Thursday, June 25, 2009

Pers Dan Demokrasi

Anas Urbaningrum

Salah satu hasil terbaik dari reformasi adalah kebebasan pers. Meskipun ada yang mengkritik praktek nya yang kadangkala kebablasan, tetapi kebebasan pers telah terbukti mampu menjadi salah satu kekuatan kontrol yang efektif. Tidak ada satu sudut pun dari jalannya penyelenggaraan kekuasaan negara yang alpa dari kontrol kekuatan pers. Setiap saat pers telah menjadi “kekuatan penggonggong” yang efektif, kalau tidak dikatakan ditakuti.

Pekerjaan eksekutif di Pusat dan daerah selalu diawasi oleh pers. Parlemen nasional dan lokal menjadi salah satu lahan pemberitaan pers yang paling empuk. Bahkan sikap, perilaku dan tingkat produktivitas parlemen acapkali menjadi bulan-bulanan pemberitaan media. Penyelenggara kehidupan hukum, kehakiman dan keadilan juga demikian halnya. Mahkamah Agung, korps hakim, Kejaksaan, Kepolisian, KPK, dan lembaga-lembaga lain tidak pernah luput dari “daya aduk-aduk” dari pers nasional kita. Tidak ada satu pun pejabat publik yang terhindar dari “kejelian mata” para jurnalis. Dan banyak lagi hal lain yang bisa katakan tentang perkara ini.

Tak terkecuali adalah Presiden SBY. Hampir tiap hari dihujani kritik. Kritik dan koreksi yang konstruktif dengan mudah kita temukan di dalam pemberitaan media. Kritik, celaan, fitnah dan hujatan juga tidak jarang muncul. Sikap oposisi yang diekspresikan dengan demokratis dan dilancarkan secara membabi-buta pun mendapatkan porsi pemberitaan yang memadai.

Apa sikap SBY? Terhadap berita yang tidak benar, tidak jarang SBY menggunakan hak jawab. Sebagian ditelan oleh hati dan perasannya. Atas tradisi hak jawab itu, pada Hari Pers yang lalu, SBY mendapatkan penghargaan. Sikap dasar SBY itu ditegaskannya kembali dalam dialog dengan komunitas pers pada acara yang bertajuk “Capres Bicara Kemerdekaan Pers”. Bahwa tegaknya kebebasan pers akan dan harus dilanjutkan. Ditandaskannya : “kemerdekaan pers yang kita miliki tidak boleh berhenti dan mundur kembali. Insyaallah kemerdekaan pers berkontribusi pada demokrasi dan pembangunan kita”. Untuk itu, kriminalisasi pers musti dicegah. Para wartawan juga harus dilindungi dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik.

Saya kira, sikap SBY itu bukan sebuah keterpaksaan. Itu adalah pendirian yang tegas dari seorang Demokrat. Kesadaran akan pentingnya kekuatan kontrol terhadap jalannya pemerintahan, pembangunan dan demokratisasi adalah dasar yang kokoh bagi eksistensi kebebasan pers. Betapapun tinggi niat baik para penyelenggara negara, apapun bidangnya, selalu membutuhkan kekuatan kontrol. Betapapun menjulang komitmen para aktor politik, parpol dan organisasi-organisasi kemasyarakatan, tetap saja dibutuhkan kekuatan penyeimbang, kritik dan koreksi. Itulah yang bisa dimainkan oleh pers.

Demokrasi dan demokratisasi kita ke depan bukan saja membutuhkan semakin kuatnya eksistensinya kebebasan pers, sebagai kekuatan keempat, tetapi sekaligus membutuhkan sinergi positif untuk saling memberikan kontribusi yang terbaik. Dengan pemerintahan yang efektif, pembangunan dan pelayanan publik dapat berjalan. Dengan parlemen yang fungsional, check and balancies dapat diselenggarakan. Dengan kekuatan yudikatif yang tegas, lurus dan jujur, hukum dan keadilan dapat ditegakkan. Dengan kebebasan pers yang tepat dan terukur, seluruh penyelenggaraan pemerintahan dan demokrasi dapat dikontrol untuk tetap berjalan pada “jalan yang lurus dan benar”.

Tentu saja pers mempunyai tantangan yang tidak ringan. Sebagai kekuatan kontrol dan daya pelurus, pers juga dituntut untuk tampil secara layak dan patut sebagai kekuatan pelurus. Salah satu kuncinya adalah obyektifitas dan kapasitas untuk meramu “kebenaran kecil” dan kebenaran besar”, -- meminjam istilah SBY--, dalam kebijakan pemberitaannya. Karena itu, pers perlu selalu melakukan kritik dan kontrol ke dalam, sehingga kerja-kerja jurnalistik bisa selalu berjalan pada rel kode etik jurnalistik.

Apakah pers tidak boleh memihak? Atas nama kebebasan, sejatinya pers mempunyai ruang untuk memihak. Pemihakan yang paling mendekati dan bisa berjalan seiring dengan kebebasan adalah memihak kepada kebenaran, keadilan dan kemaslahatan publik. Bukan pemihakan yang membabi-buta kepada selera pemilik modal atau kepentingan politik pemilik. Apalagi kalau dijalankan dengan cara abai terhadap kepatutan. Wallahu a`lam

No comments: