Wednesday, April 15, 2009

Pilih Cawapres,SBY Istikharah

JAKARTA(SI) – Kemenangan Partai Demokrat Pemilu 2009,tidak membuat langkah politik Presiden Susilo BambangYudhoyono (SBY) makin longgar.

Banyaknya tawaran calon wakil presiden (cawapres) yang datang dari calon koalisi partai politik sebagai power sharing,membuat Presiden SBY harus salat istikharah (minta petunjuk untuk menentukan pilihan) agar calon pendampingnya tepat.Dalam hitungan jam setelah pengumuman hasil quick count sejumlah lembaga survei dengan mengunggulkan Partai Demokrat, pihak parpol mulai mendekat dan menawarkan jagonya untuk jadi cawapres SBY.

Petinggi Golkar, termasuk Jusuf Kalla (JK),yang sebelumnya berencana maju sebagai calon presiden, telah bertamu ke Cikeas,kediaman pribadi SBY untuk dicalonkan kembali sebagai cawapres. PKB pun telah membuat gentlemen agreement tengah malam kemarin di Hotel Nikko untukbergabung. Sementara Partai Keadilan Sejahtera (PKS),yang sebelumnya menyatakan bakal masuk koalisi, belum menentukan sikap jelas. Ada sebagian menolak,dengan catatan jika SBY kembali berpasangan dengan Kalla.Sebagian lainnya mendukung tetap masuk koalisi.

“Pak SBY benar-benar mempertimbangkan semua itu. Beliau ingin langkah dan keputusan yang diambil, apakah dalam menentukan arah koalisi atau pun menentukan siapa calon wakil presidennya, adalah yang terbaik untuk bangsa dan negara,”ujar Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam perbincangan santai dengan SI di coffee shop Hotel Intercontinental, Jakarta,kemarin. Anas mengaku, sampai saat ini SBY belum mau membicarakan siapa cawapres yang dia ke-hendaki. “Sampai sekarang,Pak SBY belum pernah menyebutkan nama cawapres.

Dia masih menimbang-nimbang,” tutur mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini. Begitu berhati-hatinya agar mendapatkan cawapres yang tepat, kata Anas,SBY tak pernah alpa mendirikan salat istikharah.“Pak SBY salat istikharahuntuk mendapatkan petunjuk dan kemantapan dalam menentukan cawapres,” ungkapnya. Menurut Anas, berdasarkan ajaran Islam, salat istikharah dilakukan untuk mendapatkan petunjuk dan kemantapan memutuskan pilihan.

Itu dilakukan jika harus menetapkan satu pilihan di antara beberapa alternatif yang sama baiknya, atau sama jeleknya. Saat ini muncul banyak wacana yang memunculkan tokoh paling tepat untuk mendampingi SBY. Dari kubu Golkar, setidaknya ada semangat untuk menyandingkan kembali SBY dengan Kalla, sebagian lagi dengan Akbar Tandjung. Bahkan, nama Ketua DPR Agung Laksono masuk sebagai alternatif cawapres SBY yang akan diputuskan melalui mekanisme rapat pimpinan nasional (rapimnas) khusus Partai Golkar mendatang.

Di luar Golkar,muncul nama mantan Presiden PKS Hidayat Nur Wahid,yang juga Ketua MPR. Dalam pandangan Anas, apa yang dilakukan oleh SBY dengan salat istikharah untuk menentukan cawapresnya adalah sebuah ikhtiar (usaha). Ikhtiar tersebut lebih berdimensi religius. Di lain sisi, ikhtiar itu dilakukan dengan dimensi politik, seperti komunikasi politik, menentukan kriteria calon dengan segala perhitungan dan konsekuensi politiknya, dan cara lainnya tentu saja sudah dilakukan.

“Kita kan memang diwajibkan untuk berikhtiar,” kata Anas yang juga mantan Ketua PB HMI ini. Anas ditemani Ruhut Sitompul, pengacara kondang yang kini maju jadi caleg Partai Demokrat untuk dapil Sumatera Utara I. Mereka berdua bersama dengan Ketua Umum PD Hadi Utomo dan Sekjen Marzuki Alie serta petinggi partai lainnya baru saja melakukan komunikasi politik dengan para petinggi Partai Bulan Bintang (PBB).

Mereka bertemu Ketua Umum PBB MS Kaban dan jajarannya dengan target persamaan persepsi soal koalisi pemerintahan jika SBY kembali terpilih sebagai presiden mendatang. Agenda komunikasi politik Demokrat dengan berbagai pihak akan makin padat, setidaknya sampai SBY telah memutuskan siapa cawapresnya. Hari ini para petinggi Demokrat akan bertemu lagi dengan petinggi partai di sebuah hotel berbintang lima.

Pertemuan itu juga akan dilakukan sambil bersantap siang. Anas menegaskan, untuk urusan koalisi ini,Demokrat ingin membentuk koalisi yang mampu membangun pemerintahan yang kuat serta mendapatkan kecukupan dukungan di parlemen. Ini belajar dari waktu lalu, di mana pemerintah disandera oleh parlemen. PD menargetkan paling sedikit, koalisi itu memiliki 51% dukungan di parlemen.

Di tempat terpisah, Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali mengungkapkan, hingga saat ini partainya belum bisa menentukan arah koalisi. Menurut Suryadarma, keputusan untuk berkoalisi akan disampaikan setelah Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PPP yang akan berlangsung pekan depan. “Rapimnas insya Allah seminggu lagi atau 10 hari lagi,”ungkap Suryadarma di Kantor Kepresidenan, Jakarta,kemarin.

Dia mengaku hingga saat ini belum bisa memutuskan apakah saat ini PPP akan berkoalisi dengan Partai Demokrat atau dengan PDI Perjuangan.“No commentdululah, belum diputuskan,”ucapnya. Berbeda dengan Suryadarma, Ketua MPP PPP Bachtiar Chamsyah mengatakan, sebagai kader PPP dan Ketua Parmusi, dia lebih cenderung memilih berkoalisi dengan Partai Demokrat.

Sebab, pihaknya sudah memprediksikan bahwa partainya tetap akan mendukung SBY sebagai presiden mendatang.“Saya kandari dulu ke Demokrat. Saya sudah memprediksi itu di dalam politik,” tandasnya. (helmi firdaus/rarasati syarief)

No comments: