Monday, July 6, 2009

Kampanye Hitam

Anas Urbaningrum

Tidak ada pemilu yang berlangsung dingin. Selalu hangat dan bahkan panas. Mengapa? Tentu karena semua kontestan bekerja keras untuk mencapai kemenangan. Semua ingin menang. Tidak ada satu pun yang bercita-cita untuk kalah. Psikologi ingin menang memang tak terhindarkan. Justru karena itulah terjadi kompetisi. Roda kompetisi berputar oleh kerja-kerja pemenangan.

Kampanye adalah salah satu kerja politik yang paling penting dan menonjol. Intinya adalah meyakinkan pemilih bahwa sang kontestan adalah yang terbaik dan layak untuk mendapatkan kepercayaan. Dalam konteks pilpres, pasangan calon dan seluruh garda pemenangannya bekerja siang-malam untuk berkampanye kepada para pemilih, sang pemegang daulat suara.

Sebetulnya UU telah mengatur tentang ketentuan kampanye. Intinya adalah menawarkan visi, missi dan program aksi. Karena itu, kampanye yang diperintahkan oleh UU adalah kampanye positif. Etika politik juga mengajarkan tentang kampanye positif. Kurang lebih berbunyi : ”pilihlah kami, karena kami mempunyai program yang baik dan mampu merealisasikannya”.

Namun demikian, kerasnya kompetisi yang tidak terhindarkan selalu memunculkan ruang untuk munculnya kampanye negatif. Selain mengangkat keunggulan pasangan calonnya juga dilakukan dengan menyebarluaskan kekurangan pasangan calon yang lain. Kampanye negatif dengan mengangkat kelemahan dan kekurangan pasangan calon yang lain adalah hal yang harus diterima. Di sinilah rakyat akan mendapatkan gambaran yang utuh tentang kelebihan dan kekurangan masing-masing pasangan calon. Gambarannya menjadi utuh dan bisa menjadi pertimbangan yang komprehensif bagi rakyat untuk menentukan pilihan yang terbaik.

Yang mustinya tidak boleh, karena dilarang oleh Undang-undang dan bertentangan dengan etika politik, adalah melakukan kampanye hitam. Inilah yang biasa disebut sebagai fitnah. Mengangkat dan menyebarluaskan informasi yang tidak ada dasarnya kepada para pemilih dengan tujuan menyerang dan melemahkan kekuatan kompetitor. Tidak ada datanya, tetapi seolah-olah ada dan benar.

Menyebarluaskan informasi bahwa istri Pak Boediono beragama Katholik, SBY mempunyai kontrak syariah dengan PKS, jatah Menteri Agama dan Mendiknas untuk PKS, NU akan dibubarkan dan akan diganti Wahabi, dan sebagainya, adalah beberapa contoh kampanye hitam yang belakangan sangat marak. Ada yang ditulis oleh media, lewat SMS, selebaran dan pertemuan-pertemuan terbatas. Disebarkan sampai ke ujung-ujung kampung.

Soal issu agama istri Cawapres Boediono bukan saja fitnah, tetapi juga bisa merusak pluralisme dan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Jika pun benar informasi itu, apa seseorang yang istrinya bukan muslimah, atau seseorang yang suaminya bukan muslim dilarang dan dibatasi haknya untuk dipilih menjadi pemimpin? Sungguh itu adalah cara berpikir yang bertentangan dengan semangat kemajemukan kita.

Intinya adalah bahwa setiap kontestan wajar untuk mengejar kemenangan. Tetapi jalan menuju kemenangan juga merupakan isu yang penting. Tujuan yang baik musti ditempuh dengan cara-cara yang baik. Kampanye hitam jelas tidak bisa diterima sebagai cara mencapai kemenangan yang baik. Kampanye hitam bukan saja melecehkan etika politik, tetapi juga merupakan bentuk kebohongan yang terang-terangan kepada rakyat.

Karena itu, kita layak menyeru agar segala jenis kampanye hitam dihentikan. Politik dan demokrasi harus dijaga martabatnya dari cara-cara yang tidak senonoh. Kampanye hitam adalah salah satu bagian dari politik menghalalkan segala cara, politik Machiavelian. Sungguh tidak cocok dengan kharakter demokrasi kita. Wallahu a`lam

No comments: