Friday, July 17, 2009

Perkuat Sistem Presidensial SBY Siapkan Kabinet Kerja

(mediaindonesia.com) PRESIDEN terpilih versi hitung cepat Susilo Bambang Yudhoyo no mempersiapkan kabinet yang lebih efektif dan produktif jika dibandingkan dengan kabinet 2004. Kabinet itu adalah kabinet kerja, bukan kabinet politik.

Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum menyampaikan hal itu, dalam diskusi bertajuk Menghitung Jatah Koalisi di Gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin.

Hadir dalam diskusi antara lain Ketua DPP PAN Totok Daryanto dan Wakil Sekjen PKS Zulkieflimansyah.

Menurut Anas, semangat Yudhoyono dalam menyusun kabinet adalah memperkuat sistem presidensial. Semangat inilah yang juga mengemuka ketika Yudhoyono memilih Boediono sebagai cawapres.

Dia menyebutkan bahwa logika agar sistem presidensial berjalan efektif akan digunakan SBY sebagai logika untuk menyusun kabinet. `'Oleh karenanya, kabinet itu disebut kabinet kerja bukan politik. Bahwa kabinet adalah forum untuk bekerja, bukan berpolitik sendirisendiri." Kabinet kerja tersebut, lanjut Anas, akan dibangun berbasis solidaritas, loyalitas, kecakapan, dan keterampilan dalam menyampaikan hal-hal teknis dalam program-program pemerintah.

Dia menyatakan, kabinet yang dibentuk Yudhoyono juga bukan kabinet ahli. Karena, tidak bisa dimungkiri bahwa kabinet yang dibentuk nanti merupakan produk koalisi. Representasi kader partai dalam kabinet itu, kata dia, hal yang mutlak.

Menurut Anas, itulah yang menjadi tantangan bagi Yu dhoyono untuk meramu antara fungsi representasi politik partai koalisi dan fungsi kecakapan dan profesionalisme serta kredibilitas para calon anggota kabinet.

Dia menambahkan, bahwa secara politik, presiden terpilih memiliki hak prerogatif untuk memilih `pembantunya' dari partai mana pun. Termasuk dari partai lain yang tidak tergabung dalam koalisi. Namun, kata Anas, hal itu tidak bisa semata-mata dari sikap dan pendirian presiden terpilih tapi juga bergantung pada sikap dan pendirian partai itu. "Misalnya saja, jika Pak SBY mau mengambil kader Golkar untuk masuk kabinet itu boleh-boleh saja, tapi keinginan ini tentu tidak bisa sepihak dari Pak SBY, tapi tergantung pada sikap dan pendirian Golkar." Dia menegaskan, bergabungnya partai lain seperti Golkar dan PDIP dalam koalisi yang dimotori oleh Partai Demokrat itu tidak dalam konteks menambah atau mengurangi `jatah' parpol koalisi. Melainkan, dalam kon teksagar kabinet bisa berjalan lebih efektif dan produktif.

Terkait dengan komposisi kabinet, Partai Demokrat dan seluruh partai koalisi, lanjut Anas, sepakat menyerahkan sepenuhnya hak penyusunan kepada presiden terpilih selaku formatur tunggal kabinet.
Penyusunannya disepakati setelah pengumuman resmi hasil pilpres oleh KPU.

Tidak elegan Sementara itu, terkait dengan sikap PKS yang dikesankan enggan jika Partai Golkar bergabung dalam koalisi, Zulkieflimansyah menegaskan, PKS tidak ingin dipersepsikan sebagai partai yang takut kehilangan kemewahan sebagai mitra koalisi awal.

Namun, dia mengakui bahwa bila Golkar jadi bergabung dalam koalisi akan menyebabkan cita-cita memperkuat sistem presidensial kandas. Karena, akan menyebabkan partai-partai yang berkoalisi dengan Partai Demokrat kehilangan mitra oposisi di parlemen.

"Maka, alangkah eloknya, untuk memperkuat sistem presidensial jika Golkar menjadi oposisi saja." Dihubungi terpisah, politikus muda Partai Golkar Ferry Mursyidan Baldan mengingatkan, sebagian elite Golkar tidak perlu mengesankan partai dalam posisi yang dilematis untuk menentukan sikap. "Jika kesan itu yang dikedepankan, mencerminkan adanya elite Golkar yang sedang tergoda menjadi bagian dari pemenang pilpres.'' Dia menyebut, sikap yang ingin merapat pada partai pemenang pilpres itu tidak sportif, dan tidak elegan, bahkan mengecewakan konstituen.

Namun, menurut dia, jika ada kader Golkar yang akan direkrut presiden terpilih, Ferry mengatakan itu penghormatan pada Golkar. Tapi, biarlah Ketua umum Jusuf Kalla yang berbicara dengan capres terpilih. (P-2) mayapuspita@ mediaindonesia.com

No comments: