paling bertanggung jawab akibat ricuhnya DPT.

Anas Urbaningrum menegaskan, ricuhnya DPT sepenuhnya domain penyelenggara pemilihan umum, yakni KPU. Hal ini didasarkan oleh UU 10/2008 tentang Pemilu Legislatif. "Hal ini sangat amat terang benderang," tegas Anas, Jumat (29/5) di Bravo Media Center, Jakarta.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PD Marzuki Alie menyatakan, untuk mempertahankan soliditas 24 parpol yang tergabung dalam gerbong koalisi PD memang bukan hal yang mudah. Hal ini membutuhkan waktu yang lama karena koalisi tersebut baru secara resmi menyatakan bergabung pada tanggal 16 Mei silam.

Partai Demokrat berharap peristiwa hak angket yang terjadi awal pekan ini tidak terjadi lagi hingga masa bakti DPR berakhir pada tanggal 30 September 2009 mendatang.

Angket Disetujui, PD Pastikan Partai Koalisi Tak Konflik

(detik.com)Jakarta - Beberapa partai pendukung koalisi SBY-Boediono seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendukung disetujuinya hak angket pelanggaran konstitusional warga negara dalam memilih. Namun bisa dipastikan hal itu tidak akan menggangu komitmen partai peserta koalisi.

"Hak angket itu konteksnya untuk memperjelas masalah DPT (Daftar Pemilih Tetap), faktanya memang fraksi-fraksi partai-partai sahabat menyetujui. Namun itu tidak akan menggangu komitmen 24 partai koalisi. Tidak ada konflik dalam konteks ini," ujar Ketua DPP Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum.

Hal itu dikatakan Anas usai jumpa pers di Bravo Media Center (BMC), Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (29/5/2009).

Sementara itu, Sekjen PD Marzuki Alie menyatakan pemerintah siap jika sewaktu-waktu dimintai keterangan panitia angket DPR.

"Jika dimintai keterangan, pemerintah siap. Ini untuk membuat persoalan DPT semakin terang," katanya.

( lrn / nwk )

Demokrat Tak Mau Agama Jadi 'Jualan' Politik

(detik.com) Jakarta - Isu jilbab mengemuka menjelang Pilpres 2009. Kubu SBY-Boediono 'diserang' lantaran istri-istri mereka tidak mengenakan jilbab. Soal jilbab ini, Partai Demokrat meminta agar agama tidak menjadi 'jualan' politik.

"Apakah itu (jilbab) ada pengaruhnya dengan elektabilitas SBY, kami tidak menghitung angka elektabilitas SBY. Tetapi yang kami inginkan agar tidak menjadikan agama sebagai bahan jualan," ujar Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam jumpa pers di Bravo Media Center (BMC), Jl Teuku Umar, Jakarta, Jumat (29/5/2009).

Anas mengaku, Demokrat belum tahu apakah elektabilitas SBY turun atau tidak dengan isu tersebut. Karena yang menjadi fokus Demokrat adalah pada hal-hal yang substantif, visi dan misi, program dan agenda yang harusnya lebih diperjelas.

"Sehingga kami mengimbau agar tidak menggunakan simbol-simbol agama maupun politisasi agama baik pada siapa pun sahabat koalisi atau pun kompetitor agar menjaga kemurnian agama," tegas mantan anggota KPU ini.

Dalam hal apa pun, imbuhnya, baik simbol maupun syariat agama harus ditempatkan di posisi yang terhormat. Tujuannya, agama yang di posisi terhormat tersebut tidak turun derajatnya hanya untuk kepentingan jangka pendek.

"Ini juga bisa merusak pluralisme dalam kehidupan negara dan ke-bhinneka tunggal ika-an.

( anw / nrl )

Demokrat Ingatkan Jangan Politisasi Agama

(okezone.com) JAKARTA - Partai Demokrat mengingatkan pasangan dan pendukung capres dan cawapres tidak menggunakan isu agama untuk alat politik atau kampanye.

Imbauan tersebut disampaikan petinggi Partai Demokrat di antaranya Anas Urbaningrum dan Marzuki Ali, serta juru bicara tim sukses pasangan SBY-Boediono Rizal Mallarangeng yang menggelar jumpa pers di Bravo Media Center, Jalan Teuku Umar, Jakarta, Jumat (29/5/2009).

"Itu menurut kami penting disampaikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam kompetisi Pilpres 2009. Poinnya apapun mengenai agama terkait simbol merupakan syarat agama itu diselenggarakan dalam kehidupan, harus ditempatkan dalam posisi terhormat," terang Anas.

"Kami mengimbau siapapun agar agama tak dipolitisasi atau dijadikan alat politik atau alat kampanye dalam jangka pendek, tentu saja akan membahayakan nilai keagamaan itu sendri," sambung Anas.

Pada prinsipnya, kata dia, pendukung SBY tidak akan menggunakan simbol agama sebagai kampanye dan menggunakan agama untuk kemenangan pilpres.

"Karena itu kepada para sahabat tim pendukung koalisi dan kompetitor kami, agar bisa menerima pikiran ini bukan untuk kepentingan bersama, tapi bermartabat," pungkasnya.

Seperti diketahui, isu mengenai istri-istri Jusuf Kalla-Wiranto yang mengenakan jilbab mengemuka menjelang Pilpres 8 Juli. Bahkan di Kantor Slipi II Partai Golkar beredar buku mengenai wanita salehah yang menuturkan tentang Mufidah Kalla dan Uga Wiranto.
(ram)

Demokrat Bantah Jual Agama Demi Elektabiltas

(okezone.com) JAKARTA - Partai Demokrat dinilai sering reaktif terhadap persoalan keagamaan yang dianggap bakal "menjual" elektabilitas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Bagaimana tanggapan kubu Demokrat?

"Ini ajakan moral dan tidak terkait wacana elektabilitas. Apa itu simbol agama, punya efek elektoral atau tidak, kami tidak mengarah ke situ," ujar Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Bravo Media Center, Jalan Teuku Umar, Jakarta, Jumat (29/5/2009).

Anas juga yakin masyarakat akan lebih bisa menilai apa pun yang dilakukan Demokrat atau Tim Sukses SBY-Boediono. "Apa pun isunya kami optimistis tidak akan berpengaruh. Biarlah publik yang menilai," katanya..

Anas juga yakin, semua hal yang terkait dengan SBY-Boediono, semuanya akan kembali pada penilaian dan pilihan masyarakat (pemilih).

"Optimistis kami tidak akan berkurang. Tapi tetap saja kan yang menetukan para pemilih. Dan ini bisa diukur secara berkala," tegasnya. (ded)

Anas: Soal DPT Tak Ganggu Koalisi

INILAH.COM, Jakarta - Hak angket soal DPT telah disetujui DPR. Namun Partai Demokrat sebagai partai pemerintah tidak terlalu menghiraukan soal angket yang berpotensi menyerang SBY sebagai presiden.

"Masalah hak engket itu 100 persen tidak akan mengganggu masalah koalisi yang dibangun," ujar Ketua DPP PD Anas Urbaningrum di Bravo Media Centre, Jakarta, Jumat (29/5).

Menurut Anas, hat angket DPT itu hanya untuk mencari tahu kebenaran soal siapa yang bertanggung jawab terhadap kecurangan DPT. Anas mengatakan, sebenarnya soal DPT adalah kewenagannya KPU bukan pemerintah.

"Tapi biarkan saja. Kita tidak akan menghalang-halangi DPR mengangkat soal DPT. Karena tujuannya itu baik untuk mengklarifikasikan kebenaran soal DPT," jelasnya. [mut/ana]

PD: Jangan Politisasi 'Jilbab Loro'

INILAH.COM, Jakarta - Isu jilbab loro yang menjadi 'jualan' pasangan JK-Wiranto selama ini cukup menohok capres lain. Faktanya memang istri JK-Wiranto mengenakan jilbab. Kubu SBY-Boediono pun mengimbau agar isu agama jangan dipolitisasi.

"Bahwa agama apapun konteksnya termasuk yang terkait dengan simbolnya, syariatnya harus ditempatkan pada posisi yang terhormat. Karena itu kami mengajak untuk mengimbau agar agama yang dalam posisi terhormat itu tidak dipolitisasi atau jadi alat politik, apalagi alat kampanye untuk kepentingan politik jangka pendek," ujar Ketua PD Anas Urbaningrum di Bravo Media Centre, Jakarta, Jumat (29/5).

Menurut Anas, kalau itu terus dilakukan, bukan hanya akan membahayakan ketinggian agama itu sendiri. Tapi juga akan merusak pluralitas pemahaman, pluralitas praktek dan pluralitas kehidupan beragama yang merupakan bagian dari Bhineka Tunggal Ika.

"Isu yang lebih diutamakan adalah terkait platform, agenda kerja dan aksi dari calon, bukan hanya substantif, tapi juga dapat memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Dengan begitu yang ada adalah debat gagasan, transaksi ide dan agenda-agenda aksi itu akan produktif bagi proses pencerdasan politik dan bagi ikhtiar bersama agar menjaga kompetisi pilpres jadi sangat bermartabat," jelasnya.

Anas mengungkapkan, mengonsolidir pikiran, gagasan dan juga kepentingan politik dari parpol yang banyak itu tidak mudah. Tapi dari 24 parpol yang sepakat mengusung SBY-Boediono itu telah diikat oleh platform, agenda kerja dan agenda aksi yang sudah diterjemahkan sebagai visi, misi, dan program.

"Kami pendukung dan pengsung calon SBY-Boediono tidak akan menggunakan simbol agama sebagai alat kampanye dan tidak akan mempolitisasi seluruh agama untuk kepentingan pilpres. Kita imbau agar capres lain juga bisa menerima imbauan ini. Karena ini adalah ajakan moral yang substantif bagaimana agama itu dijaga," imbuh mantan ketua PB HMI ini. [mut/sss]

Anas: Tercantum Atau Tidak, Bachtiar & Irgan Masuk Tim Sukses SBY

Jakarta - Ketua DPP PD Anas Urbaningrum menyatakan Ketua MPP PPP Bachtiar Chamsyah dan Sekjen DPP PPP Irgan C Mahfidz tetap merupakan tim sukses SBY-Boediono meski tidak tercantum di struktur resmi. Menurut Anas semua partai pendukung otomatis menjadi tim sukses.

"Semuanya masuk tim sukses, apakah tercantum atau tidak," kata Anas yang juga menjabat sebagai wakil koordinator pemenangan SBY-Boediono untuk wilayah Jawa Timur, di Bravo Media Center (BMC), Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta, Jumat (29/5/2009).

Anas melanjutkan, meski tidak tercantum namanya dalam tim sukses tapi dipastikan mereka tetap mendukung SBY-Boediono.

"Semuanya masuk mendukung SBY-Boediono," tambah mantan anggota KPU ini.

( ndr / nrl )

Demokrat Kumpulkan Semua Partai Koalisi

VIVanews - Partai Demokrat akan menggelar silaturahmi nasional dengan 24 partai koalisi pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Silaturahmi itu akan digelar mulai malam ini hingga esok di Pekan Raya Jakarta (PRJ).

Demikian disampaikan salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Anas Urbaningrum di Bravo Media Center, Jumat 28 Mei 2009.

"Agenda silaturahmi adalah mempersiapkan dan mematangkan kerja-kerja pemenangan SBY-Boediono," kata Anas. Pasangan itu akan hadir dalam forum tersebut.

Menurut Anas, silaturahmi itu perlu dilakukan untuk mengantarkan SBY-Boediono pada posisi Presiden dan Wakil Presiden periode 2009-2014. "Sehingga semua garda bekerja optimal," ujar Anas.

Ia memperkirakan 3.000 undangan akan memenuhi Hall D1 PRJ. "Pengurus dari partai pendukung yang diundang adalah pengurus pusat sampai tingkat provinsi," jelasnya.

Pada Pemilihan Presiden Juli mendatang, pasangan SBY-Boediono akan berkompetisi dengan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Anas: Jangan Turunkan Derajat Simbol Agama

VIVAnews - Partai Demokrat mengimbau agar seminimal mungkin untuk tidak menggunakan simbol-simbol agama sebagai alat kampanye. Karena simbol-simbol agama itu harus dijunjung tinggi martabatnya.

"Simbol-simbol agama harus dijaga martabatnya dari pertarungan politik jangka pendek," kata salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat, Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, saat jumpa pers di Media Center SBY-Boediono, Bravo Media Center, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 29 Mei 2009.

Menurut Anas, kalau martabat simbol-simbol agama tidak dijaga maka yang terjadi adalah penurunan derajat simbul terkait, yang hanya menjadi alat kampanye. Dan Anas berpendapat, itu sangat merugikan.

"Apalagi konteksnya kalah dan menang," ujar Anas yang juga didampingi Sekretaris Jenderal Demokrat, Marzuki Alie, dan tim sukses SBY-Boediono, Rizal Mallarangeng.

Pernyataan Anas ini masih terkait konteks kampanye 'jilbab' yang digencarkan kubu JK-Wiranto. Sekadar diketahui, istri Jusuf Kalla dan Wiranto sama-sama menggunakan jilbab.

Bahkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga mitra koalisi Demokrat, pun sempat mengatakan bahwa hati sebagian besar kader partai berada di jilbab istri JK-Wiranto. "Sebagian besar hati kader PKS itu hatinya ada di JK-Wiranto, karena istrinya berjilbab," kata Wakil Ketua PKS Bidang Politik, Zulkieflimansyah.

Menurut Zul, sapaan akrab Zulkieflimansyah, meskipun alasannya sederhanya, tetapi pengaruhnya tidak dapat diremehkan. Zul menilai, banyak kader yang justru terpengaruh dengan istri-istri JK-Wiranto yang berjilbab.

Anas: Jangan Turunkan Derajat Simbol Agama

VIVAnews - Partai Demokrat mengimbau agar seminimal mungkin untuk tidak menggunakan simbol-simbol agama sebagai alat kampanye. Karena simbol-simbol agama itu harus dijunjung tinggi martabatnya.

"Simbol-simbol agama harus dijaga martabatnya dari pertarungan politik jangka pendek," kata salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat, Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, saat jumpa pers di Media Center SBY-Boediono, Bravo Media Center, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 29 Mei 2009.

Menurut Anas, kalau martabat simbol-simbol agama tidak dijaga maka yang terjadi adalah penurunan derajat simbul terkait, yang hanya menjadi alat kampanye. Dan Anas berpendapat, itu sangat merugikan.

"Apalagi konteksnya kalah dan menang," ujar Anas yang juga didampingi Sekretaris Jenderal Demokrat, Marzuki Alie, dan tim sukses SBY-Boediono, Rizal Mallarangeng.

Pernyataan Anas ini masih terkait konteks kampanye 'jilbab' yang digencarkan kubu JK-Wiranto. Sekadar diketahui, istri Jusuf Kalla dan Wiranto sama-sama menggunakan jilbab.

Bahkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga mitra koalisi Demokrat, pun sempat mengatakan bahwa hati sebagian besar kader partai berada di jilbab istri JK-Wiranto. "Sebagian besar hati kader PKS itu hatinya ada di JK-Wiranto, karena istrinya berjilbab," kata Wakil Ketua PKS Bidang Politik, Zulkieflimansyah.

Menurut Zul, sapaan akrab Zulkieflimansyah, meskipun alasannya sederhanya, tetapi pengaruhnya tidak dapat diremehkan. Zul menilai, banyak kader yang justru terpengaruh dengan istri-istri JK-Wiranto yang berjilbab.

Thursday, May 28, 2009

PD : Debat Capres Soal HAM Jangan Ungkit Masa Lalu

Jakarta - Partai Demokrat (PD) menyambut baik rencana Komnas HAM menggelar debat capres-cawapres bertemakan HAM. Namun, PD berharap debat itu mengenai visi misi capres-cawapres bukan mengungkit masa lalu.

"Kalau ada debat dengan topik HAM sebaiknya bukan untuk mengangkat masa lalu seseorang, tetapi untuk memastikan visi tentang penegakan dan memajukan penyelenggaraan HAM di Indonesia," kata Ketua DPP PD, Anas Urbaningrum, kepada detikcom, Jumat (29/5/2009).

Komisioner Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue pada Kamis 28 Mei 2009 mengatakan, Komnas HAM berencana mengadakan dialog dengan para capres-cawapres tersebut untuk mendapatkan visi dan misi mereka mengenai penegakan HAM.

KPU

Dalam kesempatan itu, Anas mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menentukan topik resmi debat capres-cawapres. Semua pasangan capres-cawapres diharapkan hadir mengutarakan visi misinya.

"Materi debat sudah ditetapkan oleh KPU. Kalau pun ada yg menilai kurang sempurna itulah yang mesti dilaksanakan oleh semua pihak. Mudah-mudahan semua hadir," ujar Anas.

Anas mengharapkan debat capres-cawapres membawa manfaat baik bagi demokrasi Indonesia. Rakyat Indonesia menjadi lebih memahami siapa capres pilihannya.

"Kita harapkan berjalan baik dan mampu menggeledah secara dalam visi, misi dan agenda aksi pasangan calon," kata eks anggota KPU ini.

( van / aan )

Maaf, Tidak Ada Diskon!

Anas Urbaningrum

Untuk kedua kalinya, Presiden dan Wakil Presiden berkompetisi sebagai sesama calon Presiden. Pada pilpres 2004, Presiden Megawati berkompetisi dengan --salah satunya-- Wakil Presiden Hamzah Haz. Megawati sebagai incumbent maju berpasangan dengan cawapres baru, Hasyim Muzadi. Sedangkan Hamzah Haz yang “tidak diajak” lagi oleh Megawati, dengan modal kecukupan PPP sebagai kendaraan politik, maju dengan menggandeng Agum Gumelar.

Pilpres 2009 mengulang sejarah dengan nada yang berbeda. Presiden SBY memilih pasangan calonnya seorang teknokrat berpengalaman, Boediono. Sedangkan Wapres Jusuf Kalla meneruskan kampanye yang sudah dimulai sejak pemilu legislatif --menantang berkompetisi dengan slogan lebih cepat lebih baik, berpasangan dengan Wiranto yang diajukan oleh Partai Hanura.

Perbedaan Hamzah Haz dengan Jusuf Kalla hanya dua. Pertama, Hamzah Haz tidak diajak oleh Megawati untuk kembali berpasangan karena sudah menemukan pasangan baru, Hasyim Muzadi, sedangkan Jusuf Kalla tidak berpasangan dengan SBY lewat proses politik yang panjang dan dimulai sejak pemilu legislatif yang sudah mengkampanyekan Jusuf Kalla sebagai calon Presiden. Kedua, Hamzah Haz jarang atau bahkan tidak pernah menyindir atau mengeluarkan statemen yang “berhadapan” dengan Megawati, sedangkan Jusuf Kalla cenderung produktif menantang SBY. Dan itu dimulai dari pilihan slogan dan pembangunan kesan publik secara sistematis. Kompetisinya menjadi lebih terasa.

Itulah realitas politik yang menyertai kompetisi Pilpres. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, dimana pasangan calon bisa diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik, maka pada kompetisi periode berikutnya memang terbuka untuk terjadi persaingan antara Presiden dan Wakil Presiden incumbent. Sama halnya dengan kompetisi di dalam Pilkada. Antara Kepala daerah dengan Wakilnya acapkali harus berkompetisi. Realitas ini adalah wajar semata dalam demokrasi.

Yang penting sejatinya adalah komitmen untuk menjalankan mandat politik dengan penuh tanggungjawab dan sekaligus memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat. Mandat politik rakyat pada Pilpres tahun 2004 bukan 4,5 tahun, apalagi 4 tahun. Rakyat memilih pasangan SBY-JK untuk bekerja sebagai Presiden dan Wakil Presiden selama 5 tahun. Amanah politik rakyat tidak boleh didiskon. Tidak boleh juga disunat penyelenggaraannya. Itulah komitmen untuk menjaga dan memunaikan kepercayaan rakyat dengan penuh tanggungjawab.

Presiden SBY sejak awal memegang komitmen itu dan menunaikannya dengan penuh kesungguhan. Kegiatan-kegiatan politik mulai intensif dijalankan, dalam posisi sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, sejak pertengahan tahun ke-4 pemerintahannya. Itu pun dilakukan di sela-sela hari libur. Hari kerja didedikasikan penuh untuk menjalankan tugas sebagai Presiden. Bahkan hari libur pun demikian juga : tetap bertugas.

Sikap itu juga dijalankan pada tahun ke-5 sebagai tahun politik dan tahun pemilu. Konsentrasi pada tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik tidak terganggu. Pada saat pemilu legislatif, Presiden hanya memgambil cuti 3 hari untuk menjalankan tugas kampanye dari Partai Demokrat. Demikian halnya dengan suasana politik menjelang Pilpres sekarang. SBY tetap konsentrasi menjalankan tugas-tugas kepresidenan. Tugas sebagai Presiden ditempatkan di atas kerja-kerja politik sebagai calon Presiden.

Sangat elok jika komitmen seperti itu berlaku bagi siapapun yang tengah diberi amanah sebagai pemimpin. Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota adalah pemimpin yang dipilih dengan periode tugas 5 tahun. Bahwa di akhir periode tugas tersebut lazimnya adalah masa-masa berkompetisi kembali (bagi yang menjadi calon), tetapi tugas musti dinomorsatukan. Kesibukan kerja politik sebagai kandidat tidak bisa dijadikan alasan untuk menomorduakan tugas pokoknya sebagai pemimpin dengan kontrak politik 5 tahun. Itulah etika politik yang musti dijunjung tinggi.

Pemerintahan harus tetap jalan. Satu detik pun tidak boleh berhenti. Apalagi hanya dengan alasan keliling-keliling menggalang dukungan dan kampanye. Roda pemerintahan harus terus berputar sepanjang 5 tahun dan berakhir tanggal 20 Oktober yang akan datang. Tugas 5 tahun tidak boleh didiskon. Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan menyambut roda pemerintahan peridoe baru pada 20 Oktober 2009 yang akan datang. Setelah itu, yang tidak lagi mendapatkan mandat rakyat, boleh istirahat atau kerja politik apapun juga. Tentu saja dengan tetap menjaga martabat dan kehormatan demokrasi. Wallahu a`lam

Wednesday, May 27, 2009

PD: Angket DPT Tak Pengaruhi Koalisi

INILAH.COM, Jakarta - Hak Angket Daftar Pemilih Tetap yang didukung FPPP, FPAN, FKB diprediksi tidak akan mengganggu koalisi yang dibangun Partai Demokrat untuk mengusung SBY-Boediono.

"Angket soal DPT tidak akan merusak koalisi karena memang salah sasaran. Tidak juga akan mempengaruhi arah koalisi ke depan. Kami yakin koalisi akan tetap kompak dan solid," kata Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum kepada INILAH.COM di Jakarta, Rabu (27/5).

Menurut Anas, hak angket tersebut bukan merupakan sesuatu yang elok dalam berpolitik. Karenanya, mantan Ketua PB HMI ini menilai hak angket DPR tersebut bukan persoalan serius yang harus ditanggapi dengan suatu strategi tertentu.

"Bukan saja karena tengah dan terus akan membangun koalisi, tetapi juga karena amat jelas bahwa kewenangan DPT ada pada KPU. Bukan pada pemerintah. Jadi, jelas keliru alamat," cetus mantan anggota KPU ini.

Mengenai sikap dari Fraksi Partai Golkar, lanjut dia, merupakan kejadian yang seringkali terjadi alias bukan yang pertama.

"Sejarah perbedaan sikap Fraksi Partai Golkar dengan pemerintah sudah panjang. Jadi, tidak mengagetkan. Kita serahkan kepada pendapat publik saja. Tetapi, apapun juga tetap kurang elok," tandasnya. [jib/ana]

Anas: Hak Angket DPT Bukan Persoalan Serius

JAKARTA - Demokrat ternyata tidak terlalu menganggap lolosnya hak angket terkait daftar pemilih tetap (DPT) sebagai ancaman yang serius. Karena Demokrat tetap yakin, partai koalisi tetap solid.

"Hak angket soal DPT bukan soal yang serius," kata Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum kepada okezone, Rabu (27/5/2009).

Anas melanjutkan, hak angket mengenai DPT juga tidak akan merusak koalisi yang sudah dibangun oleh SBY-Boediono selama ini.

"Tidak akan mempengaruhi arah koalisi ke depan. Kami yakin koalisi akan tetap kompak dan solid," tegas Anas yakin.

Seperti diberitakan sebelumnya dalam rapat paripurna kemarin, persoalan daftar pemilih tetap (DPT) dalam Pemilihan Legislatif lalu lolos untuk dijadikan hak angket. Partai-partai yang berkoalisi dengan Demokrat pun berkhianat dan mendukung kelolosan hak bertanya ke pemerintah tersebut. (ahm)

Demokrat Sudah Kebal Soal Sikap Golkar

JAKARTA (republika.co.id) -- Ruang politik makin renggang antara Partai Demokrat dan Partai Golkar. Setelah terus menerus saling sindir dalam tahap-tahap awal Pemilihan Presiden, giliran dukungan Golkar pada pengesahan hak angket (menyelidiki) Daftar Pemilih Tetap Pemilu Legislatif 2009 membuatnya makin lebar.

Sebanyak 34 anggota FPG di DPR satu suara, setuju, mendukung penggunaan hak angket DPT. Sebelum ini, Ketum DPP PG Jusuf Kalla juga beberapa kali melontarkan pernyataan partainya dirugikan oleh DPT yang acak-acakkan. Pernyataan JK terjadi ketika komunikasi politik PG dan PD untuk menentukan cawapres Susilo Bambang Yudhoyono mentok.

Ketua DPP PD, Anas Urbaningrum, dalam masalah angket DPT ini mengatakan tak heran dengan sikap PG yang saat ini masih menjadi 'mitra' koalisi PD sampai Oktober mendatang.''Kejadian ini bukan yang pertama. Sejarah perbedaan sikap FPG dengan pemerintah sudah panjang,'' katanya, Rabu (27/5) siang.

Ia lantas meminta masyarakat menilai beda pendapat Demokrat dan Golkar itu untuk menentukan sikap di Pilpres nanti. evy/ism

Anas: Tak Elok Anggota Koalisi Setuju Aggket DPT

JAKARTA (republika.co.id)-- Partai Demokrat sedikit meradang akibat sikap sejumlah fraksi partai di DPR yang mendukung penggunaan hak angket (menyelidik) masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2009. ''Itu kurang elok,'' kata Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, pada Republika, Rabu (27/5) siang.

Ada dua hal yang membuat tensi Demokrat menaik. Pertama, Demokrat dan sejumlah parpol saat itu tengah dan akan terus membangun koalisi. Apalagi situasi menjelang Pemilihan Presiden.

Fraksi yang mendukung angket usungan PDIP itu adalah bawahan dari partai yang mendukung Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Kedua, Anas menilai hak angket DPT salah sasaran. Sebab penanggung jawab data DPT bukanlah pemerintah melainkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). ''Jelas hak angket keliru alamat,'' katanya.

Sidang paripurna DPR Selasa lalu mengesahkan pembentukkan panitia hak angket. Sebanyak 34 anggota Fraksi Partai Golkar setuju; 58 anggota Fraksi PDIP setuju; 11 anggota Fraksi PPP setuju; tiga orang anggota Fraksi PAN setuju; 16 orang anggota Fraksi PKB setuju; lima anggota Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi setuju; dan satu orang anggora Fraksi PDS setuju.

Sementara yang menolak adalah 43 orang anggota Fraksi Partai Demokrat; 22 orang anggota Fraksi PKS; satu orang Fraksi PKB, lima anggota Fraksi PBR, dua anggota Fraksi PDS, dan satu orang anggota Fraksi PKB abstain.

PAN-PPP-PKB masuk ke dalam gerbong koalisi dengan Partai Demokrat menjelang Pilpres ini. Meski demikian, Anas menilai 'pembelotan' ini bukanlah hal yang serius. ''Ini tidak akan merusak koalisi dan tidak mempengaruhi arah koalisi ke depan,''. Ia mengklaim koalisinya tetap kompak dan solid.

Namun tanda-tanda koalisi tak 100 persen sudah mulai nampak. Sejumlah kader parpol koalisi Demokrat terang-terangan mendukung pasangan capres Jusuf Kalla-Wiranto maupun Megawati-Prabowo. n evy/ism

Tuesday, May 26, 2009

Anas: Golkar Serang Pemerintah, Gak Aneh

JAKARTA - Partai Demokrat merasa dikhianati oleh mitra koalisi yang dibangun pada era 2004-2009 lalu. Salah satunya oleh Partai Golongan Karya (Golkar). Tapi, Demokrat tidak aneh dengan sikap Golkar tersebut.

"Kejadian seperti itu bukan yang pertama. Sejarah perbedaan sikap Golkar dengan pemerintah sudah panjang," kata Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum kepada okezone, Rabu (27/5/2009).

Anas pun mengatakan, Demokrat tidak kaget dengan sikap Partai Golkar tersebut. Meski menurut Anas hal tersebut dirasakan kurang elok.

"Kita serahkan kepada pendapat publik saja," terang Anas.

Seperti diberitakan sebelumnya dalam rapat paripurna kemarin, persoalan daftar pemilih tetap (DPT) dalam Pemilihan Legislatif lalu lolos untuk dijadikan hak angket. Partai-partai yang berkoalisi dengan Demokrat pun berkhianat dan mendukung kelolosan hak bertanya ke pemerintah tersebut. (ahm)

PD Tidak Kaget Golkar Dukung Hak Angket

Jakarta (detik.com)- Bagi Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, langkah Partai Golkar yang mendukung hak angket pelanggaran hak pemilih tidak mengagetkan tidak mengagetkan.

"Tidak mengagetkan," kata Anas singkat ketika dihubungi wartawan, Rabu (27/5/2009).

Tentang sikap Golkar itu, Anas menilai, kejadian tersebut bukan hal yang pertama. Menurutnya, sejarah perbedaan sikap Golkar dengan pemerintah sudah panjang dan bukan hal yang baru bagi PD. Meskipun keduanya adalah bagian dari koalisi pemerintahan penyokong SBY-JK di parlemen.

"Kita serahkan kepada pendapat publik saja. Tetapi juga tetap kurang elok," ujar eks anggota KPU ini.

( Rez / aan )

PD: Tindakan PPP, PAN, PKB Kurang Elok

Jakarta (detik.com) - Partai Demokrat (PD) menilai dukungan PPP, PAN, dan PKB terhadap hak angket pelanggaran hak pemilih sebagai tindakan yang kurang elok. Sebagai mitra koalisi di Pilpres 2009, ketiga partai itu seharusnya tidak berbeda sikap dengan PD.

"Sebetulnya itu kurang elok. Bukan saja karena tengah dan terus akan membangun koalisi," kata Ketua DPP PD Anas Urbaningrum saat dihubungi wartawan, Rabu (27/5/2009).

Dalam sidang paripurna di Gedung DPR pada Selasa 26 Mei 2009, PPP, PAN dan PKB mendukung pengesahan hak angket terkait pelanggaran hak konstitusional warga negara dalam memilih di Pemilu Legislatif 9 April 2009.

Meski PPP, PAN, PKB 'membelot', menurut Anas, hal itu bukan persoalan yang serius. Sebab, angket DPT tidak akan merusak koalisi lantaran dinilai salah sasaran. Hal itu juga tidak akan mempengaruhi arah koalisi ke depan.

"Kami yakin koalisi akan tetap kompak dan solid," tandasnya.

( Rez / aan )

Monday, May 25, 2009

Awas! PD Incar Facebookers

INILAH.COM, Jakarta - Banyaknya para pengguna facebook di Indonesia, membuat para kandidat capres cawapres menjadikannya sebagai sasaran utama. Pasangan SBY-Boediono membidik segmen tersebut yang dinilai apatis terhadap politikus.

"Kita akan mencoba menyasar segmen khusus yang cenderung apatis terhadap politikus, mungkin salah satunya facebookers," ujar Ketua DPP PD Anas Urbaningrum ketika meresmikan organisasi kepemudaan Solidaritas Menangkan SBY (SMS) di Jakarta, Senin (25/5).

Menurut Ketua Dewan Pembina SMS ini, jumlah suara yang tidak efektif sekitar 30%. Tak pelak hal ini membuat aktifitas SMS berinisiatif membentuk komunitas untuk menarik masyarakat ke dalam politik secara kualitatif.

"Dengan mekanisme itu dipercaya dapat memberikan pengetahuan politik secara benar kepada kalangan muda. Sehingga dapat berpartisipasi secara aktif dalam pilpres nantinya," tutur mantan Anggota KPU ini.

Dengan pemahaman yang baik tersebut, lanjutnya, diharapkan potensi suara yang didominasi kalangan muda dapat terdongkrak perolehan suara. Sehingga nantinya dapat memenangkan pasangan SBY-Boediono dalam pilples 8 Juli mendatang.

"Dimana pemahaman yang diberikan bukan berupa black campaign atau semacamnua," imbuh mantan Ketua PB HMI ini.

Karenanya, tutur dia, Sebuah pemahaman politik yang etis dan bijaksana dapat terbangun. Diharapkan Anas, dengan jumlah sekitar 30% suara yang tidak efektif tersebut dalam pileg 9 April lalu dapat secara kualitataif memilih SBY-Boediono.

Mengenai target, dijelaskan dia, pihaknya tidak akan muluk-muluk. Namun ditegaskan Anas, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada rakyat Indonesia.

"Tentunya kami ingin jumlah rakyat yang memilih SBY-Boediono bisa meningkat walaupun tanpa ada target khusus. Kalau masalah 1 putaran atau 2 putaran itu juga rakyat yang menentukan," tandasnya. [jib/bar]

PD Bantah PKS Sudah Dapat Jatah Menteri

Jakarta (detik.com) - Partai Keadilan Sejahtera disebut-sebut sudah dijanjikan akan mendapat jatah sejumlah menteri di kabinet, jika pasangan SBY-Boediono menang. Hal ini dibantah oleh Sekretaris Jenderal Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum.

"Saya kira tidak, yang sudah dibicarakan agenda kerja pemerintahan 5 tahun akan datang," ujar Anas Purbaningrum usai launching gerakan Solidaritas Menangkan SBY-Boediono (SMS) di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Senin (25/5/2009).

Menurut Anas, pada pertemuan dengan SBY dan PKS, dibahas 10 prioritas kerja yang menjadi kontrak politik. Belum masuk pada pembagian kursi menteri.

"Belum masuk dalam urusan kabinet. Dengan partai lain juga seperti itu," katanya.

lebih lanjut, Anas mengatakan bahwa untuk urusan kabinet, baru akan dibicarakan setelah pemilihan presiden pada bulan Juli nanti.

"Kalau sekarang apa yang mau disharing ? powernya saja belum dapat. Jadi bertahaplah nanti, sekarang konsentrasi pada kerja pemenangan pilpres," pungkasnya.

( fiq / rdf )

Demokrat Rangkul Facebooker untuk Dongkrak Suara

(okezone.com) JAKARTA - Jelang Pemilu Presiden, para elite parpol yang mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden ramai-ramai menjaring calon pemilih dengan membentuk komunitas yang diharapkan bisa mendongkrak perolehan suara.

Seperti yang dilakukan oleh Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Pria yang dipastikan duduk di Senayan itu membentuk Komunitas Relawan Solidaritas Memenangkan SBY (SMS). Uniknya, target utama Anas adalah para penggila situs jejaring sosial Facebook.

"Target kita anak muda segmen usia pemilih yang apatis terhadap politik di kalangan Facebooker," ungkapnya, Senin (25/5/2009).

Menurut Anas yang menjadi pembina Komunitas SMS, komunitas itu terbentuk dari inisiatif sejumlah anak muda yang berkomitmen menyukseskan langkah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono sebagai presiden dan wakil presiden.

(lam)

Solidaritas Menangkan SBY Dideklarasikan

VIVAnews - Ribuan masa pendukung calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono mendeklarasikan Solidaritas Menangkan SBY (SMS). Deklarasi dilakukan di Taman Menteng, Jakarta Pusat, malam ini, Senin 25 Mei 2009.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Anas Urbaningrum, solidaritas ini hanya inisiatif kaum muda dan mantan-mantan aktivis yang berkomitmen mendukung SBY-Boediono. "Mereka membentuk organisaai relawan ini," kata dia di tempat deklarasi.

Anas mengatakan, Solidaritas akan menyasar kelompok khusus yang selama ini cenderung apatis. Sebab, banyak pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya. Seperti dalam pemilu April lalu, setidaknya 30 persen masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya.

Anas: Deklarasi Juga Bisa di Tempat yang Indah

(okezone.com)JAKARTA - Berbagai cara dan tempat dipilih oleh tiga pasang calon presiden dan calon wakil presiden untuk mendeklarasikan diri.

Namun cara unik yang dipilih pasangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto justru menuai paling banyak pro dan kontra.

Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menilai, lokasi deklarasi tidak selalu mencerminkan visi dan misi pasangan capres-cawapres.

"Visi kerakyatan tidak tergantung tempat tapi mental," ujarnya saat launching Komunitas Relawan Solidaritas Memenangkan SBY (SMS) di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Senin (25/5/2009).

Menurut Anas, masih banyak lokasi yang lebih baik yang bisa dipilih untuk deklarasi. Misalnya saja, Taman Menteng yang dianggap sejalan dengan target Partai Demokrat yang membidik anak muda, utamanya para penggila situs jejaring sosial Facebook sebagai lumbung suara.

"Di tempat indah seperti ini juga bisa tercapai kok," tandasnya.

Seperti diketahui, pasangan Mega Pro Rakyat mendeklarasikan diri di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Hal ini sangat kontras dengan pasangan SBY-Boediono yang menggelar deklarasi besar-besaran di Sabuga, Bandung, Jawa Barat.

Sementara pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto (JK-Wiranto) mendeklarasikan diri di depan patung Soekarno-Hatta di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.

(lam)

Sunday, May 24, 2009

PD: PKS Belum Dapat Jatah di Kabinet

INILAH.COM, Jakarta - Kontrak istimewa antara capres SBY dengan PKS untuk menyetujui cawapres Boedino dibantah mentah-mentah oleh Partai Demokrat. Sebelumnya PKS juga telah membantah kontrak politik khusus tersebut.

"Itu rumor. Sampai sekarang belum ada pembicaraan tentang jatah kabinet. Konsentrasi tengah pada pemenangan pilpres," kata Ketua DPP PD Anas Urbaningrum saat dikonfirmasi INILAH.COM di Jakarta, Senin (25/5).

Anas mengaku belum menerima informasi terkait adanya kontrak istimewa tersebut. Ia tak meyakini akan menimbulkan kecemburuan antar partai peserta koalisi, karena kabar itu cuma rumor.

"Itu rumor untuk mengacaukan konsentrasi pemenangan pasangan SBY-Boediono," kata Anas.

Ia juga mengimbau pada semua pihak untuk tidak mengganggu fokus kampanye, dengan memunculkan hal-hal yang bersifat spekulatif itu. Karena semua tim sukses tentunya saat ini sedang berkonsentrasi dan kerja maksimal menjelang pilpres.

"Saat ini kami sedang mempersiapkan segala sesuatunya untuk pemenangan pasangan SBY-Boediono, tidak ada yang lain," tandasnya.

Sebelumnya beredar kabar dalam kontran antara SBY dengan PKS menyepakati beberapa hal sebagai imbalan menerima Boediono sebagai cawapres. Dalam deal-deal itu, PKS meminta jatah 7 menteri dan 4 dubes. Namun oleh SBY hanya disetujui 4 menteri saja.

7 Jatah menteri yang diminta PKS kabarnya adalah Presiden PKS Tifatul Sembiring sebagai Menkominfo, Wakil Ketua Komisi IV DPR asal FPKS Suswono sebagai Mentan, Ketua Majelis Pertimbangan PKS Suharna Surapranata sebagai Menristek, Dubes RI di Arab Saudi Salim Sagaf Al Jufri sebagai Mensos, Ketua Komisi X DPR asal FPKS Iwan Prayitno sebagai Mendiknas, Wakil Ketua Komisi III DPR asal FPKS Suripto sebagai Menperin, Ketua Dewan Pakar PKS Kemal Aziz Stamboel sebagai Menneg BUMN.

Tapi kabarnya yang disetujui SBY haya 4 menteri yakni untuk Tifatul sebagai Menkominfo, Suswono sebagai Mentan, Suharna sebagai Menristerk, dan Salim sebagai Mensos. [ikl/sss]

Massa PPP Hadir, Demokrat Biasa Saja

Liputan6.com, Jakarta: Kehadiran sejumlah orang yang mengaku kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam deklarasi calon presiden dan wakil presiden Megawati Sukarnoputri dan Prabowo Subianto di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, kemarin, tidak membuat Partai Demokrat khawatir. Hal ini dikatakan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam acara silaturahmi para pengusaha Jawa Timur dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim di Jakarta, belum lama ini.

PPP termasuk partai yang berkoalisi dengan Partai Demokrat yang mengusung Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono sebagai capres dan cawapres. Namun Anas menilai, kehadiran kader PPP serta adanya bendera PPP dan Partai Amanat Nasional dalam deklarasi Megawati-Prabowo adalah hal biasa. Menurut dia, pemilih dalam pemilu legislatif lalu belum tentu akan seratus persen mendukung calon presiden yang diusung partai yang dipilihnya. Anas yakin banyak pula warga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang akan memilih SBY sebagai presiden.(TES)

Bendera Nonpendukung Berkibar

JAKARTA, SRIPO — Bendera sejumlah partai politik nonpendukung Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto berkibar di arena deklarasi pasangan Capres-Cawapres tersebut, Minggu (24/5). Bendera dari PAN, PPP dan PKS tampak mengudara.

Atas kejadian itu, Presiden PKS Tifatul Sembiring mengatakan akan menyelidikinya.

“Kami akan menyelidiki siapa oknum yang mengibarkan bendera PKS. Yang saya tahu ada bendera PKS berkibar, siapa pengibarnya saya nggak tahu, kami akan selidiki lebih lanjut, karena itu nggak resmi,” ujar Tifatul.

Dirinya yakin tidak ada kader partainya yang menghadiri acara pendeklarasian pasangan Capres-Cawapres dari PDI Perjuangan dan Gerindra tersebut.

“Kami nggak hadir,” tuturnya. Ia berharap, kondisi itu tidak akan menggoyahkan suara PKS mendukung duet SBY-Boediono.

Sementara kubu Partai Demokrat menanggapi dengan dingin soal pengibaran bendera nonpendukung Mega-Prabowo.

“Wajar kalau ada pemilih PPP atau PAN yang akan memilih Mega-Prabowo. Inilah keindahan demokrasi yang salah satunya dipilari oleh kemandirian politik pemilih, “ tutur Ketua DPP PD, Anas Urbaningrum, Minggu.

Namun demikian Anas menilai sebagian besar pemilih PPP dan PAN akan tetap memilih SBY-Boediono sesuai kesepakatan koalisi kedua partai dengan PD“Mayoritas akan memilih SBY- Boediono sebagaimana kebijakan partainya,” tutur Anas.

Anas bahkan yakin akan banyak pemilih PDIP yang lebih memilih SBY-Boediono ketimbang Mega-Prabowo.

Menurut Anas, realitas politiknya mengarah adanya gejala split voting. Anas menilai pemilih partai dalam pileg tidak akan memiliki pilihan sama dalam pilpres Juli nanti.

“Kalau soal bendera berkibar, itu soal gampang, beli di Pasar Senen, lalu dipasang di lokasi, sudah beres,” tegasnya. (Persda Network/cr1/yat)

PKS Bantah Minta Tujuh Menteri Empat Duta Besar

JAKARTA--MI: Wacana yang berkembang PKS meminta tujuh kursi kabinet dan empat duta besar dibantah oleh Ketua Umum PKS Tifatul Sembiring. Menurutnya, power sharing nantinya akan didasarkan pada proporsi perolehan kursi partai.

"Wah kebanyakan itu. Kalau saya, tiga atau empat (red-kursi kabinet) saja, bolehlah. Saya juga heran dari mana datangnya," jawab Tifatul ketika ditanya mengenai power sharing

antara PKS dan Demokrat di Jakarta, Minggu (24/5).

Ditegaskannya, sampai saat ini, tidak ada pembahasan mengenai power sharing. Pembahasan kontrak politik terfokus pada manajemen koalisi dan pemenangan pilpres.

"Ada tiga bagian penting yang tercantum dalam kontrak politik tersebut," ungkap Tifatul.

Pertama, berisi perjanjian kerja sama baik di eksekutif maupun legislatif mengenai sikap kepedulian koalisi terhadap persoalan bangsa. Kedua, kerja sama di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Terakhir, mengenai forum komunikasi.

Forum komunikasi, jelas Tiffatul, juga dibagi tiga. Komunikasi presiden dan partai mitra koalisi, komunikasi di jajaran eksekutif, serta komunikasi di lingkup parlemen.

Namun, ia mengakui bahwa mekanisme power sharing akan didasarkan pada proporsionalitas perolehan kursi masing-masing parpol. "Itu kan wajar untuk berpartisipasi di eksekutif. Tapi, itu nanti jika koalisi ini menang dalam pilpres," tukasnya.

Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga menegaskan bahwa tidak pernah ada pembicaraan power sharing antara PKS dan Partai Demokrat, begitu juga dengan mitra lainnya. "Ini kan belum apa-apa. Kampanye saja belum, malah membicarakan menteri," jelasnya.

Ia mengungkapkan bahwa tidak baik membicarakan dan menyepakati hal yang belum ada. "Itu sama saja dengan sistem ijon. Dan kita semua tahu bahwa hal itu tidak baik," ungkapnya. Sampai saat ini, ujar Anas, semua mitra koalisi sepakat untuk fokus pada pemenangan pilpres.

Ia mengatakan, semua mitra koalisi baru akan membahas power sharing setelah pasangan SBY-Boediono secara definitif diberi amanat oleh rakyat untuk memimpin Indonesia periode 2009-2014. "Saat ini, yang lebih penting adalah kerja politik, bukan persoalan bagi kursi kabinet," tegasnya. (*/OL-04)

PD: Wajar Ada Pemilih PPP & PAN Memilih Mega-Prabowo

(detik.com) Jakarta - Pemilih PPP dan PAN hadir dalam deklarasi Mega-Prabowo. Tapi hal ini ditanggapi biasa kubu Partai Demokrat (PD). Alasannya akan lebih banyak pemilih kedua partai itu yang "mencontreng" SBY-Boediono.

"Wajar kalau ada pemilih PPP atau PAN yg akan memilih Mega-Prabowo. Inilah keindahan demokrasi yg salah satunya dipilari oleh kemandirian politik pemilih, " tutur Ketua DPP PD, Anas Urbaningrum, dalam pesan singkat kepada detikcom, Minggu (24/5/2009).

Namun demikian Anas menilai sebagian pesar pemilih PPP dan PAN akan tetap memilih SBY-Boediono sesuai kesepakatan koalisi kedua partai dengan PD

"Mayoritas akan memilih SBY- Boediono, sbgmana kebijakan partainya," tutur Anas.

Anas bahkan yakin akan banyak pemilih PDIP yang lebih memilih SBY-Boediono ketimbang Mega-Prabowo.

"Pemilih PDIP dan Gerindra pun cukup lumayan yang justru akan memilih SBY-Boediono dalam pilpres nanti," tutur Anas.

Menurut Anas, realitas politiknya mengarah adanya gejala split voting. Anas menilai pemilih partai dalam pileg tidak akan memiliki pilihan sama dalam pilpres Juli nanti.

"Kalau soal bendera berkibar, itu soal gampang, beli di Pasar Senen, lalu dipasang di lokasi, sudah beres," tegasnya. ( van / ndr )

PD: Mudah-mudahan Tidak Mencari Sensasi

(detik.com) Jakarta - Partai Demokrat (PD) mengucapkan selamat atas deklarasi Mega-Prabowo. PD berharap deklarasi yang memilih lokasi di tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi ini tidak hanya sekedar mencari sensasi.

"Kami turut berdoa semoga deklarasi ini dihayati lahir dan batin, bukan hanya sensasi, tetapi membela substansi," tutur Ketua PD, Anas Urbaningrum, dalam pesan singkat yang diterima detikcom, Minggu (24/5/2009).

Anas juga menyambut baik deklarasi ini dan mendoakan agar Mega maupun Prabowo menghayati dengan baik pengalaman deklarasi di TPA ini.

"Kami mengucapkan selamat atas deklarasinya," tambah Anas.

Anas berharap Mega tidak hanya mengunjungi Bantar Gebang pada saat deklarasi saja, namun benar-benar memperhatikan kepentingan rakyat disana.

"Bukan pertama dan terakhir datang ke Bantar Gebang. Sekali lagi, selamat," tutur Anas. ( van / ndr )

Saturday, May 23, 2009

NEOLIBERAL vs KERAKYATAN: Perang Kelompok Ekonom di Balik Capres

JAKARTA (Lampost/Dtc/Ant): Sistem ekonomi neoliberal dan kerakyatan menjadi barang dagangan menjelang Pemilihan Presiden 2009. Perang neoliberal dan ekonomi kerakyatan dinilai sebagai ulah para ekonom, bukan capres-cawapres.

Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan neoliberal vs ekonomi kerakyatan sebenarnya tidak dikembangkan capres-cawapres satu sama lain. Sebab, masing-masing capres-cawapres tidak ada yang menuding lawannya masing-masing. "Ini ulah orang-orang di belakang mereka. Yaitu, ekonom-ekonomnya. Ini the power of econom yang berperang sebenarnya," kata Faisal Basri di Jakarta, Jumat (22-5).

Menurut dia, neoliberal tidak terkenal selama ini. Selama ini yang terkenal mafia Berkeley, yakni julukan sekelompok menteri bidang ekonomi dan keuangan yang menentukan kebijakan ekonomi Indonesia di masa awal pemerintahan Soeharto.

Sebagian besar dari menteri-menteri Soeharto itu adalah lulusan doktor atau master dari University of California at Berkeley pada 1960-an atas bantuan Ford Foundation. "Tetapi, karena Pak Boediono bukan mafia Berkeley, dia kan dari UGM. Yang terkenal mafia Berkeley kan Sri Mulyani. Jadi ada transisi dari mafia Berkeley ke neoliberal. Lagi-lagi ini yang bermain para ekonom. Yang menarik ditelusuri adalah siapa ekonom di balik mereka," lanjut dia.

Untuk itu, Faisal mengusulkan agar debat pilpres tidak hanya untuk capres-cawapres, tetapi juga melibatkan para ekonom di balik mereka.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrat bidang politik, Anas Urbaningrum, mengatakan gerakan dan sistem ekonomi neoliberal menjadi alat kampanye politik untuk menyerang pihaknya. "Padahal, calon presiden yang kami usung, yakni Susilo Bambang Yudhoyono, menjalankan kebijakan berbasis Pancasila," kata dia.

Anas juga menyatakan sangat jelas selama ini kebijakan tripple track strategy dijalankan SBY, yakni pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan. "Kan neolib tidak akan mengenal subsidi, BLT, PNPM Mandiri, KUR, Program Keluarga Harapan, BOS, Raskin, Jamkesmas dan sebagainya," kata Anas.

Ia meyakini semua kebijakan tersebut merupakan intervensi negara untuk membela kalangan miskin, demi keadilan yang tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.

Anas juga mengingatkan lawan politiknya agar jangan sembarangan menggunakan label neoliberal untuk menyerang. "Sebab, labelisasi neolib atas nama kampanye politik acapkali tunasubstansi dan kehilangan konteks," kata dia. n U-1

Friday, May 22, 2009

Sibuk Cari Dukungan, JK Dinilai Tidak Etis

Jakarta (detik.com)- Partai Demokrat (PD) menilai cawapres Partai Golkar, Jusuf Kalla (JK), tidak etis karena lebih mengutamakan kepentingannya sebagai capres ketimbang posisinya melaksanakan tugas negara sebagai Wakil Presiden. JK dinilai terlalu sibuk menggalang dukungan untuk pilpres Juli nanti.

"Satu detik pun pemerintahan tidak boleh berhenti, apalagi hanya untuk kampanye, penggalangan dukungan dan keliling-keliling," tutur Ketua DPP PD Anas Urbaningrum, Jumat (22/5/2009).

Menurut Anas seharusnya JK lebih mengutamakan tugas sebagai wakil mendampingi SBY. Penggalangan dukungan bisa dilakukan pada waktu yang ditetapkan KPU pada masa kampanye.

"Menomorduakan tugas sebagai pemimpin hanya untuk kampanye dan penggalangan adalah perilaku yang kurang etis," tutur pria berkacamata ini.

Anas kemudian membandingkan JK dengan capres partainya, SBY. Menurutnya hingga saat ini manuver SBY masih proporsional dan tidak mengganggu tugas sebagai Presiden.

"SBY sebagai Presiden tetap harus konsentrasi menjalankan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik," tutur mantan anggota KPU ini.

Menurutnya, SBY ingin membangun tradisi dan preseden yang baik bahwa tugas sebagai presiden harus ditempatkan di atas kepentingan sebagai calon presiden.

( van / nrl )

Thursday, May 21, 2009

Anas Ingatkan Lawan Politik SBY

(matanews.com) Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, gerakan dan sistem ekonomi neoliberalisme atau lebih populer dengan istilah neolib amat jelas telah dijadikan sebagai alat kampanye politik menjelang pilpres terutama untuk menyerang pihaknya.

Padahal, kata Anas, calon presiden (capres) yang Partai Demokrat usung, yakni Susilo Bambang Yudhoyono, jelas-jelas menjalankan kebijakan (pembangunan ekonominya) yang berbasis ideologi Pancasila dan menjalankan amanat konstitusi.

Selain itu, Anas Urbaningrum juga menyatakan, sangat jelas bahwa selama ini kebijakan “tripple track strategy” jelas-jelas telah dijalankan Pemerintahan Yudhoyono, yakni “pro growth, pro job and pro poor”. Pada hal kata Anas, neolib tidak mengenal yang namanya subsidi, BLT, PNPN mandiri, KUR, Program Keluarga Harapan, BOB, BLT, Jamkesmas dan lain sebagainya.

“Semua kebijakan tersebut merupakan intervensi negara untuk membela kalangan miskin, demi keadilan yang tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar dan itu tidak dikenal dalam neolib,” ujar Anas saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Untuk itu Anas Urbaningrum mengingatkan lawan politiknya, agar jangan sembarangan menggunakan label neolib untuk menyerang. “Sebab, labelisasi neolib atas nama kampanye politik acapkali tuna substansi dan kehilangan konteks,” katanya.

Bahkan, menurut Anas Urbaningrum, ada yang sekedar ikut-ikutan untuk gagah-gagahan dengan sampul pro-rakyat.(*z/a)

PD: Neolib Tak Kenal BLT

INILAH.COM, Jakarta - Neoliberalisme menjadi isu sandungan untuk pasangan SBY dan Boediono. Namun menurut Ketua DPP PD Anas Urbaningrum, neolib tidak mengenal BLT.

Anas menilai isu neoliberalisme dijadikan alat kampanye saingan SBY-Boediono. Padahal, bela Anas, SBY mengusung pembangunan ekonomi berbasis ideologi Pancasila.

Sangat jelas, lanjut Anas, selama ini kebijakan 'tripple track strategy' dijalankan Pemerintahan Yudhoyono, yakni pro growth, pro job and pro poor.

"Kan neolib tidak akan mengenal subsidi, BLT, PNPM Mandiri, KUR, Program Keluarga Harapan, BOS, Raskin, Jamkesmas dan sebagainya," terang Anas di Jakarta, Jumat (22/5).

Ia meyakini, semua kebijakan tersebut merupakan intervensi negara untuk membela kalangan miskin, demi keadilan yang tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.

Anas Urbaningrum juga mengingatkan para lawan politiknya, agar jangan sembarangan menggunakan label neolib untuk menyerang.

"Sebab, labelisasi neolib atas nama kampanye politik acapkali tuna substansi dan kehilangan konteks," tegasnya. Bahkan, menurut Anas, ada yang sekadar ikut-ikutan untuk gagah-gagahan dengan sampul pro-rakyat. [*/ana]

Anas Urbaningrum: Neolib Alat Kampanye Politik

Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPP Partai Demokrat bidang Politik, Anas Urbaningrum, di Jakarta, Jumat, mengatakan, (gerakan dan sistem ekonomi) neoliberalisme atau populer dengan istilah neolib amat jelas jadi alat kampanye politik menjelang Pilpres, terutama menyerang pihaknya.

"Padahal, calon presiden (Capres) yang kami usung, yakni Susilo Bambang Yudhoyono menjalankan kebijakan (pembangunan ekonominya) yang berbasis ideologi Pancasila dan menjalankan amanat konstitusi," katanya kepada ANTARA.

Anas Urbaningrum juga meningatkan, sangat jelas sekali, selama ini kebijakan `tripple track strategy` dijalankan Pemerintahan Yudhoyono, yakni `pro growth, pro job and pro poor`.

"Kan neolib tidak akan mengenal subsidi, BLT, PNPM Mandiri, KUR, Program Keluarga Harapan, BOS, Raskin, Jamkesmas dan sebagainya," tandasnya.

Ia meyakini, semua kebijakan tersebut merupakan intervensi negara untuk membela kalangan miskin, demi keadilan yang tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.

Tuna Substansi

Anas Urbaningrum juga mengingatkan para lawan politiknya, agar jangan sembarangan menggunakan label neolib untuk menyerang.

"Sebab, labelisasi neolib atas nama kampanye politik acapkali tuna substansi dan kehilangan konteks," tegasnya.

Bahkan, menurut Anas Urbaningrum lagi, ada yang sekedar ikut-ikutan untuk gagah-gagahan dengan sampul pro-rakyat. (*)

Rizal Ramli Tetap Suarakan Antineolib

(jawapos.com) JAKARTA - Gagal menjadi capres tak membuat Rizal Ramli sakit hati. Dia mengaku tetap merasa bahagia. Sebab, penolakan terhadap paham neolib yang diembuskan Blok Perubahan terus-meluas menjadi isu penting dalam pertarungan Pilpres 2009.

''Alhamdulillah, kampanye kami tentang dampak negatif dari neoliberalisme berhasil dipahami masyoritas rakyat,'' kata Rizal Ramli di Rumah Perubahan, Jalan Panglima Polim V, Jakarta Selatan, kemarin (20/5). Turut hadir Marijani, istri Rizal Ramli, dan Jubir Blok Perubahan Adhie Massardi.

Rizal menyebut salah satu indikasi keberhasilan kampanye Blok Perubahan adalah tiga pasangan capres-cawapres mengusung tema ekonomi kerakyatan. Isu itu merupakan kebalikan dari paham neolib yang menyandarkan pembangunan pada utang dan mekanisme pasar bebas. Bahkan, sering menggadaikan undang-undang untuk mengakomodasi kepentingan asing.

''Semua pasangan calon dengan cepat mengklaim dirinya bukan neolib,'''ujarnya. Meski begitu, imbuh Rizal, tidak semua pasangan sungguh-sungguh berpihak pada ekonomi rakyat dan antineolib. ''Ada yang palsu, ada yang setengah hati, dan ada yang sungguh-sungguh, tapi belum begitu paham,'''kata Menko Perekonomian di era Presiden KH Abdurrahman Wahid tersebut. Menurut Rizal, dalam konteks itulah, Blok Perubahan akan memainkan peran aktifnya.

''Kami akan memilah dan menelanjangi mana yang palsu dan memakai isu ini hanya untuk memenangkan pemilu,'''ujarnya.

Karena itu, Rizal menegaskan, jaringan keanggotaan Blok Perubahan akan diperluas. Bila sebelumnya hanya tokoh-tokoh parpol, kini cakupannya termasuk tokoh-tokoh masyarakat, aktivis LSM, dan beragam profesi lain yang pro-perubahan.

Lantas, di antara tiga pasangan capres-cawapres, mana yang paling antineolib? ''Tunggu, sabar saja. Masih ada waktu 50 hari kok,'''jawab Rizal, lantas tertawa.

Secara terpisah, Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum membantah bahwa duet SBY-Boediono akan mengakomodasi prinsip neolib. Menurut dia, SBY bersungguh-sungguh menjalankan kebijakan berbasis ideologi Pancasila dan konstitusi. (pri/tof)