Thursday, July 9, 2009

SBY-JK Tuntaskan Mandat

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan, fokus pemerintah yang dipimpinnya bersama Wakil Presiden M Jusuf Kalla adalah menuntaskan mandat sampai 20 Oktober 2009.

Untuk fokus itu, sehari setelah Pemilu Presiden 2009, dia menggelar dua rapat. Pertama, membahas persoalan ekonomi dan kesejahteraan rakyat yang dilakukan di Ruang Kerja Presiden di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (9/7). Rapat kedua juga dilakukan di Kantor Presiden.

Dalam rapat pertama hadir Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dan Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan.

”Saya, Wapres, dan semua menteri akan hadir pada sidang kabinet paripurna, Selasa, membahas dan memutuskan beberapa hal berkaitan kebijakan, penuntasan, program aksi Kabinet Indonesia Bersatu sampai 20 Oktober mendatang, dan RAPBN 2010 yang masih menjadi tanggung jawab pemerintahan sekarang ini,” ujar Presiden.

Dalam rapat kedua juga hadir Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, dan Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar. Rapat membahas kondisi keamanan di seluruh Indonesia.

Menurut Widodo, keamanan bisa dikelola dan tidak ada gangguan keamanan yang signifikan. Dilihat hanya ada ketegangan di Papua yang dilakukan kelompok kecil bersenjata.

Secara terpisah, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebagai calon presiden, sejak pukul 20.00 hingga 22.00 menerima calon wakil presiden Boediono dan tim inti pemenangannya. Dalam pertemuan di kediaman SBY di Puri Cikeas itu, SBY dan timnya merasakan kebahagiaan saat menerima telepon dari calon presiden M Jusuf Kalla (JK). Pembicaraan SBY dan JK itu dijadikan pegangan untuk semua.

SBY, Boediono, dan tim intinya melakukan konsolidasi sambil menanti hasil akhir dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). ”Kami menyiapkan transformasi bagaimana tugas tim kampanye nasional membuat persiapan yang diperlukan untuk menyongsong hal-hal yang akan dihadapi setelah Oktober,” ujar Boediono.

Bentuk satuan tugas

Kamis, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto, Yuddy Chrisnandi, seusai menghadiri rapat evaluasi hasil pilpres di Posko Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta, mengumumkan pembentukan satuan tugas (task force) untuk menerima dan menindaklanjuti laporan maupun pengaduan masyarakat serta tim kampanye daerah terkait temuan dugaan kejanggalan dan pelanggaran pilpres Rabu lalu.

Satuan tugas itu terdiri atas sekitar 20 orang yang berasal dari Tim Garuda dan Tim Advokasi Hukum Pasangan JK-Wiranto.

Rapat dihadiri JK, calon wapres Wiranto, beserta kedua tim advokasi hukum dan Tim Garuda. Tim Garuda terdiri atas purnawirawan TNI dan Polri. Tim mulai bekerja sejak Rabu.

Menurut Yuddy, saat ini JK-Wiranto menerima sejumlah laporan dan pengaduan, seperti surat suara yang sudah dicontreng, politik uang, intimidasi aparat, dan sudah ditandatanganinya formulir C-1 beserta berita acara pilpres meskipun pilpres belum selesai.

Menurut Yuddy, satuan tugas itu dipimpin Suaedy Marasabesy dan sekretaris Iskandar Manji. ”Kami berharap dengan terbentuknya task force itu kami bisa menerima laporan dan pengaduan yang disertai bukti dari berbagai kalangan, seperti dari relawan dan organisasi massa, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah,” ujarnya.

Tanpa gugatan

Di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, Ketua DPR Agung Laksono berharap pilpres berakhir bukan di persidangan Mahkamah Konstitusi. ”Mudah-mudahan tidak ada gugatan hasil pemilu,” katanya.

Secara terpisah, Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan, pemenang memang tidak layak arogan dan yang kalah pun tidak perlu rendah diri. Semuanya telah berkontribusi besar bagi demokratisasi.

Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate Sukardi Rinakit dan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Daniel Zuchron secara terpisah di Jakarta, Kamis, menegaskan, pengakuan atas hasil perolehan suara dan proses penyelenggaraan pilpres yang buruk dan penuh kecacatan harus dilakukan oleh semua komponen bangsa. Hanya dengan cara ini, bangsa ini tidak terjebak dalam persoalan politik berkepanjangan. Waktu yang ada bisa dimanfaatkan untuk membangun.

”Terlepas dari segala masalah yang menyertainya, mulai dari soal daftar pemilih tetap (DPT) hingga teknologi informasi penghitungan suara, semua pihak harus sepakat atas hasil pemilu dengan segala keburukan penyelenggaraannya,” kata Sukardi.

Daniel menambahkan, ”Penyelesaian atas kisruh DPT lebih cepat dan lebih efektif jika dilakukan melalui jalur politik. Penyelesaian melalui jalur hukum akan membutuhkan waktu lama dan berlarut-larut.”

Menurut Daniel, penyelesaian pelanggaran pemilu selama ini sulit karena terkunci oleh aturan undang-undang yang menyebutkan masa kedaluwarsa pelanggaran pemilu adalah tiga hari sejak kejadian. DPT merupakan tahapan pemilu yang diproses dan ditetapkan beberapa bulan lalu sehingga sulit jika diproses saat ini. (INU/MZW/MAM/HAR)

No comments: